Lucas Alario Belum Terlambat untuk Tenar

Foto: Twitter @bayer04_en

Baru menanjak (atau baru tenar) menjelang usia 30 bukanlah kiamat dalam sepak bola. Lucas Alario tak perlu berkecil hati.

Bak mata air yang tak habis-habis, Argentina tak pernah berhenti menciptakan penyerang-penyerang berbakat.

Boleh jadi, ini adalah sebentuk berkah. Beda era, beda pula jagoan lini depan Argentina. Pada akhir-akhir tahun 1970-an, misalnya, ada Mario Kempes yang sukses mengantarkan Albiceleste juara dunia pada tahun 1978. Lalu, pada tahun 1980-an, giliran Jorge Valdano yang menjadi juru gedor ‘Tim Tango’.

Valdano memang cuma mengantongi 23 caps dan mencetak 7 gol untuk Argentina. Namun, satu dari 7 gol itu ia cetak pada saat penting: Final Piala Dunia 1986 --ketika itu, Argentina menundukkan Jerman Barat 3-2.

Yang menarik, tipikal pemain-pemain depan jempolan Argentina berbeda-beda. Tak seluruhnya adalah goal getter atau penyelesai akhir, tetapi ada juga pemain-pemain depan yang berkemampuan lebih komplet --selain bikin gol, bisa juga mengkreasikan peluang atau assist.

Selepas Kempes dan Valdano, bermunculan pemain-pemain seperti Gabriel Batistuta, Hernan Crespo, dan Claudio Lopez yang mencuat pada 1990-an hingga 2000-an. Kini, Argentina masih menelurkan penyerang (atau pemain depan) jempolan dalam diri Lionel Messi, Carlos Tevez, Sergio Aguero, Gonzalo Higuain, Mauro Icardi, Lautaro Martinez, dan yang mencuat akhir-akhir ini Lucas Alario.

Nama Alario mungkin belum setenar Lautaro Martinez atau Icardi. Namun, pencapaiannya pada musim ini bersama Leverkusen lebih baik dari dua kompatriotnya tersebut.

***

Lucas Nicolas Alario memulai kariernya profesionalnya di Club Atletico Colon 9 tahun lalu. Ia melakoni debut pada usia yang cukup muda, 19 tahun, ketika memperkuat Colon di Liga Apertura Argentina.

Catatan golnya di Colon sebenarnya tak bagus-bagus amat. Cuma ada 12 gol yang berhasil dibuat dalam 60 pertandingan. Untungnya, pencapaian itu tak menutup jalan kariernya. Pada tahun 2015, River Plate tertarik untuk memboyongnya ke Buenos Aires.

River mengendus sesuatu pada diri Alario. Mereka paham bahwa sebagai pemain depan, Alario bukan hanya seorang pencetak gol, tetapi memiliki kemampuan lebih komplet.

Bersama River, Alario mulai menemui nasib yang lebih baik. Per catatan Transfermarkt, pada musim perdananya, Alario sukses membuat 10 gol dari 27 pertandingan. Catatan itu semakin manis dengan suksesnya River Plate meraih gelar juara Copa Libertadores.

Alario cuma tiga musim berseragam River Plate. Total, penyerang kelahiran 8 Oktober 1992 itu mengemas 33 gol dan 10 assist dari 74 pertandingan di semua kompetisi. Angka-angkanya memang tidak terlihat luar biasa, tetapi setidaknya memberikan sedikit celah soal apa yang bisa Alario lakukan: Karena ia adalah pemain depan yang komplet, tidak hanya gol yang bisa ia sumbang, tetapi juga assist.

Kemampuan Alario terendus klub-klub Eropa. Pada akhirnya, pada bursa transfer musim panas 2017, Alario bergabung dengan Bayer Leverkusen. Leverkusen membayar 18 juta euro kepada River dan sang pemain menandatangani kontrak untuk lima tahun.

"Kami telah memantau Alario dalam waktu yang lama. Dia berkembang dengan sangat baik selama dua tahun ke belakang. Dia salah satu penyerang terbaik di Amerika Selatan," ujar Direktur Olahraga Leverkusen, Rudi Voeller, seperti dilansir situs Bundesliga.

Yang menarik, Alario merupakan arketipe pemain depan yang berbeda dengan pendahulunya, Javier ‘Chicharito’ Hernandez. Chicharito, yang pindah ke West Ham United pada 2017, adalah seorang poacher. Kerjaannya adalah mengendus peluang (atau tepatnya, bola) di kotak penalti dan memasukkannya ke gawang lawan. Alario, selain kemampuan untuk mencetak gol dan assist, juga punya daya jelajah lebih luas.

Laga perdana Alario di Bundesliga mungkin jadi salah satu yang tidak akan dia lupakan. Sebab, Alario sukses membuat satu gol serta satu assist saat Leverkusen menumbangkan Hamburg 3-0. Pada musim perdananya itu, Alario bisa membuat 10 gol dan enam assist dalam 27 laga di semua kompetisi.

Semusim berikutnya, perolehan gol Alario bertambah. Kali ini, penyerang yang lahir pada 8 Oktober 1992 itu bisa mengemas 14 gol dan tiga assist di semua kompetisi. Pada musim 2018/119 juga, Alario mencatat rekor baru.

Dia menjadi pemain Argentina perdana yang bisa mencetak hattrick di Bundesliga. Perolehan itu bisa ia raih saat Leverkusen menumbangkan Hertha Berlin dengan skor 5-1.

Apa yang Voeller katakan terbukti, Alario terus berkembang menjadi penyerang yang lebih baik. Musim ini, Alario sudah membukukan 7 gol dari 474 menit laga bersama Leverkusen di Bundesliga. Itu artinya ada satu gol tiap 68 menit penampilan Alario.

Catatan itu membuat Alario melampaui Erling Haaland dan hanya kalah dari Robert Lewandowski yang kini sudah mengoleksi 11 gol.

Kalau ditotal untuk semua kompetisi, Alario sudah membukukan sembilan gol untuk Leverkusen. Jumlah itu lebih baik dari milik Lionel Messi yang baru mengumpulkan enam gol di semua kompetisi untuk Barcelona. Alario juga menjadi pemain Argentina yang paling banyak membuat gol sejauh musim ini berjalan.

Tak cuma oke di level klub, Alario juga cukup rajin dipanggil masuk Timnas Argentina. Sejak memulai debut pada September 2016, Alario sudah delapan kali tampil untuk Albiceleste. Tiga gol telah ia cetak untuk Argentina.

Sebagai pemain yang komplet, situs Bundesliga melabeli gaya main Alario mirip dengan eks penyerang Chelsea, Didier Drogba. Alario kuat di kaki kanan dan kiri; ia juga piawai mencetak gol melalui kepalanya. Tiga dari tujuh gol yang ia ciptakan musim ini pun hadir melalui sundulan.

Timing serta penempatan posisi dari Alario menjadi salah satu keunggulannya. Dengan kecerdikannya itu, ia bisa menerima umpan-umpan dari rekan-rekannya dengan sangat baik.

Namun, Alario bukan penyerang yang bertipikal statis dan tinggal menunggu bola di depan gawang saja. Pemain yang menggunakan nomor punggung 13 di Leverkusen itu memiliki kecepatan dan kemampuan melewati lawan. Alario bisa bergerak melebar untuk memberi ruangan kepada gelandang untuk masuk ke dalam kotak penalti.

Meski kerap disamakan dengan Drogba, Alario justru memiliki inspirasi lain: Luis Suarez. Apalagi, Alario pernah berhadapan dengan Suarez saat masih bermain di River. Saat itu, River bertemu dengan Barcelona pada ajang Final Piala Dunia Antarklub 2015.

"Setelah final Piala Dunia Antarklub, saya selalu menyaksikan pertandingan Barcelona untuk belajar dari Luis Suarez. Saya terus mengikutinya dan mempelajari pergerakannya," kata Alario.

***

Kini Alario sudah menginjak usia 28 tahun. Bisa dibilang, ia terlambat untuk tenar. Namun, Alario bukan satu-satunya pemain yang memunculkan kehebatannya di usia-usia emas.

Jamie Vardy baru tampil untuk Leicester City pada usia 25 tahun. Sebelumnya, Vardy cuma main di National League alias Divisi lima di Inggris.

Sempat terseok-seok pada musim perdananya, Vardy menjadi salah satu pemain penting ketika Leicester promosi di musim 2013/14. Musim itu, Vardy membuat 16 gol dan 10 assist dalam 37 penampilannya di Divisi Championship.

Nama Vardy semakin melambung di musim 2015/16. Lewat kemasan 24 gol dan delapan assist, Vardy mampu membawa The Foxes menjadi kampiun Premier League untuk pertama kalinya.

Eks striker Arsenal, Ian Wright, juga baru mencuat bersama The Gunners ketika usianya hampir 30 tahun. Ketika bergabung dengan Arsenal, Wright hanya tinggal sebulan lagi untuk menginjak usia 28 tahun. Namun, Wright bertahan 7 musim dan konsisten mencetak dua digit gol di liga tiap musimnya (paling “jelek”, ia mencetak 10 gol dalam 24 laga pada musim terakhirnya).

Tentu saja, masa-masa Wright di Arsenal tak berakhir nihil. Ia sempat membantu kesebelasan asal London Utara itu meraih satu gelar Premier League, dua Piala FA, satu Piala Liga, dan satu Piala Winners.

Alario?