Mampukah Insigne Menyihir Amerika?

Foto: @lorinsigneofficial.

Kepindahan Lorenzo Insigne menuai pro dan kontra. Bagaimana akhirnya?

Saat semuanya berbicara tentang pentingnya memiliki tim pencari bakat yang gemuk hingga database pemain di semua level kompetisi, Presiden Toronto FC FC, Bill Manning, melakukan cara nyeleneh. Manning menggunakan situs Transfermarkt untuk mencari pemain yang bisa didatangkan.

Cara Manning membuahkan hasil. Setelah melakoni beberapa kali negosiasi, Toronto FC mengatakan bahwa mereka berhasil mendapatkan kapten Napoli, Lorenzo Insigne. Insigne akan bergabung Toronto FC pada Juli 2022 atau usai kontraknya di Napoli berakhir.

Keputusan Insigne hengkang ke Toronto FC terbilang mengejutkan. Insigne, meski kini telah berusia 30 tahun, rasanya masih bisa bermain di level tertinggi. Di tengah gempuran pemain-pemain yang usianya lebih muda, baik di Napoli maupun Italia, ia masih menjadi pilihan utama.

Catatan Insigne musim ini jadi bukti bagaimana ia tak terlihat menurun. Dari 26 pertandingan yang ia mainkan di semua kompetisi, ia mampu tampil cemerlang dengan mencetak tujuh gol dan enam assist.

Lantas, mampukah Insigne membawa Toronto FC–atau bahkan Major League Soccer–menapak lebih tinggi?

***

Di Toronto FC, Insigne bakal mengisi slot designated player. Designated player adalah aturan pembebasan gaji di MLS bagi setiap klub untuk maksimal tiga pemain. Slot designated player di Toronto FC saat ini diisi oleh Alejandro Pozuelo, Jozy Altidore, dan Yeferson Soteldo.

Status Altidore yang musim depan yang tak lagi menjadi designated player menjadi alasan mengapa Insigne bisa bergabung Toronto FC. Menurut The Athletic, Insigne bakal menerima gaji 15 juta dolar AS per musim dan bakal menjadi pemain termahal sepanjang sejarah MLS.

Sudah bukan rahasia lagi bagaimana designated player jadi jalan klub-klub MLS memperbaiki nasib. Kiprah Los Angeles Galaxy pada awal 2010-an, yang diisi oleh Beckham dan Robbie Keane, dengan tiga gelar MLS Cup, 2011, 2012, dan 2014 bisa jadi contohnya.

Designated player juga punya peran atas kelangsungan finansial klub. Menurut rilis yang dikeluarkan oleh MLS, dari 25 jersi paling laris di musim lalu, mayoritas adalah jersi milik para designated player.

Selain itu, banyak klub yang mendapatkan untung dari hasil penjualan designated player. Atlanta United, yang mendatangkan Miguel Almiron dari Lanus pada 2017, mendapatkan keuntungan nyaris tiga kali lipat setelah menjualnya ke Newcastle United.

Berbekal itu semua, Toronto FC tak pikir panjang untuk mendatangkan Insigne. Adanya Insigne diharapkan mampu memperbaiki penampilan mereka yang buruk sepanjang musim 2021–menempati posisi 13 dari 14 tim di Eastern Conference.

“Musim lalu adalah musim yang buruk bagi kami. Harapannya, kami berusaha mengejar ketertinggalan dari klub lain di musim lalu dengan mendatangkan Insigne. Kami punya pengalaman baik dengan para mereka (designated player). Kami harap Insigne juga mampu memberikan impak yang sama,” kata Manning.

Toronto FC makin yakin setelah punya punya pengalaman baik dengan designated player yang notabene pernah jadi pemain top di kompetisi sebelumnya, seperti Michael Bradley, Jermaine Defoe, dan Sebastian Giovinco.

Ngomong-ngomong soal Giovinco, cerita kepindahannya hampir mirip Insigne. Keduanya sama-sama memutuskan hengkang saat usianya belum terlalu tua. Giovinco baru berusia 29 tahun saat bergabung Toronto FC, 2015 silam. Selain itu, keduanya juga terbang langsung ke MLS usai menutup karier di Italia.

***

Toronto FC adalah basis orang-orang Italia di Kanada. Populasi mereka nyaris mencapai 500 ribu orang atau 8,3% dari penduduk Toronto FC. Yang jadi kian berhubungan, mayoritas orang Italia di Toronto FC berasal dari Naples.

Adanya Giovinco sempat meningkatkan jumlah keturunan Italia yang jadi pendukung Toronto FC. “Setiap setiap musim, kami menambah kuota pendukung musiman untuk memenuhi keinginan mereka,” kata Dave Hopkinson, mantan Chief Commercial Officer Maple Leaf Sports and Entertainment, korporasi yang mengatur operasional Toronto FC FC.

Namun demikian, MLS kini jauh berbeda. Dulu, kombinasi Keane dan Beckham mampu mengubah jalannya pertandingan. Kini, tim dengan banyak bintang tidak punya jaminan untuk mendapatkan kemenangan.

Menurut laporan Sam Stejskal dari The Athletic, perkembangan zaman membuat kemungkinan designated player memberikan gelar bagi sebuah klub makin kecil. Ia mencontohkan Colorado Rapids yang jadi tim dengan pengeluaran gaji paling rendah musim lalu dengan 9,8 juta dolar AS saja.

Di balik minimnya uang di belakang, Colorado mampu berprestasi. Mereka jadi tim dengan catatan terbaik di Western Conference dengan 61 poin dari 34 pertandingan. Langkah mereka berakhir di semifinal setelah kalah dari Portland Timbers.

Tidak hanya itu, makin banyak klub yang lebih fokus mendatangkan pemain designated player yang usianya di bawah 25 tahun atau belum memiliki nama besar. Tren tersebut bakal makin besar apabila melihat yang dilakukan oleh juara MLS Cup musim lalu, New York City FC.

Hal tersebut lantas mengubah wajah MLS dalam beberapa musim belakangan. Banyak klub yang mulai memangkas pengeluaran dan fokus pada designated player dengan kriteria-kriteria yang dipilih oleh New York City FC.

“Kompetisi ini berubah dari tempat singgah para pemain yang kariernya habis di Eropa menjadi ajang bagi anak-anak muda beraksi. Yang bisa membuat tim Anda menang sekarang adalah pondasi, bukan bintang yang datang silih berganti,” kata Ronny Deila, pelatih New York City FC.

***

Memilih MLS sebagai pelabuhan bukan hanya kerugian bagi Insigne, tapi juga Toronto. Insigne bakal kehilangan satu tempat di Italia dan Toronto bakal kehilangan uang yang seharusnya mereka bangun untuk membentuk pondasi permainan. 

Barangkali satu-satunya pihak yang beruntung dari transfer ini hanya MLS.