Kuldesak Raheem Sterling

Foto: @sterling7

Langkah Sterling di Manchester City mulai menyempit. Tak ada selebrasi, tak ada lagi gol-gol. Hanya keluhan yang bersisa.

Sterling memutari gawang Tim Krul selepas membobol Norwich dua bulan lalu. Tak ada seleberasi berlebih. Ia hanya tersenyum kecil sambil memeluk Gabriel Jesus yang memberinya umpan beberapa detik sebelumnya.

Dari pinggir lapangan terlihat Pep Guardiola mengangkat kedua tangannya, disusul tepukan di atas kepala, berharap publik Etihad Stadium mengerti bahwa ia menghargai betul apa yang Sterling lakukan. Sekarang fragmen itu mulai serau. Lesakan tadi menjadi yang pertama sekaligus terakhir buat Sterling di musim ini. Tak ada selebrasi, tak ada lagi gol-gol. Hanya keluhan yang bersisa.

“Jika ada kesempatan untuk pergi ke tempat lain, aku akan mulai mempertimbangkannya dari sekarang. Sepak bola adalah hal terpenting bagiku. Ini soal impian dan tantangan yang kubuat sendiri sejak usia muda. Jujur saja, termasuk untuk bermain di luar Inggris,” ungkap Sterling dilansir FT Business.

Sterling kemudian melanjutkan perkataannya, “Sebenarnya aku harus belajar beberapa bahasa yang berbeda. Aku lumayan menyukai aksen Prancis dan Spanyol.”

***

Sterling bukan tipe pria yang berdiam dengan keresahannya. Ia memilih untuk vokal ketimbang membiarkannya berkecamuk di akal. Walaupun itu terkadang menjadi bumerang buatnya.

Pada April 2015 Sterling pernah menumpahkan unek-uneknya dalam wawancaranya dengan BBC. Di sana berbicara soal label mata duitan yang mulai tersemat kepadanya. Itu membuat Sterling muak. “Aku hanya ingin bermain sepak bola dan melakukan yang terbaik buat tim,” ucapnya.

Liverpool pun murka. Mereka merasa tak memberikan izin kepada Sterling untuk melakukan proses tanya-jawab kepada media. Terlebih dengan kondisi kontrak yang sedang terkatung-katung. Baik Liverpool dan Sterling belum menemukan kesepakatan soal itu.

Para pundit yang juga eks personel Liverpool sampai angkat bicara. Jamie Carragher menggagap Sterling adalah pemuda cerewet dan sudah semestinya keluhan itu dijawabnya dengan kontribusi di lapangan.

Sementara Graeme Souness dan Mark Lawrenson lebih menyoroti Aidy Ward. Menurut mereka, agen Sterling itu telah memberikan pengaruh buruk kepada sang pemain. Termasuk negosiasi kontrak dan juga wawancara ilegal dengan BBC. Friksi itu diakhiri dengan kepindahan Sterling ke City. Harga transfernya 49 juta poundsterling sekaligus mengukuhkannya sebagai pemain Inggris termahal waktu itu.

Well, kita kemudian tahu Sterling mengalami evolusi terbaiknya sebagai seorang pemain bersama The Citizens. Lebih dari sekadar winger penyokong, ia bersilih menjadi pencetak gol ulung. Sterling mengumpulkan lebih dari 17 gol per musim selama rentang periode 2017/18 sampai 2019/20. Di sana pula ia merengkuh mahkota Premier League yang tak didapatkannya saat berkaus Liverpool. 


Eksistensinya bersama Timnas Inggris juga kian menebal. Bersama Harry Kane, Sterling menjadi tumpuan utama Gareth Southgate di garda terdepan. Namun, semakin tinggi Sterling berdiri, semakin kencang pula kritik menerpa. Apalagi dengan watak Sterling yang blakblakan. Makin empuk ia menjadi sasaran media. Yah, kita tahu bagaimana mereka kerap membesar-besarkan fenomena dan mengobok-obok ranah privasi pemain.

The Sun pernah menyerangnya jelang Piala Dunia 2018 bergulir. Mereka memajang headline 'Raheem Shoots Himself in Foot'. Judul tersebut ditujukan kepada Sterling yang memiliki tato senapan di kaki kanannya. Dalam publikasi tersebut, The Sun juga mewawancarai Lucy Cope, pendiri Mothers Against Guns. 

Cope meminta Sterling menghapus tato itu. Kalau menolak, sudah sepantasnya ia dikeluarkan dari skuad Inggris. “Dia semestinya jadi panutan, tapi malah mengglorifikasi senjata," ucap Cope. Namun, Sterling tak tinggal diam. Menurutnya, tato itu justru pengingat buat dirinya bahwa senjata adalah barang haram dan ia tak akan pernah menyentuhnya seumur hidupnya.

"Ayahku ditembak mati ketika usiaku 2 tahun. Aku lantas berjanji untuk tidak menyentuh senjata api seumur hidupku. Aku sendiri menembak (menendang, red) dengan kaki kanan, jadi ini semua punya arti yang teramat dalam --dan ini semua belum selesai," tulis Sterling di Instagram Story-nya.

Bukan sekali ini saja The Sun menyenggol Sterling. Sedikit saja ia bergerak, tabloid kepunyaan Rupert Murdoch itu akan memberi sorotan dengan bumbu sensasi. The Sun bahkan pernah turut campur saat Sterling membelikan wastafel baru untuk ibunya.

Sementara apa yang dialami Sterling musim ini terkait erat dengan performanya sendiri. Setidaknya itu yang menjadi alasan Guardiola kerap mencadangkannya. Bila dirunut lebih jauh, keputusan Guardiola itu sebenarnya dipicu saat City takluk dari Manchester United pada musim lalu. Mereka keok 0-2 dan 21 kemenangan beruntun pun patah karenanya.

Di sana Sterling cuma mampu melepaskan masing-masing sebiji tembakan tepat sasaran dan umpan kunci. Ia juga kehilangan penguasaan bola sebanyak lima kali—tertinggi kedua setelah Ilkay Guendogan.

Guardiola kecewa. Itulah mengapa ia mencadangkan Sterling saat City menjamu Southampton tiga hari berselang. Sterling yang melihat namanya tak tercantum di starting XI kemudian marah dan mengungkapkan perasaannya kepada sang pelatih.

Namun, Guardiola bukan pelatih yang lunak. Ia adalah pemikir, dan seorang pemikir tahu betul apa yang dia lakukan. Termasuk keputusannya menepikan Sterling.

Sejak saat itu hubungan keduanya meretak. Pandangan Guardiola terhadap Sterling tak lagi sama. Apalagi, total golnya di Premier League edisi 2020/21 itu hanya setengah dari total lesakannya di musim sebelumnya.

Situasinya kian pelik setelah Jack Grealish datang. Pemain termahal Inggris itu mengakuisisi posisi winger kiri secara perlahan. Sementara Gabriel Jesus mulai nyaman bermain di sisi kanan. Ferran Torres dan Phil Foden juga menunaikan tugasnya dengan baik sebagai false nine. Sterling tak lagi mendapatkan tempat reguler.

Sial buat Sterling. Kalaupun kesempatan bermain itu datang, ia gagal menunjukan pendarnya. Tak satupun gol ia buat dari 477 menit atau 10 pementasannya di lintas ajang. Itulah yang menjadi pertimbangan Guardiola bahwa pemain sudah sepantasnya membuktikan kualitasnya di lapangan.

“Tunjukkan kepadaku dan kepada dirimu sendiri saat kamu mendapatkan kesempatan bermain. Entah hari ini atau besok. Buktikan pada dunia kalau aku salah saat tidak memilihmu dan kamu benar,” terang Guardiola dilansir Sky Sports.

“Pemain besar membuktikannya di lapangan. Mereka perlu menunjukkan kepadaku betapa bagusnya mereka. Atlet terbesar di dunia, di semua cabang olahraga, mereka berbicara di atas rumput. Kami berada di dunia bebas di mana para pemain dapat berbicara soal apa dan di mana pun yang mereka inginkan. Jadi [komentar Sterling], tidak ada masalah sama sekali untukku.”

Foto: @sterling7

Mengacu data Understat, Sterling memang gagal memperbaiki kemampuannya dalam menyelesaikan peluang. Padahal, itu yang sebenarnya diharapkan Guardiola. Terlebih setelah City kehilangan Sergio Aguero di musim panas lalu.

Dari total 8 pertandingan di Premier League, Sterling hanya mampu mencetak satu lesakan dari angka harapan golnya yang mencapai 2,15. Defisit xG itu juga ia alami di musim lalu saat ia cuma bisa mengemas 10 gol dari xG 12,5.

Belum lagi perkara penciptaan peluang. Sterling tak sekreatif sebelumnya dalam mengakomodir serangan akhir. Expected Assist (xA) Sterling sejauh ini tak sampai 0,5. Padahal, rata-rata xA-nya dalam empat musim ke belakang menyentuh 8,37.

Jika sudah begini, Sterling harusnya tahu mesti melakukan apa untuk mengembalikan kepercayaan Guardiola dan merebut kembali statusnya sebagai pemain penting City. Kecuali, kalau ia memang ingin pergi dari City. Ke Real Madrid atau Paris Saint-Germain barangkali?