Love-Hate Relationship Joaquin dan Real Betis

Foto: Instagram @joaquinarte.

Joaquin bersama Betis mengajarkan bahwa hubungan tak selamanya bisa berjalan mulus.

Tidak ada yang tahu pasti bagaimana seorang pemain disebut sebagai legenda klub. Apakah dari jumlah penampilan bersama klub tersebut? Atau dari sebanyak apa gelar yang pernah diberikan?

Jika hanya melibatkan variabel di atas, akan banyak pemain yang menyandang gelar tersebut. Lantas, bagaimana jika kita memasukkan memori dan pengalaman buruk juga? Mungkin sebutan itu hanya akan diterima segelintir pemain. Salah satunya adalah Joaquin Sanchez di Real Betis.

Joaquin adalah pemain dengan jumlah penampilan terbanyak untuk Betis. Ia pernah memberikan Betis gelar Copa del Rey pada musim 2004/05. Sebagai bentuk kecintaan terhadap Betis, pesta juara bahkan ia rayakan bersamaan dengan resepsi pernikahannya.

Namun, Joaquin juga pernah berselisih dengan Betis. Saat pergi pada musim panas 2006, ia dicap sebagai musuh, baik dari sisi suporter dan mantan presiden, Manuel Ruiz de Lopera. Oleh de Lopera, kepergiannya saat itu dianggap sebagai kerugian finansial.

Demi membantu Betis yang baru saja promosi ke La Liga, ia memutuskan pulang pada 2015. Alasan tersebut juga yang membuatnya rela menerima pemotongan gaji. Pada 2017, ia bahkan merogoh kantong sendiri untuk membantu Betis yang keuangannya sedang goyah.

Per akhir Januari 2021 lalu, ia mencatat penampilan ke-388 bersama Betis dan 566 penampilan di La Liga. Jumlah tersebut menjadikannya sebagai pemain kedua dengan jumlah penampilan terbanyak di bawah Andoni Zubizarreta yang memiliki 622 penampilan.

Jauh sebelum itu, hubungan Joaquin dengan Betis tidak terlalu emosional. Ketika kecil, ia bahkan bercita-cita sebagai sebagai matador. Namun, semua berubah saat ibunya, Ana, menyuruhnya berlatih sepak bola. Ayah Joaquin, Aurelio, kemudian memasukkannya ke tim junior Betis.

Aurelio memilih Betis karena jarak antara rumah mereka dengan markas Betis yang tidak terlalu jauh. Bersama dua saudaranya, Joaquin mulai menghabiskan banyak waktu untuk Betis. Dari sana juga, ia mulai jatuh cinta kepada Los Verdiblancos.

Bakat Joaquin diendus tim utama Betis. Pelatih Carlos Griguol mengajaknya untuk ikut berlatih di tim utama pada musim 1999/00. Kesempatan bermain untuk Joaquin baru tiba pada musim berikutnya saat Fernando Vazquez menahkodai tim.

Foto: Instagram @joaquinarte

Perlahan, Joaquin berubah menjadi anak akademi yang hanya punya mimpi menjadi kunci permainan tim. Peran Joaquin semakin tidak tergantikan saat Lorenzo Serra Ferrer memegang tongkat kepelatihan pada awal musim 2004/05.

Akhir musim tersebut berjalan manis untuk Betis. Mereka finis pada urutan keempat La Liga dan mendapatkan gelar Copa del Rey. Joaquin menjadi aktor utama Betis setelah tidak pernah absen dalam 38 pertandingan La Liga dan bermain selama 120 menit di final Copa del Rey.

Penampilan apik pada musim tersebut membuat Joaquin mulai berpikir untuk hengkang. Real Madrid menjadi klub pertama yang ada di pikirannya. Namun, hingga jendela transfer dibuka, tak ada tawaran resmi yang diajukan.

Tawaran resmi justru datang dari Chelsea. Manajer mereka saat itu, Jose Mourinho, bahkan sudah berada di Spanyol dan tengah bersama de Lopera. Keduanya hanya tinggal menunggu jawaban dari Joaquin untuk menuntaskan proses transfer.

“Saya memilih untuk tidak menemui mereka. Saya tahu bahwa ketika saya datang, maka saya akan berangkat ke Inggris. Orang mungkin berpikir bahwa saya menyesali peluang bermain dan besarnya uang, tapi itu bukan hal yang pertama saat itu,” kata Joaquin.

Joaquin kemudian menghubungi Mourinho beberapa saat setelahnya. Ia meminta maaf karena telah menolak Chelsea. “Mourinho justru berkata, ‘Terima kasih telah jujur kepada saya. Anda orang pertama yang menolak tawaran kami,” kata Joaquin.

Setelah pulang dari Piala Dunia 2006, Joaquin merasa sudah waktunya untuk pindah. Demi mewujudkan keinginannya, ia mengajak chairman Betis, Jose Leon, bertemu. Pertemuan tersebut tidak menemukan kesepakatan: Leon ingin Joaquin bertahan, sementara Joaquin tetap pada pendiriannya.

Alangkah kagetnya ia saat tahu Leon justru memberikan keterangan berbeda soal keinginan Joaquin untuk bertahan di Betis kepada beberapa media. “Bisa-bisanya ia membuat keterangan berbeda. Padahal, saya berbicara soal itu (keinginan pindah) di depan wajahnya,” ujar Joaquin.

Madrid benar-benar memberikan tawaran resmi untuk Joaquin saat itu. Namun, tawaran tersebut langsung ditolak oleh de Lopera karena nominalnya terlalu kecil. Datanglah Valencia, dengan tawaran senilai 18 juta euro ditambah Mario Regueiro.

Saat Joaquin, Betis, dan Valencia menemukan kata sepakat, Regueiro justru menjadi dalang kegagalan. Ia menolak bergabung Betis karena gaji yang akan diterima di Betis jauh di bawah yang diterimanya bersama El Che.

Beberapa saat kemudian, giliran de Lopera yang meradang. Ia bukan hanya marah karena gagal mendapatkan uang, tapi juga kesal karena Joaquin mendapatkan sekian persen dari biaya transfer yang dikeluarkan oleh Valencia.

De Lopera menggunakan salah satu klausul dalam kontrak Joaquin yang menyebutkan bahwa ia dapat dipinjamkan ke mana saja dan Albacete-lah yang dipilih oleh de Lopera. Jika klausul tersebut tidak dipenuhi dalam 24 jam, Joaquin akan menerima denda, yang jumlahnya tergantung keinginan de Lopera.

Joaquin tak mau kalah licik. Ia berangkat ke markas Albacete pada pagi buta agar dapat berfoto dengan tim operasional klub. “Di sana, saya bercerita bahwa saya tengah menjalani hukuman. Mereka semua tertawa dan malah memberikan saya makanan karena tahu saya belum sempat sarapan,” terang Joaquin.

Secara tidak langsung, klausul tersebut telah dipenuhi oleh Joaquin. Saat Valencia kembali menyodorkan tawaran untuk Joaquin, de Lopera tak memiliki pilihan lain kecuali menerimanya. 2006/07 menjadi musim pertamanya di luar Betis.

***

Sembilan tahun berkelana, akhirnya Joaquin lelah juga. Pada sesi latihan pertama jelang digulirkannya musim 2015/16, ia meminta izin kepada klubnya saat itu, Fiorentina, untuk pulang ke Betis. Fiorentina tidak bisa menolak keinginan tersebut. Begitu pun pendukungnya.

Pada sesi latihan kedua, muncul banner bertuliskan ‘Matador, non ci lasciare’ yang berarti ‘Jangan pergi, Matador’. Banner itu dipasang oleh pendukung Fiorentina yang menandakan begitu cintanya mereka terhadap Joaquin.

Suasana berubah 180 derajat saat Joaquin tiba di Benito Villamarin. Semua perasaan sedih digantikan oleh pesta penyambutan yang megah. Tak kurang dari 19 ribu orang datang untuk menyambut kepulangan Joaquin.

Kepulangan Joaquin juga menandakan kelahiran sosok baru. Joaquin yang sekarang bukan lagi bocah tengil, melainkan sosok dewasa yang pengalaman dan kepemimpinannya dibutuhkan oleh klub.

Saat tiba, mayoritas pendukung Betis meminta pelatih Gustavo Poyet mencopot ban kapten yang dipegang oleh Jorge Molina dan memberikannya kepada Joaquin. Ia menolak aspirasi tersebut dan merasa bahwa Molina layak karena bukan sosok baru di tim.

Kedewasaan Joaquin juga terlihat pada musim 2017/18. Di dalam lapangan, Betis tengah mengalami krisis karena gagal memenangi enam pertandingan secara beruntung. Di luar lapangan, kontraknya menyisakan beberapa bulan dan Betis tengah dilanda kesulitan keuangan.

Masalah tersebut kemudian menjadi bahan wawancara seorang wartawan jelang laga Betis melawan Malaga. Joaquin yang mewakili tim saat itu marah karena wartawan justru bertanya soal kontrak, bukan persiapan tim yang tengah goyah.

Dalam laga yang digelar di La Rosaleda tersebut, Betis berhasil memetik kemenangan 0-2. Beberapa hari kemudian, ia tidak hanya menjawab pertanyaan wartawan tersebut, tapi juga mengunci mulutnya lewat sebuah keputusan: Ia telah membeli 2% saham klub.

Saat ditanya apa alasannya, ia menjawab sambil sedikit menyombongkan diri, “Saya ingin menjadi Presiden Betis suatu hari nanti.”