Liverpool yang Pincang vs Arsenal yang Terbang

Ilustrasi: Arif Utama.

Kondisi Liverpool yang sedang pincang karena cedera membuat laga Arsenal tak akan seperti biasanya, terlebih pasukan Mikel Arteta juga berada dalam tren positif.

Jika saja kondisi skuad sehat 100%, Liverpool di atas kertas lebih unggul atas Arsenal. Namun, kenyataannya tidak demikian. Skuad Liverpool sedang compang-camping. Tentu saja penyebabnya adalah cedera.

Roberto Firmino, Joe Gomez, Curtis Jones, Naby Keita, James Milner, dan Harvey Elliott dipastikan absen. Sementara Jordan Henderson, Divock Origi, dan Andrew Robertson sama-sama diragukan tampil. Ketiganya mengalami cedera pada jeda internasional lalu dan dalam konferensi pers jelang laga, Juergen Klopp bilang bahwa keputusan menurunkan mereka akan dilihat jelang laga berlangsung. Kemungkinannya tak besar.

Sembilan pemain absen, Liverpool jelas tak sekuat biasanya. Dalam dua laga terakhir di Premier League sejak dihantam badai cedera, The Reds juga tak pernah menang. Mereka ditahan Brighton dan yang teranyar takluk dari West Ham. Menghadapi Arsenal, nasib mereka bisa jadi seperti itu juga.

Sebab, seperti yang kita tahu, Arsenal sedang berada dalam tren yang begitu positif. Mereka melalui delapan laga Premier League terakhir tanpa pernah menelan kekalahan. Dari periode yang sama, pasukan Mikel Arteta juga nirbobol sebanyak lima kali. Membuktikan peningkatan kualitas mereka setelah keok tiga kali beruntun di tiga laga awal.

Dengan kondisi seperti ini, laga jadi lebih sulit ditebak. Sebab, Liverpool tak akan seleluasa saat menghadapi, katakanlah, Manchester United. Dan Arsenal pun harusnya tak akan mudah takluk seperti saat menghadapi Chelsea atau Manchester City. Idealnya, ini jadi duel seimbang.

Namun, ada beberapa catatan yang menunjukkan bahwa kedua tim bisa mengeksploitasi kelemahan lawannya untuk bisa meraup kemenangan. Sebab, kedua tim musim ini jelas bukan tim yang sempurna.

Liverpool Harus Kejar Gol Cepat

Jika kembali ke kondisi mengejar ketertinggalan seperti vs West Ham lalu, laga akan jadi lebih sulit buat Liverpool. Karenanya, cara ideal bagi mereka untuk bisa meraup tiga poin dari laga ini adalah dengan mencetak gol cepat, seperti saat menghadapi Manchester United atau Atletico Madrid.

Arsenal memang tengah sulit dibobol, tetapi ada yang orang-orang lupa: Dari delapan laga tanpa kekalahan itu, Arsenal tak pernah menghadapi tim yang punya kualitas bagus soal urusan mendapat peluang via open play. Dari delapan lawan yang dihadapi Arsenal, semua di luar posisi enam besar dalam klasemen angka ekspektasi gol (xG) via open play (xG yang berasal dari set-piece atau penalti tak dihitung).

Lawan yang paling mending adalah Leicester yang mencatatkan 11 xG via open play. Sementara tujuh tim sisanya tak ada yang bisa mencatatkan xG via open play lebih dari 11. Norwich, Burnley, dan Tottenham bahkan tak mencatat xG via open play lebih dari 8. Ini artinya, dalam delapan laga itu, Arsenal belum pernah menghadapi tim yang pandai menciptakan peluang berkualitas via open play.

Dan kebetulan, Liverpool adalah yang terbaik soal ini. xG via open play mereka mencapai angka 21. Dari angka 21 itu, Liverpool kemudian mencetak 24 gol. Menciptakan peluang via open play bisa, menyelesaikannya apalagi. Karena itu, membobol gawang Arsenal harusnya bukan perkara sulit.

Lantas, bagaimana caranya, terutama jika kondisi skuad sedang tak 100%? Well, cara pertama adalah dengan memanfaatkan pressing intens. Para pemain depan harus rajin mengganggu build-up Arsenal untuk merebut bola sedini mungkin dan kemudian melancarkan serangan cepat.

Arsenal kebetulan mudah panik jika menghadapi situasi ini. Tengok saja gol pertama Crystal Palace di Emirates Stadium. Saat itu, Benteke berhasil mencetak gol usai Jordan Ayew melakukan pressing sukses terhadap Thomas Partey di area pertahanan Arsenal. Bola terebut, serangan cepat, gol. Liverpool harusnya bisa mengulangi ini.

Pressing ketat ini mengawali gol Palace.

Memang Liverpool akan tanpa Roberto Firmino-tukang pressing di lini depan mereka, tetapi Mohamed Salah, Diogo Jota, dan Sadio Mane pun masih cukup bisa diandalkan untuk melancarkan tekanan intens dan cepat. Di sini bantuan dari gelandang seperti Thiago atau Alex Oxlade-Chamberlain juga akan berpengaruh besar.

Selain pressing intens pada build-up Arsenal, Liverpool juga kudu memfokuskan serangan mereka via sisi kanan. Ini bukan saja karena pemain paling kreatif (Trent Alexander-Arnold) dan pemain paling tajam (Salah) Liverpool ada di sana. Namun, ini juga karena sisi kiri Arsenal adalah sisi yang paling mudah dieksploitasi.

Jika Anda memerhatikan Arsenal, Anda pasti sadar. Jika tidak, gol Aston Villa dan gol kedua Palace bisa jadi bukti. Di laga vs Villa, Arsenal kebobolan usai lawan memulai serangan via half-space kiri. Sementara di laga vs Palace, sisi kiri mereka kosong dan karena itu Osonne Edouard punya keleluasaan untuk menembak. Ia hanya dikawal satu pemain.

Sisi kiri pertahanan Arsenal hanya menyisakan Ben White di situasi ini.
Half-space kiri Arsenal jadi awal mula gol Aston Villa.

Melihat arah serangan Liverpool musim ini memang lebih intens via sisi kanan (persentasenya 40%) dan gol-gol mereka banyak tercipta via sisi itu, seharusnya mengulangi apa yang pemain Villa dan Palace lakukan bukan hal sulit. Terlebih Alexander-Arnold sedang berapi-api, ia mencetak hat-trick assist di jeda internasional lalu.

Untuk Arsenal: Manfaatkan Serangan Balik

Laga vs Brighton dan vs West Ham menunjukkan borok Liverpool: Bahwa mereka begitu buruk dalam urusan transisi dari menyerang ke bertahan di musim ini. Mereka terlalu rentan ketika menghadapi serangan balik, terutama serangan balik cepat. 

Arsenal memang piawai dalam urusan ini. Kita bisa menyaksikan ulang laga Arsenal vs Tottenham, vs Aston Villa, atau vs Leicester City untuk melihat bahwa transisi dari bertahan ke menyerang milik The Gunners begitu mematikan. Umpan satu sentuhan, pergerakan tanpa bola, kecepatan pemain, dan penyelesaian akhir semuanya apik. Biasanya Emile Smith Rowe serta Bukayo Saka yang jadi aktor.

Awal situasi serangan cepat Arsenal.
Bola bisa sampai ke depan dengan sangat cepat.

Penggunaan pola 4-4-2 atau 4-4-1-1 oleh Arteta belakangan ini juga salah satunya untuk mengakomodasi urusan transisi positif ini. Sebab, Alexandre Lacazette yang jadi penyerang kedua diberi dua tugas: Jadi pemantul dan pembuka ruang buat pemain lain, serta jadi pemain pendukung buat para sayap (Smith Rowe dan Saka) yang sedang membawa bola.

Statistik juga membuktikan bahwa Arsenal, sejauh ini, sudah mencetak dua gol via serangan balik. Memang Klopp mungkin akan menurunkan Ibrahima Konate--yang lebih punya kecepatan dibanding Joel Matip--untuk mengantisipasi ini. Namun, bukan tak mungkin bahwa Arsenal punya kesempatan untuk menciptakan gol.

Jika Buntu, Set-piece Bisa Jadi Solusi

Liverpool dan Arsenal punya kesamaan musim ini. Mereka sama-sama jadi tim nomor satu soal menciptakan gol via set-piece di Premier League. Total golnya enam. Ini artinya, jika pertandingan berjalan alot dan kedua tim menemui kebuntuan untuk menciptakan gol via open play, set-piece bisa jadi solusi.

Untuk Liverpool, tendangan bebas (langsung) seperti di laga vs West Ham bisa mereka manfaatkan. Alexander-Arnold adalah algojo yang baik. Mereka juga bisa kembali memanfaatkan sepak pojok, karena sepertinya Kostas Tsimikas yang punya sepak pojok ciamik itu akan tampil sejak menit awal. xG via set-piece Liverpool musim ini juga cukup tinggi, 4,7.

Bagi Arsenal sendiri, jelas sepak pojok adalah kunci. Laga vs Aston Villa atau vs Leicester menunjukkan kemahiran mereka soal ini. Setiap sepak pojok yang dilakukan Arsenal adalah ancaman buat lawan. Usut punya usut, salah satu penyebabnya adalah rekrutan baru Arteta musim ini, seorang pelatih set-piece bernama Nicolas Jover.

Salah satu instruksi Jover adalah untuk membuat Arsenal punya enam sampai tujuh pemain di kotak penalti ketika sepak pojok tiba. Jumlah yang banyak untuk meningkatkan probabilitas. Namun, strukturnya juga menarik. Satu pemain akan berada di depan kiper, tiga pemain di kotak kecil (six yards box), dan satu pemain berdiri dari jarak yang agak jauh dari gawang.

Foto: The Athletic

Eksekutor biasanya akan melepas umpan ke arah dalam (inswinging corner) ketimbang ke arah luar. Dari situ siapa pun diharapkan bisa menyambar dengan sundulan keras. Mengingat Liverpool baru kebobolan dua gol via sepak pojok di laga vs West Ham lalu, besar peluang Arsenal untuk kembali melakukannya.

***

Sejarah memang mencatat bahwa Arsenal amat sulit menang di Anfield. Kali terakhir mereka melakukannya di ajang Premier League adalah pada September 2012. Rekor itu mungkin akan sulit untuk dipecahkan malam ini. Namun, sepertinya, laga tak akan berlangsung timpang seperti lima pertemuan terakhir di tempat yang sama.