Manchester United: Memerah Gol dari xG yang Kecil

Foto: Instagram @masongreenwood.

Manchester United acap mencetak gol melebihi jumlah xG mereka. Tidak terkecuali musim ini.

Tidak sedikit pendukung Manchester United ataupun pundit yang mengernyitkan dahi ketika raksasa Inggris tersebut mendatangkan Cristiano Ronaldo. Pasalnya, United tidak kekurangan amunisi atau bahkan pendulang gol di lini depan.

Anda boleh curiga bahwa kedatangan Ronaldo ke United amat mungkin didorong oleh alasan sentimental dan persoalan harga diri. Terlebih, menurut laporan The Athletic, pelatih United, Ole Gunnar Solskjaer, juga merasa apabila Ronaldo bergabung ke Manchester City, itu akan menjadi preseden buruk di mata suporter dan skuad ‘Iblis Merah’ saat ini.

Tentu tidak semuanya yang mengelilingi transfer Ronaldo adalah hal buruk. Untuk urusan bisnis, misalnya, harga saham United naik dan jersi bernomor punggung 7 laku keras. Selain itu, sejumlah pemain mengaku starstruck dan senang melihat seseorang yang berada dalam tingkatan kelas dunia menjadi salah seorang rekan setim mereka.

Namun, dari sisi taktik, keberadaan Ronaldo yang paling hakiki adalah sebagai pendulang gol. Sampai musim penuh terakhirnya bersama Juventus, pria Madeira tersebut masih menunjukkan bahwa ia subur dan masih bisa memanfaatkan peluang bagus untuk menjadi gol. Per catatan Understat, Ronaldo mampu mencetak 29 gol—terbanyak di Serie A musim kemarin—dari xG sebesar 29,84.

Agresivitas Ronaldo juga masih tampak dengan catatan 5,35 tembakan per 90 menit sepanjang Serie A 2020/21. Kedua statistik tersebut menunjukkan bahwa United semestinya tidak perlu khawatir selama mereka bisa mengarahkan bola kepada Ronaldo. Asalkan kualitas peluang yang ia dapatkan cukup bagus, kemungkinan besar ia bisa mengubahnya menjadi gol.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya mengirimkan bola kepada Ronaldo? Satu cara adalah dengan umpan silang dari sayap. Sebagai pemain dengan vertical jump (lompatan vertikal) yang cukup tinggi, Ronaldo semestinya bisa menjadi target umpan silang lambung. Untuk urusan ini, United memiliki Luke Shaw yang dalam 365 hari terakhir—menurut catatan Fbref—rata-rata melepaskan 0,52 crosses ke area penalti per 90 menit (dari total rata-rata 2,93 crosses per 90 menit).

Cara lain adalah dengan menyusun sebuah struktur ideal dari tengah. Solskjaer memang acap melakukan transisi cepat dari bertahan ke menyerang manakala menghadapi lawan yang menyisakan banyak ruang, tetapi mengakali lawan yang bermain rapat dengan low-block beda cerita. United memang bukannya tak pernah bermain dengan struktur sama sekali. Namun, pada beberapa kesempatan, mereka terlihat lebih memilih untuk langsung mengirim bola ke depan.

Dari situ, muncul anggapan banyak orang bahwa United sebetulnya lebih membutuhkan seseorang yang bisa bermain sebagai holding midfielder ketimbang mendatangkan Ronaldo. Pasalnya, untuk urusan mencetak gol, United tidak kekurangan personel. Malah ‘Iblis Merah’ terbilang unik ketika bicara persoalan mencetak gol.

Per catatan Understat, dari tiga pertandingan Premier League sepanjang musim 2021/22, hanya satu kali United mencetak gol lebih sedikit dari besaran xG yang mereka torehkan, yakni mencetak 1 gol dari xG sebesar 2,26 pada laga melawan Southampton. United bermain imbang 1-1 pada laga tersebut. Pada laga lainnya, The Red Devils selalu mencetak gol lebih banyak daripada besaran xG mereka.

Pada pertandingan teranyar mereka di Premier League, United mencetak 1 gol—dan menang 1-0 atas Wolverhampton Wanderers—dari xG sebesar 0,94. Yang paling mencengangkan adalah waktu mereka menekuk Leeds United 5-1. Dengan total lima gol yang mereka cetak, sesungguhnya xG United amat kecil: 1,64.

xG (Expected Goals) dalam bahasa sederhananya berarti ‘angka harapan gol’. Ia mengukur kualitas sebuah peluang, apakah layak untuk menjadi gol atau tidak. Dalam penerapannya, xG diukur berdasarkan bagaimana cara seorang pemain melepaskan percobaan (lewat tendangan atau sundulan), jarak antara si pemain yang melepaskan percobaan dengan gawang, posisi one-on-one dengan kiper, big chances atau bukan, tipe assist atau operan yang diterima si pemain, dan dari sudut mana dia melepaskan attempts.

The Flanker pernah membahas xG secara khusus pada tulisan ‘Mengukur Ekspektasi Lewat xG’. Pada tulisan tersebut disebutkan bahwa “xG dihitung dari 0 hingga 1. Kian mendekati angka 1, semakin besar peluang itu (diekspektasikan untuk) berbuah gol. Sebaliknya, semakin rendah nilainya kian tipis pula kans untuk mencetak gol”.

Peluang yang didapatkan seorang pemain di depan mulut gawang tentu saja memiliki angka xG lebih besar ketimbang tendangan dari luar kotak penalti atau sudut sempit. Menurut tulisan yang sama, peluang di depan gawang bisa memiliki angka xG 0,91 (91%) untuk menjadi gol. Sedangkan percobaan dari luar kotak penalti bernilai 0,2 (2%).

Di sinilah ajaibnya United. Pertandingan melawan Leeds menunjukkan bahwa lewat angka xG 1,64 tersebut, United tidak punya banyak peluang berkualitas bagus. Catatan xG itu menunjukkan bahwa dengan kualitas peluang yang mereka buat, gol yang paling banter mereka hasilkan semestinya tidak sampai dua buah. Namun, mereka malah mencetak lima.

Pada musim 2020/21, para pencetak gol terbanyak United di Premier League seluruhnya menorehkan gol lebih banyak daripada angka xG mereka. Bruno Fernandes, pencetak 18 gol untuk United di Premier League musim kemarin, “hanya” memiliki xG sebesar 16,02. Marcus Rashford, yang mencetak 11 gol, memiliki xG 9,8. Demikian juga dengan Edinson Cavani (10 gol) dan Mason Greenwood (7 gol), keduanya masing-masing memiliki xG sebesar 8,60 dan 6,98.

Musim ini, baik Bruno maupun Greenwood sama-sama memimpin daftar pencetak gol terbanyak United di Premier League. Keduanya sama-sama telah mencetak 3 gol. Menurut catatan Understat, sama-sama menorehkan xG sebesar 1,03. Setidaknya, sampai sejauh ini musim ini berjalan, tren bahwa para pemain depan United yang rutin mendulang gol masih mengungguli xG mereka sendiri masih terulang.

Ada beberapa alasan yang mungkin mendasari hal ini. Pertama, gaya bermain United yang amat direct serta doyan betul melepaskan umpan panjang langsung ke depan. Ini bisa dilihat dari proses gol ketika Bruno ke gawang Leeds pada pekan pertama musim ini. Gol tersebut membawa United unggul 4-1 atas sang musuh bebuyutan.

Dalam prosesnya, Bruno mencetak gol setelah menerima umpan panjang dari Victor Lindelöf. Setelahnya, pemain asal Portugal tersebut melepaskan sepakan voli dari sudut sempit, tepat ketika kiper Leeds, Illan Meslier, sudah maju untuk menutup ruang geraknya. Ingatlah bagaimana cara xG dihitung, yakni bagaimana cara si pemain melepaskan attempts, jarak pemain dengan gawang, tipe assist, situasi one-on-one dengan kiper, dan dari sudut mana si pemain melepaskan attempts.

Mengingat Bruno melepaskan attempts dengan sepakan voli, menerima assist dari sebuah bola lambung, berada di situasi one-on-one dengan kiper yang sudah menutup ruang geraknya, dan melepaskan attempts dari sudut sempit, jangan heran apabila peluang yang ia miliki itu memiliki angka harapan gol yang kecil. Namun, kenyataannya, ia masih bisa mencetak gol.

Victor Lindelöf mengirimkan umpan panjang dari belakang. Foto: Youtube Manchester United.

Bruno Fernandes melepaskan sepakan voli dari sudut sempit. Foto: Youtube Manchester United.

Contoh lain adalah bagaimana proses gol Greenwood ke gawang Wolverhampton Wanderers pada pekan ketiga. Prosesnya juga terbilang direct karena pemain berusia 19 tahun itu beraksi sendirian untuk mendekatkan diri ke gawang.

Greenwood, yang berdiri di pos sayap kanan United, menggiring bola ke kotak penalti dengan cara menusuk dari tepi. Begitu sampai di dalam kotak penalti, ia melepaskan sebuah sepakan keras. Sepakan tersebut sempat mengenai lengan kiper Wolves, Jose Sa, sebelum akhirnya masuk ke dalam gawang.

Melihat sudut ketika Greenwood melepaskan tembakan, plus bola yang sempat diblok oleh Sa, wajar pula kalau peluang tersebut memiliki angka harapan gol yang kecil. Namun, lagi-lagi, United masih bisa memerah gol dari situ.

Mason Greenwood melepaskan sepakan dari sudut sempit yang kemudian membobol gawang Wolves. Foto: Youtube Manchester United.

Alasan kedua adalah keberadaan pemain-pemain depan yang gemar betul mengambil risiko, termasuk ketika mengeksekusi peluang. Bruno, Greenwood, dan juga Rashford, cukup senang melepaskan attempts kendatipun posisi mereka tidak benar-benar menguntungkan. Sebagai contoh, simak gol pertama Rashford ketika United menundukkan Tottenham Hotspur 2-1 pada musim 2019/20 di bawah ini.

Dalam prosesnya, Rashford mendapatkan bola di area tepi lapangan sebelum akhirnya menggiring bola sejenak ke dalam kotak penalti dan melepaskan sepakan dari sudut sempit. Bola sepakan bocah asli Manchester itu mengarah ke sudut bawah gawang, sempat diblok oleh kiper, mengenai tiang, sebelum akhirnya masuk.

Dengan keberadaan pemain-pemain depan yang cukup nekat seperti itu, jangan heran apabila United era Solskjaer amat sering memberikan bola langsung ke depan. Mengingat Solskjaer adalah pelatih yang mendorong pemainnya untuk lebih berani mengambil risiko ketika mengeksekusi peluang, ia tentu meyakini bahwa pemain-pemain yang ia miliki punya kemampuan untuk memaksimalkan peluang sekecil apa pun atau menjadi game-changer.

Tentu itu bukan hal yang buruk. Namun, bukan hal yang buruk juga apabila United memikirkan bagaimana caranya membangun proses untuk mendapatkan peluang yang lebih “bersih” sehingga pemain-pemain depan mereka tak perlu susah-susah untuk memerah gol.