Lazio vs Inter Milan: Duel Sarat Emosi

Foto: @Lazio_Land

Mampukah Inter menaklukkan Lazio? Atau justru sebaliknya, Inzaghi dipaksa tunduk di hadapan mantan terindahnya.

Simone Inzaghi pulang ke Olimpico. Situasinya kali ini berbeda. Ia tak lagi menjadi bagian dari Lazio, melainkan sebagai lawan. Lima tahun pengabdiannya sebagai pelatih memberi banyak bekas: Sepasang titel Super Coppa Italia dan satu trofi Coppa Italia. Hanya Sven-Goeran Eriksson yang bisa melebihinya sebagai allenatore Lazio tersukses.

Sementara pada periode pemungkasnya, Inzaghi mengantar Lazio fase grup Liga Champions. Itu menjadi pencapaian terbaik mereka dalam dua dekade terakhir. Para personel Lazio belum lupa betul akan dedikasi Inzaghi. Sergej Milinkovic-Savic salah satunya. Menurutnya, bertarung dengan sang mantan allenatore itu akan terasa awkward.

“Bakal aneh bermain melawan Inzaghi. Kami telah bekerja sama selama lima tahun, tetapi sekarang dia akan tiba di Roma sebagai lawan,” kata pemain Serbia itu kepada Match Programme.

Masuk akal, di era Inzaghi-lah Milinkovic-Savic mencapai bentuk terbaiknya. Pun demikian dengan Ciro Immobile, Francesco Acerbi, dan Luis Alberto. Itulah mengapa duel ini menjadi sarat emosi.

Inzaghi juga sama. Nyaris setengah hidupnya ia habiskan bersama Lazio, menjadi penggawa Biancocelesti sejak 1999 kemudian menduduki kursi pelatih pada 2016.

“Aku tahu akan ada ejekan dan tepuk tangan. Namun, itu bagian dari pekerjaan. Aku akan menerimanya karena mereka tahu bahwa aku selalu memberikan segalanya,” ucap Inzaghi.

---

Lazio sedang berada dalam kondisi yang tak mengenakkan, cuma dua kemenangan yang mereka petik selama 7 pertandingan terakhir. Pasukan Maurizio Sarri itu bahkan keok tiga gol tanpa balas dari Bologna di giornata ketujuh.

Ketiadaan Immobile penyebabnya. Tanpa sang bomber, Lazio menjadi linglung. Mereka lebih banyak berputar-putar dengan bola dan mengandalkan tembakan spekulatif. Tercatat hanya dua big chance yang mereka buat. Namun, Vedat Muriqi tak selevel dengan Immobile soal penyelesaian akhir. Sepasang peluangnya itu kandas. 

Sarri bisa sedikit tersenyum setelah Immobile fit dan kembali bergabung di kamp pelatihan. Di lain sisi, suspensi Acerbi membuatnya pusing setengah mati. Bukan rahasia lagi bahwa bek 33 tahun itu menjadi pondasi lini belakang Lazio. Rata-rata intersepnya di Serie A menyentuh 1,9 per laga atau tertinggi dibanding pemain lainnya.

Permasalahannya tak sampai di sana. Kehilangan Acerbi sama halnya dengan kehilangan distributor utama lini pertama. Di Lazio, Sarri memfungsikannya sebagai penyalur bola dari barisan belakang, serupa dengan Kalidou Koulibaly sewaktu di Napoli dan Antonio Ruediger di Chelsea, menjadi riskan karena Patric yang kemungkinan menjadi alternatif Acerbi. Jebolan La Masia itu bukan bek tengah alami. Baru dua kali pula ia menjadi starter di musim ini.

Namun, bukan berarti Lazio nihil eskalasi. Mereka perlahan bisa melunturkan ketergantungan kepada Immobile. Lima gol terakhir mereka lahir dari 4 pemain berbeda. Adalah Pedro Rodriguez yang paling menonjol lewat sepasang golnya, termasuk lesakannya di Derby della Capitale.

Pedro punya kans untuk kembali berpendar. Pergerakannya dari sisi tepi bisa menjadi ancaman untuk pertahanan Inter, terlebih dengan garis pertahanan tinggi yang diaplikasi Inzaghi. 

Sarri juga bisa mengandalkan Alberto sebagai secondline. Kreativitas serta kejeliannya dalam memanfaatkan ruang berpotensi merepotkan para pemain Inter. Pun dengan keunggulannya dalam melepaskan tendangan dari luar kotak penalti.

FYI, metode semacam ini terbukti manjur untuk melumpuhkan pertahanan Inter sebagaimana yang dilakukan Atalanta di pekan keenam. Sepasang gol mereka lahir via sepakan jarak jauh.

Sementara itu divisi defensif Inter memang tak bisa dibilang mengesankan. Mereka baru mengukir satu nirbobol. Bila ditotal, sudah 8 gol yang masuk ke gawang Samir Handanovic. Dua di antaranya berawal dari set-piece

Namun, soal produktivitas, jangan ditanya. Inter menjadi yang paling subur di Serie A. Rata-rata gol per laga mereka menyentuh angka 3,14. Perseberan gol Inter juga luas. Sudah 11 pemain yang berhasil mencetak gol sejauh ini. Paling mencolok, ya, Edin Dzeko. 

Eks Manchester City ini bertengger sebagai topskorer sementara (bersama Immobile) lewat 6 gol. Apa yang membuatnya spesial adalah soal finishing. Understat mencatat, xG Dzeko surplus 2,5. Jumlah itu menjadi yang terbaik di Serie A.

Inter bisa memaksimalkan agresivitas Dzeko nanti. Spesifiknya lagi, soal duel udara. Pasalnya, Lazio cenderung lemah dalam mengantisipasi duel udara di area penalti. Mereka selalu kebobolan via gol sundulan kepala selama empat laga beruntun. Celaka bagi Lazio, Inter juga punya Milan Skirniar yang jago soal duel udara. Produktivitasnya juga mengesankan karena sukses mengemas 2 gol sampai sekarang. 

Satu lagi proses penciptaan gol yang mungkin direalisasikan Inter: Serangan balik. Alasan pertama, karena Lazio menjadi tim yang rentan dalam meladeni counter attack. Bersama Roma, mereka menjadi tim Serie A yang paling sering kemasukan lewat metode tersebut. Kedua, karena Inter punya spek mumpuni dalam membalikkan serangan.

Setali tiga uang dengan Antonio Conte, Inzaghi cukup intens dalam melancarkan skema direct. Selain dari kecepatan wing-back serta kedinamisan para gelandang, Inzaghi juga menggunakan Dzeko sebagai tower. Fungsinya untuk memantulkan bola yang kemudian disebarkan kepada Lautaro Martinez atau Hakan Calhanoglu sebagai gelandang ofensif.

Rekam pertemuan menunjukkan Inter lebih superior ketimbang Lazio. Mereka memetik tiga kemenangan dalam lima lawatan kandang termutakhir. Sementara Lazio, cuma menang sekali dan satu pertandingan sisanya berakhir imbang.

So, menarik untuk menanti duel Lazio versus Inter nanti. “Elang Biru” sebagai pemenangnya atau malah sebaliknya, tunduk di hadapan mantan terindahnya.