Kontradiksi Era Baru Newcastle United

Ilustrasi: Arif Utama.

Pembicaraan tidak berhenti soal rekrut-merekrut pemain dan pelatih. Aib Putra Mahkota Arab Saudi soal isu hak asasi manusia menyeruak.

Peralihan kepemilikan Newcastle United dari Mike Ashley ke konsorsium Arab Saudi penuh kontradiksi. Perdebatan tak melulu soal gol, kemenangan, transfer pemain, dan trofi, tetapi juga aib Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, selaku ketua Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi yang menyediakan dana.

Fan The Magpies tentu boleh berbahagia dan berharap banyak dari peralihan nakhoda tersebut. Perayaan pun merupakan keputusan logis setelah 14 tahun disesaki kekecewaan dan kemarahan karena melihat tim kesayangan tidak punya masa depan cerah.

Legenda Newcastle United, Alan Shearer, sampai menulis di kolom opini The Athletic tentang kebahagiaan dan ketidakpercayaannya. Ya, Shearer sempat tidak percaya akhirnya Ashley cabut juga. Ia menyubit diri sendiri untuk memastikan bahwa kabar pengambilalihan Newcastle Untied benar-benar nyata.

"14 tahun yang mengerikan untuk sesuatu yang baru. Sesuatu yang berpotensi besar dan transformatif," tulis Shearer.

Ada banyak latar belakang kenapa kepergian Ashley dirayakan oleh Shearer dan fan Newcastle United. Pertama, Ashley tidak pernah sungguh-sungguh berinvestasi untuk kejayaan Newcastle United, entah itu pemain maupun infrastruktur.

Alasan kedua, ya, prestasi. Selama 14 memimpin, Ashley belum pernah memberikan trofi bagi Newcastle United. Jika berbicara trofi terlalu jauh, Newcastle United tidak pernah menembus 10 besar klasemen Premier League dalam tiga musim terakhir.

Di bawah Ashley, fan Newcastle United lebih banyak memakan kekecewaan ketimbang kebahagiaan. Dua kali terdegradasi, pada musim 2008/09 dan 2015/16, seakan-akan menenggelamkan nama Newcastle United.

Keputusan-keputusan Ashley pun kerap memicu kemarahan dan perseteruan. Salah satu perseteruan yang dihadirkan Ashley melibatkan Shearer. Penyebabnya, Ashley tidak suka Shearer mengkritik keputusannya. Untuk membalas kritik Shearer, Ashley mengganti nama Shearer's Bar.

Jauh sebelum itu, Ashley pernah berseteru dengan Keevin Keegan soal transfer pemain. Keegan kecewa karena ia sebagai pelatih tidak dilibatkan dalam perekrutan pemain. Ada kesan Ashley mendatangkan pemain seenaknya, dan tanpa tahu apa latar belakang serta prospek perekrutan.

Menurut Shearer, Ashley membuat gap antara klub dan fan semakin lebar. Ashley seolah-olah lupa bahwa fan berkorban uang dan waktu untuk Newcastle United. Tindakan Ashley tidak pernah mencerminkan kepedulian klub kepada fan.

"Ada terlalu banyak momen beracun," tulis Shearer. Dan mungkin saja, racun yang disuntikan Ashley dapat mematikan harapan orang-orang bahwa Newcastle United akan segera bangkit dan bersaing di papan atas klasemen, seperti yang terjadi musim 2002/03. Saat itu, Newcastle United berada di posisi ketiga.

Maka, sudah sewajarnya, Shearer dan fan merayakan kepergian Ashley. Lebih-lebih, Newcastle United terdampar di zona degradasi Premier League 2021/22. Belum ada kemenangan yang mereka catatan sampai pekan kedelapan.

Guyuran dana dari pemilik baru memudahkan Newcastle United berbenah. Mereka bisa belanja besar-besaran untuk mendatangkan pemain bintang mana saja, juga membangun sistem yang tepat agar dapat menciptakan masa depan dan menggamit trofi.

Uang memang tidak dapat membeli trofi, tapi ada banyak kisah bagaimana kedatangan pemilik baru dengan dana melimpah bisa mengorbitkan klub ke daftar perburuan trofi. Contoh terdekat adalah Manchester City.

Sejak dimiliki konglomerat asal Uni Emirat Arab Sheikh Mansour pada 2008, Manchester City berbelanja sebanyak mungkin, mendatangkan pemain bintang mana saja yang bisa didatangkan. Carlos Tevez, David Silva, Sergio Aguero, dan beberapa nama lain.

Total The Citizens mengeluarkan duit sebanyak 2,3 miliar dolar AS untuk merekrut pemain baru pada era Mansour. Selain itu, City merancang masa depan dengan mendatangkan Ferran Soriano dan Txiki Begiristain.

Kita semua sudah tahu apa yang terjadi selanjutnya, yakni lima gelar Premier League, dua Piala FA, enam Piala Liga, serta tiga Community Shield. Pembicaraan soal City saat ini tidak hanya tentang bagaimana menembus Liga Champions, tetapi kapan mereka menjadi raja Eropa.

Hanya beberapa hari sejak konsorsium Arab Saudi yang dipimpin Amanda Staveley mengambilalih klub, Newcastle United langsung dihubung-hubungkan dengan pemain kelas dunia sekaligus pelatih sarat prestasi.

Selain Antonio Conte, nama Raheem Sterling digosipkan akan menjadi incaran. Deretan nama-nama yang diisukan bakal merapat bak mimpi bagi fan Newcastle United. Sudah lama sekali, perekrutan Newcastle United pada jendela transfer tidak menjadi topik pembicaraan yang menarik.

Namun, untuk menjadi klub sukses, kedatangan pelatih dan pemain mewah tidak lantas akan mendapatkan apa-apa yang diharapkan secara instan. City, misalnya, butuh empat tahun untuk menggamit trofi Premier League pertama sejak Mansour datang.

Begitu juga Newcastle United. Keputusan logis jika mereka mendatangkan pemain-pemain potensial dan sarat pengalaman untuk beranjak dari zona degradasi. Sampai pekan kedelapan, mereka berada di posisi ke-19 dengan rangkuman tiga poin. 

Pertahanan menjadi salah satu sektor yang mesti dibenahi sesegera mungkin. Newcastle United menjadi tim paling banyak kebobolan di Premier League 2021/22 dengan catatan 19 kali kemasukan.

Ada nama Eric Bailly yang kasak-kusuknya menjadi bidikan Newcastle United. Kans Newcastle United untuk mendapatkan Bailly pun tergolong besar. Musim ini, pria 27 tahun itu belum mendapatkan jatah bermain di Premier League.

Selain Bailly, ada James Tarkowski. Bek Burnley tersebut diisukan masuk daftar pemain incaran pada jendela transfer musim dingin nanti. Ketangguhan Tarkowski dalam mengadang serangan lawan dengan tekel dan intersep bisa menambal lubang pertahanan Newcastle United.

Mengacu WhoScored, rata-rata tekel dan intersep Tarkowski musim ini berada di angka 1,5 per 90 menit. Peluang Newcastle United merekrut Tarkowski pun cukup besar karena kontrak si pemain dengan Burnley akan berakhir musim panas mendatang.

Bergeser ke lini tengah, Newcastle United perlu mendatangkan gelandang box-to-box yang piawai mengalirkan bola. Kedatangan pemain tersebut akan membuat keseimbangan sekaligus mengoneksikan lini belakang-depan. Dalam beberapa laga, Newcastle United kelimpungan mengadang serangan balik lawan.

Xaver Schlager dapat menjadi opsi terbaik untuk didatangkan. Apalagi, kontrak Schlager dengan Wolfsburg akan berakhir musim panas mendatang. Selain itu, pemain Austria itu punya kemampuan defensif dan umpan-mengumpan yang cukup oke. WhoScored mencatat, Schlager merangkum 2,5 tekel dan 1 intersep di tiap laga.

Agresivitas Schlager dalam fase menyerang terlihat juga dari rata-rata 1,51 shot creating actions (SCA) per laga. Sederhananya, SCA adalah atribut ofensif, mulai dari umpan, dribel, memenangi pelanggaran, yang dapat menciptakan tembakan.

Selain dua posisi itu, Newcastle United juga harus memikirkan kedalaman skuat di lini depan. Allan Saint-Maximin dan Callum Wilson memang sedang tajam-tajamnya. Jika dikalkulasi, mereka berdua merangkum 5 dari 9 gol Newcastle United musim ini. Tapi, apabila mereka berdua cedera, Newcastle United tidak punya pelapis.

Pergerakan Newcastle United pada jendela transfer musim dingin mendatang akan --sedikit banyak-- menentukan: Degradasi atau bertahan. Ya, kalau dengan dana melimpah, sudah sepatutnya mereka bisa mendatangkan 2-3 pemain yang bisa mengangkat performa.

Namun, pembicaraan Newcastle United setelah memiliki pemilik baru tidak berhenti dari rekrut-merekrut pemain. Aib Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman soal isu hak asasi manusia begitu menyeruak.

Deretan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Mohammed bin Salman terus dibicarakan. Salah satunya, kasus pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi pada 2018 lalu.

Meski sudah membantah, banyak pihak meyakini bahwa Mohammed bin Salman menjadi dalang pembunuhan. Kabar bahwa pembelian Newcastle United untuk membersihkan citra berdentum keras.

Perwakilan Amnesty International di Inggris, Sacha Deshmukh, menjadi salah satu pegiat HAM paling vokal menyuarakan hal tersebut. "Ini merupakan upaya Arab Saudi membersihkan catatan HAM mereka," kata Deshmukh sebagaimana mengutip BBC.

Tunangan Kashoggi, Hatice Cengiz, pun mengatakan hal yang serupa. Kepada The Athletic, Cengiz mengatakan bahwa dengan mengambilalih Newcastle United, wajah Mohammed bin Salman akan berubah di hadapan dunia.

Isu HAM tersebut tentu membuat fan Newcastle United berada dalam situasi membingungkan. Di satu sisi, kepergian Ashley sangat dinantikan. Namun, kedatangan konsorsium Arab Saudi menjadi cerita lain.

Shearer pun demikan. Menurutnya, situasi tersebut memaksa fan Newcastle United berada di dua kondisi sekaligus.

"Sepak bola menempatkan kami di posisi sulit," tulis Shearer di The Athletic. "Saya senang dengan prospek itu (peralihan kepemilihak), serta berkonflik........ Saya ingin klub mewakili kota dan wilayah, bukan rezim otoriter," lanjutkan.

Jika melihat situasi yang terjadi saat ini, seperti kata Cengiz, tidak adil untuk menyeret-nyeret fan Newcastle United ke dalam pusaran aib HAM otoritas Arab Saudi, terutama Mohammed bin Salman.

Membiarkan mereka berbahagia atas kepergian Ashley adalah pilihan yang adil. Suara-suara mereka pun tidak terpampat. Isu HAM mereka suarakan langsung dari Stadion St. James Park. 

Setelahnya, fan Manchester United, Liverpool, Chelsea, dan tim-tim papan atas Premier League harus siap jika suatu saat nanti Newcastle United menjadi lawan berat. Tidak hanya soal perburuan trofi liga, tetapi juga tiket Liga Champions. 

Meski kita sama-sama tidak tahu kapan itu terjadi.