Lionel Messi yang Mulai (Mencoba) Jadi Bijak

Foto: Twitter @FCBarcelona

Gol dan Lionel Messi adalah dua hal yang tak terpisahkan. Namun, dasar Messi, ia bisa ditempatkan dan menjalani peran apa pun di lini depan.

Gol dan Lionel Messi adalah dua hal yang tak terpisahkan. Sejak debutnya bersama Barcelona di La Liga pada 16 Oktober 2004, gol demi gol lahir dari kaki dan kepalanya. Bahkan, ia menjadi pencetak gol terbanyak buat Barcelona sejauh ini dengan torehan 630 gol. Namun, musim 2020/21 jadi sedikit berbeda untuk Messi.

Musim ini Messi memang masih menyumbangkan gol buat Barcelona. Dalam 7 laga bersama Blaugrana di semua ajang, sosok asal Argentina itu sudah menyumbangkan 3 gol. Akan tetapi, yang harus jadi perhatian adalah semua gol Messi ini tidak lahir dari skema open play.

Tiga gol tersebut merupakan hasil dari sepakan penalti, dengan rincian satu gol di La Liga ke gawang Villarreal, serta dua gol di Liga Champions ke gawang Ferencvaros dan Juventus. Situasi ini tentu jadi sesuatu yang unik buat Barcelona.

Apalagi, per Whoscored, catatan aksi menyerang Messi cukup impresif. Ia memiliki rataan tembakan ke gawang per laga tertinggi di Barcelona sejauh ini, yakni 3,6 kali (di ajang La Liga) dan 5,5 kali (di ajang Liga Champions). Angka xG (expected goals) Messi juga jadi yang tertinggi di tim, yakni 3,34.

Lalu, apa yang membuat Messi kesulitan mencetak gol dari skema open play sejauh ini? Apakah ia memang sudah habis?

Koeman Masih Bingung

Pada awal musim 2020/21, Messi sempat bikin geger. Ia berniat hengkang dari Barcelona. Situasi manajemen klub yang tidak harmonis—enam anggota direksi klub mundur karena tidak puas dengan kinerja Presiden Barcelona, Josep Maria Bartomeu—serta kepergian Luis Suarez ke Atletico Madrid, jadi beberapa pemicunya.

Selain itu, pelatih baru Barcelona, Ronald Koeman, mengisyaratkan bahwa ia tidak akan mengistimewakan Messi laiknya pelatih-pelatih Barcelona sebelumnya. Ia akan memperlakukan Messi seperti pemain Barcelona yang lain. Hal itu sempat membuat Messi gamang meneruskan kariernya di Camp Nou.

Namun, Messi melunak. Melalui negosiasi yang alot—bahkan pihak La Liga sampai turut berkomentar--Messi memutuskan untuk bertahan. Ia mau menjadi bagian dari skuat Ronald Koeman. Nah, di sinilah tantangan baru buat Messi dimulai.

Messi adalah pemain fleksibel. Ia bisa ditempatkan dan menjalani peran apa pun di lini depan. Namun, sejatinya ia lekat dengan peran false nine. Peran yang pertama kali didapat semasa kepelatihan Pep Guardiola ini mampu diembannya dengan baik. 

Messi diberikan kebebasan berkreasi di lini depan. Hal inilah yang coba diterapkan juga oleh Koeman. Ia kerap menempatkan Messi sebagai ujung tombak dalam skema dasar 4-2-3-1. Peran yang diberikan padanya juga masih sama, yakni sebagai false nine. Ia didaulat untuk membongkar dan mengacaukan pertahanan lawan.

Akan tetapi, yang terjadi justru jauh dari harapan. Messi memang bisa mencetak gol lewat penalti. Rataan dribel per laganya juga masih tinggi, yakni 2,8 kali di La Liga (tertinggi kedua setelah Sergino Dest) dan 7 kali di Liga Champions (tertinggi di antara pemain lain). Namun, gol skema open play seakan menjauh darinya.

Kondisi itu didasari beberapa faktor. Peran false nine membutuhkan pemain dengan pace yang baik serta stamina apik. Koeman mungkin lupa bahwa usia Messi sudah 33 tahun. Pace yang ia miliki sudah tidak lagi setajam dan semenggila 10 tahun lalu. Messi, seiring bertambahnya usia, mulai melambat.

Selain itu, Messi tidak ditopang oleh pemain-pemain yang mumpuni. Ia pernah ditopang oleh gelandang macam Xavi maupun Andres Iniesta, serta didukung oleh penyerang seperti Thierry Henry maupun David Villa. Pada musim 2014/15, ia pernah menggila bersama Suarez dan Neymar.

Sekarang Messi harus beradaptasi dengan para pemain lain di lini depan Barcelona, seperti Antoine Griezmann, Ousmane Dembele, Ansu Fati, dan Philippe Coutinho. Tanpa mengecilkan kualitas mereka, keempat pemain ini belum mampu seirama dengan Messi.

Karena dinilai tidak mampu mengemban peran false nine dengan apik, Messi kerap berpindah posisi. Pada laga lawan Getafe, Koeman menempatkannya sebagai winger kanan. Dalam El Clasico serta laga lawan Juventus di Liga Champions, Messi ditempatkan di posisi no. 10.

Koeman berpendapat bahwa posisi no. 10 adalah posisi yang cocok untuk Messi. Namun seluruh eksperimen itu justsru memberikan gambaran bahwa Koeman masih kebingungan untuk memaksimalkan kemampuan Messi.

Messi yang Mulai Tidak Tertarik Lagi dengan Gol?

Dalam sebuah wawancara dengan La Liga on DAZN yang dikutip Goal International, Messi menyebut bahwa ketertarikannya mencetak gol sudah tidak seperti dulu. Ia tengah menikmati peran sebagai kreator dan lebih berfokus kepada permainan, bukan kepada gol.

“Saya semakin jarang memikirkan tentang gol. Saya sekarang lebih berpikir bagaimana caranya menjadi kreator gol daripada menjadi pencetak gol itu sendiri,” ujar Messi.

“Tentu saya senang saat saya mencetak gol. Jika ada kesempatan, saya akan melakukannya. Namun, saat ini, setiap kali akan bertanding, saya tidak lagi terlalu fokus pada gol. Saya lebih fokus pada pertandingan. Saya tidak terobsesi lagi oleh gol.”

“Saya paham bahwa orang akan membicarakan saya saat saya tidak mencetak gol lagi. Namun, itu adalah bagian dari pertandingan, bagian dari perkembangan saya sebagai pemain, agar saya bisa jadi pemain yang dapat berkontribusi maksimal buat tim,” lanjutnya.

Apa yang diucapkan Messi tidak salah. MengutipWhoscored, musim ini Messi mulai akrab dengan umpan kunci. Rataan umpan kunci per laganya jadi yang tertinggi di tim, yakni 1,4 kali di La Liga, dan 4,5 kali di Liga Champions. Messi juga sudah menorehkan 4 assist di semua ajang musim ini.

Selain itu, Messi lebih banyak beroperasi di lini kedua daripada kotak penalti. Dalam El Clasico, pemain asal Argentina itu banyak bergerak mundur ke tengah daripada menusuk ke kotak penalti. Dari sini, tampak bahwa Messi memang lebih memilih menjadi kreator daripada finisher.

Heatmap Messi di laga El Clasico. Sumber: Whoscored

Dengan keinginan mencetak gol yang sudah menurun—merujuk pada ucapan Messi sendiri--tak heran jika Messi tidak lagi rutin mencetak gol dari skema open play. Namun, hal ini bisa jadi sisi positif, bahwa saat ini Messi memilih untuk membantu rekannya dalam mencetak gol daripada mementingkan egonya sendiri.

***

Dalam manga dan anime Slam Dunk, Akira Sendoh sempat disebut-sebut sebagai mesin pencetak poin SMA Ryonan. Di tahun pertamanya bersama tim asal Kanagawa itu, Sendoh bahkan pernah mencetak 47 poin dalam satu pertandingan.

Namun, memasuki tahun keduanya bersama Ryonan, Sendoh berubah. Ia mulai belajar seni mengumpan dan akhirnya tumbuh menjadi seorang point forward. Di tengah kemampuan mencetak poinnya yang tetap tinggi, ia mampu berkontribusi dengan menjadi otak permainan SMA Ryonan.

Akira Sendoh pada manga karangan Takehiko Inoue, 'Slam Dunk'.

Hal serupa juga tengah terjadi pada Messi. Memang, gol dari skema open play belum hadir karena ia masih harus beradaptasi dengan rekannya yang lain. Meski begitu, kemampuan mencetak gol Messi tentu masih ada, dan ia bisa saja meledak sewaktu-waktu.

Namun, Messi agaknya juga sedang menikmati perannya sebagai distributor dan kreator. Ia sadar bahwa dalam sebuah laga, kontribusi bisa diberikan lewat banyak hal, bukan cuma gol semata. Ada umpan yang juga dapat menjadi jalan bagi rekannya yang lain buat mencetak gol.

Yah, pada akhirnya, Messi tengah mencoba untuk menjadi bijak. Wajar sih, wong, dia sudah 33 tahun, kok.