Lautaro Martinez, El Toro

Foto: sbonsi - Shutterstock.

Lautaro Martinez, si banteng, meninggalkan Argentina dan berlaga bersama Inter Milan. Dari garda terdepan ia menyeruduk lawan yang hendak merenggut kemenangan dari Inter.

Di Kota Milan, Lautaro Martinez tak perlu menjadi berandalan untuk mendapat tempat utama. Di Inter Milan, ia tak perlu menyeruduk lawan untuk membuat seantero Giuseppe Meazza mengelu-elukan namanya.

Sebagian orang yang membesarkan sepak bola Argentina adalah anak bandel. Diego Maradona adalah contoh teratas. Besar di jalanan, Maradona tumbuh sebagai pesepak bola yang menolak tunduk pada aturan. Bahkan dalam imajinasi dan permainannya, Maradona adalah aturan itu sendiri.

Jauh sebelum Maradona mengobrak-abrik tatanan sepak bola, Argentina memiliki Jose Manuel Moreno. Orang-orang menyebutnya El Charro karena wajahnya lebih mirip orang Meksiko daripada orang asli hulu Buenos Aires.

Argentina mengenang Moreno sebagai legenda dan bajingan, bintang dan pembuat onar. Para suporter River Plate, salah satu klub yang pernah dibelanya, mengelu-elukannya ketika menang dan mencercanya jika kalah. 

Moreno terbiasa menyambut pagi dengan semrawut. Semalaman ia berpesta, mabuk-mabukan, dan bercinta dengan wanita. Lagaknya di lapangan tak perlu ditanya. Ia menendang bola dengan angkuh. Lawan-lawannya menjauh karena mengira yang di hadapan mereka bukan manusia. 

Moreno memperlakukan lapangan bola seperti milonga, tempat orang-orang Argentina menarikan tango. Performanya di lapangan membuat lawan seperti berhadapan dengan jalan buntu. Saking buntunya, mereka sampai berpikir bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan Moreno adalah dengan menjegalnya sampai terjatuh.

Namun, Moreno adalah petarung. Hampir setiap kali ditekel ia akan bangkit sendiri tanpa berguling dan mengerling. Dengan kualitasnya, Moreno mempersembahkan enam gelar juara liga untuk River Plate dan entah berapa banyak trofi lagi. Ia dua kali menjadi juara Copa America bersama Timnas Argentina di pentas internasional.

Moreno menantang nasib dengan menjadi pemain dan pelatih Independiente Medellin di Kolombia pada 1954. Dalam suatu pertandingan pada 1961, Medellin tertinggal dari Boca Juniors-nya Argentina. 

Pemain-pemain Medellin sama sekali tak bisa mendekati gawang lawan. Maka Moreno yang saat itu berumur 45 tahun melepas baju pelatihnya, masuk lapangan, dan mencetak dua gol. Medellin menang 5-2. Kisah yang menandai hari pensiun Moreno itulah yang dipilih Eduardo Galeano ketika menutup ceritanya tentang Moreno.

Sumber foto: Wikipedia

Jauh sebelum keganjilan itu terjadi, petinggi River Plate memintanya untuk berhenti makan ayam sepanci besar dan menghabiskan berbotol-botol anggur merah pada siang hari sebelum pertandingan. Kata mereka, kebiasaan seenak jidat itu bisa merusak nama baik klub.

Moreno berusaha patuh. Selain latihan, ia hanya mengunci diri di kamar dan menahan diri untuk tidak menenggak alkohol dengan minum susu selama sepekan penuh. 

Para pelatih girang bukan kepalang. Dalam kondisi awut-awutan saja Moreno bisa menggebrak, apalagi fit tanpa mabuk-mabukan tak jelas.

Di sepanjang pertandingan, kening para pelatih berkerut. Mata mereka terbelalak tidak percaya pada apa yang mereka lihat: Moreno menampilkan performa terburuk sepanjang hidupnya. Ia seperti ditulah menjadi anak bawang yang tak tahu apa-apa tentang sepak bola. 

Daripada semuanya berantakan, Moreno kembali menjadi diri sendiri. Sehari setelah pertandingan itu, orang-orang melihat Moreno duduk bertopang dagu di bar kesayangannya.

Maka ketika Lionel Messi tak kunjung sanggup mempersembahkan satu gelar juara pun untuk Argentina, orang-orang menuduhnya tak cukup berani untuk menggila seperti Moreno. Messi selalu dimanjakan oleh lingkungan yang mendukung talentanya sehingga tak akan bisa sehebat Maradona.

***

Martinez mendengar kisah-kisah itu sejak kanak hingga angkat kaki ke Inter Milan saat berusia 20 tahun. Di Kota Milan, ia tidak sendirian. Ada Javier Zanetti yang menjaganya. 

Meski sama-sama orang Argentina serupa Moreno dan Maradona, Zanetti bukan pesepak bola bengal. Zanetti ibarat antitesis watak orang-orang Amerika Selatan yang gemar beria-ria mengekspresikan diri. 

Ia tidak glamor. Ketika kawan-kawannya sibuk menghabiskan uang dan bersenang-senang, Zanetti gencar mendorong timnya untuk mendukung perjuangan Zapatista, gerakan revolusioner petani dan buruh di Chiapas, Meksiko.

Dorongan itu tidak bertepuk sebelah tangan. Inter sempat memberikan bantuan pangan, sanitasi air, ambulans, pakaian sepak bola, dan peralatan lainnya. Zanetti juga pernah secara rutin menggunakan uang pribadinya senilai 5.000 euro untuk mendukung Zapatista.

Itu semua terjadi ketika ia sedang tidak menginjak lapangan. Zanetti bukan bek yang grusa-grusu. Permainannya tenang, tetapi menghentak. Kedua kakinya seperti selalu tahu hendak melangkah ke mana. Zanetti tak hanya sanggup menerjemahkan pemahamanannya sebagai full-back, tetapi juga mahir membaca dan memahami ritme.

Pesepak bola seperti itulah yang membawa dan mementori Martinez di Inter. Pada Februari 2018, Martinez yang masih bermain di Racing Club masuk radar Borussia Dortmund dan Inter. Ketika Racing berlaga melawan Huracan, perwakilan Dortmund dan Inter sama-sama hadir. Persaingan Dortmund dan Inter tambah heboh karena di laga itu Martinez mencetak hattrick

Jauh sebelum Dortmund dan Inter menyodorkan penawaran, Atletico Madrid maju membujuk Martinez. Namun, tiba-tiba Diego Milito meminta Martinez menolak tawaran tersebut. Milito, Sang Pangeran Inter, memulai kariernya sebagai Direktur Olahraga Racing setelah pensiun sebagai pemain. 

Martinez akhirnya tahu rasanya diperebutkan. Sebelum di Racing, ia menjalani uji coba di River Plate. Baru 15 menit bermain, ia sudah ditendang. Untunglah Martinez tak menyerah. 

Zanetti juga pernah turun tangan. Ia dan Milito bersahabat, toh, keduanya juga rekan setim di Timnas dan Inter. El Tractor yang kini menjabat sebagai Vice President Inter bertanya apakah mereka punya peluang untuk mendatangkan Martinez. Tidak, itu jawaban Milito.

Penolakan itulah yang membuat Direktur Olahraga Inter, Piero Ausilio, datang ke laga Racing melawan Huracan tadi sambil memohon welas asih Milito.

Musim panas 2018 Inter bernapas lega karena berhasil mendapatkan tanda tangan Martinez. Setahun kemudian, ia dan Romelu Lukaku membentuk duet penyerang mematikan di bawah asuhan Antonio Conte. Hingga kini, separuh gol Inter di Serie 2020/21 dicetak oleh Martinez dan Lukaku.

Sejak masih di Argentina, Martinez punya julukan. Ia dipanggil El Toro, sang banteng. Ini merujuk pada tingkah lakunya di lapangan. Martinez bukan tukang cari sensasi. Duetnya bersama Lukaku mendiamkan ribut-ribut WandaIcardi yang ketidakjelasannya hampir setara dengan Keeping Up with the Kardashians. 

Meski demikian, gerak-gerik Martinez ditakuti. Martinez adalah pemain beringas. Jika tak dapat menghentikan bola, ia akan menghentikan kaki lawan. Sejak masih di Racing, Milito mulai mengkhawatirkan watak ini. Namun, ia tahu bahwa pangkal dari itu semua adalah hasrat memenangi laga.

Martinez disebut pemain barbar karena punya teknik dan kegigihan yang luar biasa. Ketika harus menendang dengan kaki kanan, dia memastikan diri dapat melakukannya dengan baik, begitu juga saat harus memakai kaki kiri.

Kepiawaian Martinez bermain dengan dua kakinya adalah gambaran usaha kerasnya untuk bertahan dalam segala situasi dan kompetisi.

Model permainan itu barangkali adalah imbas ketika ia masih berlaga sebagai seorang bek tengah. Sepak bola pertama Martinez bicara tentang ketergantungannya pada ayahnya. 

Sebagai seorang bek yang juga memimpin tim, sang ayah mewariskan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pertahanan kepada anaknya yang satu ini. 

Pada usia 15 tahun pelatih timnya memutuskan untuk membentuknya sebagai penyerang. Keputusan itu tepat. Toh, sejak di Racing, Martinez dielu-elukan karena ketajamannya yang tanpa ampun. Sepertinya hingga kini Martinez masih memeram pola pikir sebagai seorang pemain bertahan.

Performa Martinez yang menggebu-gebu juga terlihat dari aksi ofensifnya. Ia memang tandem yang pas untuk Lukaku. Meski demikian keduanya tetap punya perbedaan. Dibandingkan dengan Martinez, Lukaku lebih berhati-hati dalam menembak. 

Itu tergambarkan dari rerata tembakan per laganya pada Serie A 2019/20 dan 2020/21 yang mencapai 2,98 dan 3,36. Sementara, dalam konteks yang sama, Martinez membukukan 4,52 dan 4,02 rerata tembakan per laga. Dalam kedua kompetisi itu pula, jumlah gol Lukaku lebih tinggi daripada Martinez.

Selama terkendali, watak itu bisa menguntungkan Inter. Toh, ketika Inter menghajar AC Milan 3-0, Martinez menunjukkan kualitasnya. Ia mampu memanfaatkan keunggulan Lukaku dan Ivan Perisic dalam mencuri perhatian lawan. Dengan cara itu, Martinez berhasil mencetak brace.

Selain itu, mengutip StatsBomb, Martinez merupakan pemain yang mampu memimpin pertahanan tinggi Inter. Bahkan kebanyakan aksi defensif suksesnya dibuat saat berjarak sekitar 65 meter dari gawang. 

Lautaro juga memiliki kekuatan tubuh bagian bawah yang sangat baik, terutama ketika ia menginjakkan kakinya secara kokoh saat bertarung dengan punggung menghadap ke gawang. Dengan begitu, peluangnya untuk memenangi pelanggaran juga besar.

***

Tabiat yang meledak-ledak sempat membuat publik meragukan keputusan Inter untuk mendatangkan Martinez. Mereka pikir, Martinez terlalu muda. Mereka menyangka, Martinez belum pantas untuk berlaga di Eropa.

Namun, Martinez juga yang menjawab bahwa berkompetisi di level Eropa bukan perkara sulit selama kau menolak menjadi lembek di hadapan lawan-lawanmu. Caranya menjawab bahkan sampai membuat Lionel Messi turun tangan untuk merayunya ke Barcelona.

Inter lalu menjadi rumah yang aman bagi Martinez. Di sana, ia punya Zanetti yang selalu memberikan kedua telinganya setiap kali Martinez ingin berbicara. Jika Zanetti mau repot-repot mengurus kepindahannya, membantunya belajar bahasa, dan memastikan ia baik-baik saja di dalam dan luar lapangan, tak mungkin Zanetti bakal berdiam diri ketika langkah Martinez mulai tersendat.

Ada pula Milito yang mengawasinya dari Argentina. Jika melihat si Banteng mulai menyeruduk sembarangan dan tak lagi berbahagia, Milito tahu persis siapa yang dihubunginya saat itu juga.