Lucky Braithwaite

Foto: @MartinBraith

Martin Braithwaite mempunyai apa yang tak dimiliki banyak pemain lain, yakni keberuntungan. Bukan begitu, Lord?

Albert Einstein pernah berkata: "Hanya ada dua cara untuk menjalani hidupmu. Salah satunya adalah (hidup) seolah-olah tidak ada keajaiban. Satunya lagi, (hidup) seakan semuanya adalah keajaiban."

Martin Braithwaite tak pernah menyangka dirinya akan seperti sekarang. Dari yang semula berseragam klub-klub semenjana kemudian bermain untuk tim sekondang Barcelona. 

Sejak lahir Braithwaite justru jauh dari yang namanya keberuntungan. Ia mengidap Legg-Calve-Perthes yang memaksanya duduk di kursi roda 2 tahun lamanya. Legg-Calve-Perthes adalah gangguan medis pada anak yang ditandai dengan tersumbatnya aliran darah ke bagian kepala tulang paha. Hal itu mengkibatkan gangguan pinggul dan ankylosis. Biasanya hanya satu pinggul yang terpengaruh, tapi gejalanya juga bisa muncul di kedua sisi.

Semasa remaja, giliran kakinya yang patah. Tentu bukan perkara mudah bagi pemuda yang ingin memulai karier sebagai pesepak bola profesional sepertinya. Mulai dari proses pemulihan hingga menyingkirkan ketakutan kalau-kalau mengalami cedera yang sama lagi.

Namun, berbagai rintangan ini justru menguatkan Braithwaite. Ia menjadi lebih fokus dalam menjalani kariernya sebagai pesepak bola alih-alih menyerah.

"Ketika berusia 18 tahun, aku mengalami patah kaki. Itu mengubah perspektifku tentang kehidupan sekaligus menjadi salah satu hal terbaik yang pernah terjadi padaku. Dari situ aku tahu bahwa aku harus mendedikasikan hidupku untuk sepak bola," ucapnya kepada Eight by Eight.

Dua bulan setelah ulang tahunnya yang ke-22, Braithwaite melancong ke Prancis. Toulouse yang ia singgahi. Bukan pilihan yang buruk. Toh, Ligue 1 juga bisa menjadi batu loncatan sebelum tampil di liga yang lebih prestisius lagi.

Itu yang kemudian membuat Braithwaite menerima pinangan Middlesbrough pada 2017. Kendati cuma tampil di Championship, setidaknya ia bisa mencicipi kompetisi di tanah Inggris. Sayang, Braithwaite tak cukup memikat Tony Pulis. Arsitek The Boro itu merentalkannya ke Bordeaux dan Leganes. Klub yang disebut belakangan ini menjadi destinasi terakhirnya sebelum sekarang.

Kemudian kita tahu nasib Braithwaite berubah 180 derajat. Dari sekadar personel tim semenjana menjadi penggawa Barcelona. Di saat yang hampir berbarengan, bisnis properti yang dirintisnya bersama sang paman sejak 2017 juga sukses besar. Dari modal yang semula 850 ribu juta dolar melambung di angka 250 juta.

Menurut laporan tabloid Denmark, B.T, Braithwaite dan pamannya memiliki 1.500 apartemen plus 500 lainnya yang masih dalam tahap pengembangan. Itu belum dihitung dengan usaha pakaian yang Braithwaite bangun bersama sang istri serta restoran bernama Grave yang terletak di Barcelona.

***

"Aku tidak akan mencuci jersiku setelah Lionel Messi memelukku. Jujur saja, aku sangat gembira karena bisa membukakan jalan baginya untuk mencetak gol," kelakar Braithwaite.

Braithwaite mungkin rada katrok karena berbicara seperti itu. Star struck, kok, dengan rekan timnya sendiri. Namun, di lain sisi, Braithwaite berhak berbangga hati. Ia menyumbangkan assist untuk Messi di laga debutnya versus Eibar. Lagipula, siapa juga yang tak senang jika dipeluk pemain seperti Messi?

Braithwaite ini tak seperti pemain Barcelona pada umumnya. Kepindahannya ke Camp Nou merupakan "kecelaakan", bukan murni keinginan pelatih dan klub. Ia adalah buah inkompetensi manajemen Barcelona dalam mencari pemain di bursa transfer musim dingin 2019/20.

Jauh sebelum jendela transfer dibuka, Barcelona sebenarnya sudah ancang-ancang untuk mencari serep Suarez. Dua di antaranya, Lautaro Martinez dan Rodrigo Moreno. Namun, itu semua hanya sebatas angan. Tak ada satupun yang terealisasi. Sebaliknya, mereka terlanjur melepas dua penyerang sekaligus, Carles Perez dan Abel Ruiz.

Makanya Barcelona kelimpungan saat Suarez cedera. Ditambah lagi Ousmane Dembele yang kudu ditepikan enam bulan lamanya. Satu-satunya opsi, ya, mengaktifkan aturan transfer RFEF.

Federasi Sepak Bola Spanyol memang membolehkan klubnya membeli pemain di luar bursa transfer. Salah satu dari syaratnya, mereka telah kehilangan pemain lantaran cedera dengan batas minimal 6 bulan. Selain itu, klub tersebut juga hanya bisa membeli/meminjam pemain yang tengah bermain di Liga Spanyol.

Pilihan Barcelona jelas minim. Apalagi mereka juga tak menyiapkan banyak ongkos buat membeli striker baru. Lucas Perez, Angel Rodriguez, dan Willian Jose sempat menjadi opsi. Namun, Braithwaite-lah yang dipilih.

Sejujurnya, Braithwaite ini striker yang biasa-biasa saja. Ia jarang mengemas lebih dari dua digit gol di pentas liga. Pencapaian terbaiknya ada di edisi 2015/16 dan 2016/17. Sebanyak 11 gol dalam dua musim beruntun dicetaknya bersama Toulouse di Ligue 1.

Sementara pada periode terakhirnya bersama Leganes, Braithwaite baru mengumpulkan 6 gol. Tak buruk untuk klub seukuran Leganes. Toh, ia juga masih bertengger sebagai topskorer tim.

Terlepas dari itu, Braithwaite ini merupakan tipe striker serbabisa. Tak hanya bermain sebagai penyerang tengah, dia juga fasih beroperasi di sisi sayap. Tercatat Braithwaite sudah bermain di enam posisi berbeda bersama Leganes di musim 2019/20. Kemampuan mengkreasi peluang juga menjadi nilai jual lainnya. Ia menyumbangkan 2 assist di La Liga--terbanyak bersama Kevin Rodrigues dan Roque Mesa.

Oh, ya, Braithwaite juga cukup rajin dalam melakukan dribel, mirip-mirip dengan Dembele-lah. Menurut WhoScored, rata-rata dribelnya mencapai 1,5 per laga--tertinggi di Leganes. Sebagai pembanding, angka itu masih lebih tinggi ketimbang penggawa Barcelona macam Ansu Fati, Suarez, dan juga Antoine Griezmann pada saat itu. So, masuk akal kalau Barcelona kemudian memboyongnya ke Camp Nou. Kendati harganya lumayan mahal, 18 juta euro.

Lucunya, Braithwaite ini menjadi bahan rebutan. Leganes sempat ogah melepasnya. Ya bagaimana, striker Denmark itu jadi mesin gol mereka. Terlebih Los Pepineros juga sudah melepas Youssef En-Nesyri ke Sevilla di tengah musim.

Leganes sampai mengajukan keberatannya kepada pihak La Liga. Mereka juga meminta izin agar diperbolehkan mencari pengganti Braithwaite. Apes, perimintaan itu ditolak. Braithwaite tetap hengkang ke Camp Nou.


Tak ada yang spesial pada setengah musim pertama Braithwaite bersama Barcelona. Cuma sebiji gol yang dibuatnya dari 11 pementasan di La Liga. Musim keduanya juga sama. Walau tampil di 29 pertandingan, Braithwaite hanya mampu menyumbangkan masing-masing 2 gol dan assist.

Bila dirinci, ia membutuhkan 294 menit untuk bikin satu gol/assist. Namun, buat apa juga Barcelona berharap kepada produktivitas Braithwaite kalau masih punya Messi dan Antoine Griezmann?

Ronald Koeman tahu betul soal itu. Ia tidak membenani Braithwate untuk mencetak gol. Tugasnya adalah menambah overload di garis terdepan sehingga membiaskan pengawalan lawan kepada duo goalgetter Barcelona tadi. Makanya area operasinya sepanjang musim lalu cenderung berada di tepi kiri, bukan tengah. Pun dengan kuantitas tembakannya yang tergolong rendah dibanding penyerang lainnya.

WhoScored mencatat rata-rata tembakan Braithwaite 0,8 per laga--setara dengan Jordi Alba yang berposisi lebih defensif. Jauh di bawah Messi 5,6 shot di tiap pertandingan serta Griezmann dan Ansu Fati yang sama-sama mengemas 2.

So, tidak relevan untuk berharap Braithwate sering-sering bikin gol di Barcelona atau menggantikan posisi Suarez. Sebagai pembanding, striker Uruguay itu melepaskan rerata 2,8 tembakan per laga. Sebab, secara peran Suarez memanglah goalgetter tim, berbeda dengan Braithwaite.

Heatmap Braithwaite di La Liga 2020/21. Foto: Sofascore

Namun, itu musim lalu. Segalanya telah berubah drastis sekarang. Messi tak lagi ada. Artinya, Koeman kudu mencari pencetak gol tambahan. Rencana awalnya, sih, Sergio Aguero. Akan tetapi, eks Manchester City itu mengalami cedera betis dan harus menepi lebih dari 2 bulan.

Jadilah Braithwaite yang dipilih Koeman. Ia diturunkan bersama Griezmann dan Memphis Depay dalam formasi dasar 4-3-3 versus Real Sociedad di pekan lalu. Braithwaite tak lagi berperan sebagai cameo doang, melainkan pelontar tembakan utama. Itu terbukti dari jumlah shot-nya yang menyentuh angka 4 atau tertinggi di antara pemain Barcelona.

Hasilnya bisa dilihat. Braithwaite mencetak sepasang gol plus satu assist. Hebatnya lagi, brace itu dibuat Braithwaite dari xG yang cuma 0,98.

Puja-puji datang menghampirinya. Salah satunya dari Koeman. "Saya pikir dia adalah contoh pemain profesional yang selalu bekerja untuk tim dan meningkatkan permainannya. Pelatih asal Belanda itu melanjutkan, "Dia banyak membantu tim ini. Dia punya kecepatan dan sulit untuk dihentikan. Saya senang punya pemain sepertinya".

Foto: Barcelona

Apakah Braithwaite bisa menambal produktivitas Barcelona setelah ditinggal pergi Messi? Tunggu dulu, semuanya jelas butuh waktu. Moncer di satu pertandingan belum tentu menggaransikan hal yang sama selama semusim ke depan. Nyatanya ia gagal membantu Barcelona mengalahkan Athletic Bilbao kemarin dan itu normal.

Yang jelas, Braithwaite butuh kepercayaan sekaligus kesempatan. Lagi pula, ia mempunyai apa yang tak dimiliki banyak pemain lain: Keberuntungan. Bukan begitu, Lord?