Laga Liverpool vs Spurs Adalah Duel Klopp vs Mourinho

Foto: Twitter @LFC

Ini duel tim paling produktif vs tim dengan pertahanan paling kokoh. Apa yang harus dilakukan Klopp untuk membawa Liverpool menang? Trik apa yang kudu dilakukan Mourinho agar Spurs dapat tiga angka? Kami coba mengulasnya.

Liverpool vs Tottenham Hotspur. Penentuan puncak klasemen Premier League. Ini adalah laga Liverpool vs Tottenham paling prestisius setelah final Liga Champions 2019.

Yang berbeda, kali ini tak ada lagi Mauricio Pochettino di pinggir lapangan. Yang akan memimpin Tottenham adalah seorang Jose Mourinho. Kita akan melihat adu taktik antara Klopp dan Mourinho, dua manajer paling menonjol di Premier League musim ini.

Baik Klopp atau Morinho saat ini sama-sama bisa membawa klub asuhannya mengemas 25 poin dalam 12 pertandingan. Yang membedakan keduanya adalah jumlah gol dan jumlah kebobolan. Klopp dan Liverpool unggul dalam perolehan gol dengan angka 27 berbanding 24. Sementara Tottenham-nya Mourinho lebih baik pada catatan kebobolan karena gawang mereka baru dibobol 10 kali, berbanding 18 milik lawannya.

Statistik gol itu menunjukkan bahwa laga kali ini akan menjadi duel antara tim paling subur vs tim paling sulit dibobol. Benar-benar laga Klopp vs Mourinho. Lantas, dengan situasi sama-sama menonjol seperti ini, siapa yang akan memenangi pertandingan? Mari kita lihat kelebihan dan kekurangan masing-masing tim saat ini.

Foto: @TheSpursLab

Liverpool Timpang, tetapi Punya Kesempatan

Sulit memprediksi formasi Liverpool ketika Diogo Jota dalam kondisi bugar. Namun, ketika pemain asal Portugal itu cedera seperti sekarang, otomatis Klopp akan kembali pada formasi dasar 4-3-3 andalannya. Susunan pemain pun tak akan jauh berbeda dengan susunan pemain saat menghadapi Fulham akhir pekan lalu.

Perbedaan mungkin hanya ada pada susunan gelandang yang mana Naby Keita mungkin akan menggantikan Curtis Jones jika dalam kondisi fit. Pun Joel Matip bisa digantikan oleh Nathaniel Phillips jika pemain berpaspor Kamerun itu belum bugar 100%.

Skuad Liverpool memang sedang terbatas seiring badai cedera yang menerpa mereka. Kondisi ini jelas sebuah masalah. Laga melawan Fulham sudah menunjukkan itu. Pada laga yang berakhir dengan skor 1-1 itu, Liverpool cuma berhasil mencatatkan 1,78 expected goals (xG).

Sekadar catatan saja, angka 1,78 itu dicatat Liverpool setelah mereka mendapatkan penalti. Mau tahu berapa xG Liverpool pada babak pertama saat penalti belum tercipta? 0,52. Ya, 0,52. Liverpool tak bisa menghasilkan peluang yang berkualitas. Bahkan angka itu lebih inferior dari Fulham yang mencatatkan 0,89 pada periode yang sama.

Liverpool kesulitan setiap kali bertemu dengan lawan yang menerapkan garis pertahanan rendah. Mereka tak mampu membongkar pertahanan lawan untuk menciptakan peluang yang berbahaya. Belum lagi jika sudah menghadapi lawan yang punya tipe begini, Liverpool akan mudah kehilangan bola.

Liverpool mencatatkan 27 kali kehilangan penguasaan bola di laga melawan Fulham. Pada pekan sebelumnya saat menang 4-0 atas Wolves, mereka cuma kehilangan bola 18 kali. Masalahnya, Tottenham yang akan dihadapi Liverpool adalah tim yang juga punya garis pertahanan rendah.

Tottenham bisa bertahan dengan 9 atau bahkan 10 pemain (non-kiper) di area lapangan mereka. Lawan akan kesulitan masuk dan membongkar pertahanan mereka. Itulah sebabnya Harry Kane cs. jadi tim dengan catatan kebobolan dari dalam kotak penalti paling sedikit di Premier League. Sejauh ini, mereka hanya kebobolan 9 gol dari dalam kotak penalti. Bandingkan dengan Liverpool yang punya catatan 16.

Jika merujuk catatan musim ini, salah satu cara yang bisa dilakukan Klopp untuk mengatasi Tottenham adalah dengan bermain menunggu. Ya, menunggu. Serahkan penguasaan bola pada Tottenham, baru kemudian mencurinya dan melancarkan serangan balik. Sebab di musim ini Spurs kehilangan angka hanya ketika mereka sedang unggul penguasaan bola saja.

Spurs sering ceroboh ketika sedang dalam mode attack. Foto: Youtube Everton

Saat kalah 0-1 dari Everton di awal-awal musim, Totenham unggul penguasaan bola. Saat imbang vs West Ham, vs Newcastle United, dan vs Crystal Palace pun situasinya sama: Tottenham mendominasi penguasaan bola. Menguasai bola tentu saja bukan template taktiknya Mourinho, dan karena itu mereka kesulitan menang jika berada dalam situasi seperti ini.

Ini juga karena para pemain depan Totttenham seperti Kane atau Son Heung-Min adalah tipe pemain yang lebih berbahaya jika punya banyak ruang. Ketika ruang mereka tertutup saat menghadapi tim yang bermain menunggu, gol dan assist pun mampat. Laga melawan Newcastle bisa jadi contoh. Saat itu Son cuma melepaskan 2 tembakan dengan masing-masing xG-nya hanya 0,03 dan 0,04.

Selain itu, Liverpool tentu tak ingin kejadian melawan Aston Villa terulang ketika ruang-ruang di pertahanan mereka berhasil dieksploitasi oleh pemain-pemain depan Villa yang cepat. Pemain-pemain depan Tottenham jelas lebih berbahaya dari Villa dan sama saja bunuh diri jika memberikan ruang pada mereka.

Villa memaksimalkan garis pertahanan Liverpool. Foto: Youtube Aston Villa

Liverpool sedang tak punya Jota yang bisa dimaksilkan sebagai alternatif serangan untuk membongkar pertahanan lawan. Jadi, bermain agak menunggu bisa jadi opsi Klopp meski jika melihat dari statistik, bermain menunggu itu bukan Klopp banget. Musim ini mereka mencatatkan 58,4% penguasaan bola per laga dan catatan itu adalah nomor dua terbaik di Premier League.

Namun, menghadapi timnya Mourinho yang kesulitan ketika diberi penguasaan bola, bermain menunggu bisa jadi opsi yang masuk akal. The Reds sendiri baru satu kali di musim ini lebih inferior dalam hal penguasaan bola dari lawannya, yakni kala menghadapi Manchester City yang berakhir dengan skor 1-1.

Catatan untuk Liverpool ketika bermain lebih menunggu saat melawan Tottenham adalah: Tekanlah Moussa Sissoko dan Pierre-Emile Højbjerg sepanjang pertandingan. Sebab, akan lebih mudah merusak build-up Tottenham ketika dua gelandang itu diganggu. Liverpool beruntung karena mereka punya Roberto Firmino yang andal dalam melakukan tekanan pada holding midfielder lawan. Pun ada para gelandang yang juga siap membantu.

Dengan menunggu, Liverpool bisa mendapat kesempatan untuk menyerang saat pemain di lini pertahanan Tottenham belum menumpuk. Ruang bisa dimanfaatkan Sadio Mane dan Mohamed Salah, terlebih jika full-back lawan sedang berada dalam posisi yang tinggi. Belum lagi bantuan dari Andy Robertson dan Alexander-Arnold yang akan membuat Liverpool tak inferior dalam hal jumlah ketika menyerang via sisi tepi.

Sebab, ketika sedang dalam mode bertahan, Spurs sering melakukan overload di sisi tepi untuk mengunci pemain depan dan full-back lawan. Dengan bermain menunggu, maka Liverpool bisa unggul jumlah pemain (atau paling tidak sama) di sisi tepi saat melancarkan serangan balik.

Spurs sering melakukan overload di tepi saat bertahan. Foto: Youtube Arsenal

Selain menunggu, Liverpool harus bisa memaksimalkan bola-bola mati dalam laga melawan Tottenham ini. Sebab, Tottenham sejauh ini sudah kebobolan 7 gol dari situasi bola mati (termasuk dari tendangan penalti). Angka itu lebih banyak ketimbang jumlah kebobolan mereka dari situasi open play yang cuma dua. Pemain macam Matip bisa dimaksimalkan Liverpool dalam situasi sepak pojok dan Trent Alexander-Arnold bisa memaksimalkan tendangan bebas.

Tottenham Harus Bisa Memaksimalkan Ruang

Sekarang mari kita bahas apa yang bisa Tottenham lakukan untuk memenangi pertandingan ini. Sebenarnya Tottenham punya rumus yang relatif sederhana dalam menaklukkan Liverpool. Mereka hanya perlu memaksimalkan serangan balik seperti biasanya. Apalagi Liverpool akan meninggalkan banyak ruang di lini pertahanan ketika mereka sedang asyik menyerang.

Namun, pertanyaannya adalah: Bagaimana jika Liverpool bermain lebih menunggu dan bertahan lebih dalam seperti yang kami sebutkan di atas? Nah, di sini Mourinho perlu memaksimalkan serangan via sisi tepi.

Kenapa sisi tepi? Alasan pertamanya adalah karena empat pemain belakang Liverpool kerap berada dalam posisi narrow (rapat) ketika dalam mode bertahan. Itu artinya sisi terluar lapangan biasanya akan dikover oleh dua winger yang turun atau para gelandang.

Namun, para gelandang atau winger Liverpool kerap telat turun menutup ruang. Itulah yang kemudian harus bisa dimaksimalkan oleh Mourinho. Tengoklah tangkapan gambar pada laga Liverpool vs West Ham di bawah ini.

Empat pemain belakang Liverpool berdiri di dalam kotak penalti. Lubang menganga kemudian ada di sisi kiri pertahanan mereka karena Mane atau Gini Wijnaldum yang seharusnya mengover area itu masih berada di area tengah. Ruang-ruang inilah yang harus bisa dieksploitasi Tottenham, terutama lewat bantuan dua full-back mereka yang agresif, Sergio Reguilon dan Serge Aurier.

Selain itu, Tottenham bisa memanfaatkan offside trap Liverpool yang mulai kurang efektif. Musim lalu boleh saja Liverpool jadi tim dengan catatan terbaik dalam urusan menjebak lawan ke posisi offside, tetapi sejak Virgil van Dijk cedera, tak ada sosok yang bisa mengorganisasikan garis pertahanan Liverpool dengan baik.

Tengoklah bagaimana gol Fulham ke gawang Liverpool akhir pekan lalu juga tercipta akibat buruknya organisasi pertahanan Matip dkk. dalam menerapkan jebakan offside. Ruang-ruang di belakang garis pertahanan mereka bisa dimaksimalkan lewat pergerakan dinamis Son atau Kane.

offside trap Liverpool jelek. Foto: Youtube Fulham

Di sini, peran Giovanni Lo Celso sebagai sosok yang mampu melepaskan umpan-umpan terobosan juga bisa dimaksimalkan. Kebetulan Lo Celso punya catatan 1,67 umpan kunci per pertandingan. Belum lagi "Bunga Lili Putih" juga punya catatan bagus di mana musim ini mereka cuma punya catatan 1,1 offside per laga dan itu catatan terbaik ketiga di Premier League.

Dalam hal mencari cara agar tak kebobolan dari Liverpool yang tajam, Tottenham dapat melakukan apa yang mereka terapkan saat menghadapi City: membuat full-back mereka bermain disiplin dan menugaskan pemain sayap turun guna meng-overload sisi tepi. Ini dikarenakan Liverpool dan City sama-sama menugaskan dua full-back-nya untuk gencar melakukan serangan.

Jika Robertson dan Alexander-Arnold dimatikan, tugas Tottenham dalam bertahan akan lebih mudah. Sebab, bersama Mohamed Salah, kedua full-back itu adalah pemain dengan catatan expected assist (xA) tertinggi di kubu Liverpool. Robertson mencatatkan 2,35 xA, sedangkan Alexander-Arnold punya catatan 1,72.

***

Kedua kesebelasan sama-sama sulit dikalahkan. Itulah mengapa keduanya jadi pemuncak klasemen dan baru satu kali kalah musim ini. Namun, bukan berarti Liverpool atau Spurs tak punya kelemahan. Penjabaran di atas menunjukkan bahwa ada cara untuk meredam kedigdayaan keduanya.

Akan tetapi, Liverpool mungkin akan sedikit diuntungkan oleh faktor eksternal karena mereka akan bermain di Anfield dan disaksikan langsung oleh ribuan pendukungnya. Kita tahu tak ada yang bisa menang di stadion itu dalam beberapa musim terakhir.

Namun, Mourinho punya daya kejut yang luar biasa saat menghadapi tim besar musim ini. City, Arsenal, sampai Manchester United mereka libas. Sementara Chelsea yang terkenal produktif tak mampu menciptakan satu gol pun ke gawang Hugo Lloris.

Mari kita lihat siapa yang lebih bertaji, tim yang paling produktif ataukah tim yang punya pertahanan paling bagus. Kalau menurut Anda, siapa?