Manchester United: Setelah Cavani, Siapa Lagi?

Edinson Cavani merayakan gol dengan Paul Pogba (kiri) dan Luke Shaw (kanan). Foto: Twitter @ECavaniOfficial.

Setelah memastikan Edinson Cavani bertahan semusim lagi, Manchester United masih memiliki sejumlah PR untuk memperkuat beberapa pos di dalam tim mereka musim depan.

Bagi para pendukung Manchester United, tidak ada hal yang lebih menyenangkan daripada adegan Edinson Cavani melemparkan tubuhnya ke depan untuk menanduk umpan.

Cavani, dengan umur kariernya di United yang belum seberapa, sudah berhasil menarik simpati. Ia bahkan sudah mendapatkan chant khusus, sesuatu yang bahkan tidak semua pemain United bisa mendapatkannya.

Ini wajar. Setelah Romelu Lukaku, baru Cavani yang betul-betul layak menempati pos penyerang tengah. Namun, apa yang ditawarkan Cavani sebagai seorang penyerang tengah lebih dari sekadar mencetak gol.

Banyak orang sudah mengetahuinya: Pergerakan tanpa bola Cavani kelas wahid. Penempatan posisinya juga sama baiknya. Sudah begitu, Cavani juga cukup lihai melepaskan diri dari marking pemain lawan.

Dengan sederet atribut tersebut, Cavani tidak hanya menjadi titik fokus serangan United, tetapi juga memperlihatkan kepada para pemain depan United lainnya soal bagaimana caranya menjadi penyerang tengah yang baik dan benar.

Mason Greenwood, bocah yang dilabeli ‘Starboy’ oleh para pendukung United, disebut belajar banyak dari Cavani. Begitu juga semestinya Anthony Martial. Sebab, sepak bola modern mengenal penyerang tengah bukan lagi sebagai pencetak gol semata, tetapi juga sebagai pembuka dan pencari ruang.

Maka, ketika Cavani memutuskan untuk bertahan semusim lagi di United, suporter ‘Iblis Merah’ bersukacita. Cavani memang sudah tidak muda lagi, usianya sudah 34 tahun, kariernya sudah hampir mencapai ujung jalan. Namun, melihat apa yang ia tawarkan musim ini, bolehlah pendukung berharap lebih.

Cavani datang tanpa persiapan pramusim, terganggu restriksi COVID-19, dan sempat mendapatkan larangan bertanding. Dengan sederet gangguan itu, ia nyatanya bisa nyetel dengan cepat.

The Athletic melaporkan bahwa Pelatih United, Ole Gunnar Solskjaer, meminta Cavani mengambil role sebagai salah satu pemimpin di dalam tim. Ini, menurut Solskjaer, bakal membantu menumbuhkan sense of belonging kepada tim.

Pada beberapa kesempatan, Cavani tidak hanya bertindak sebagai mentor untuk Greenwood, tetapi juga Axel Tuanzebe. Salah satu video rekaman dari kamp latihan United menunjukkan bagaimana Cavani sedang mendiskusikan bagaimana caranya seorang bek melakukan aksi bertahan terhadap seorang penyerang.

Video itu diambil hanya beberapa hari sebelum United bertanding melawan Paris Saint-Germain di fase grup Liga Champions, Oktober 2020. Hasilnya, Tuanzebe tampil impresif, sementara United menang 2-1 pada laga tersebut.

Ketika sense of belonging terhadap tim itu menguat, Cavani akhirnya memutuskan untuk bertahan satu musim lagi. Padahal, kepada beberapa sumber beberapa bulan lalu, termasuk The Athletic, ia mengaku sudah amat ingin pulang ke Amerika Selatan.

Dalam wawancara dengan MUTV, Cavani juga mengakui bahwa seiring berjalannya waktu, ia memang merasa memiliki keterikatan dengan United. Terlebih, dia belum pernah bermain (dan mencetak gol) di hadapan Old Trafford yang terisi penonton.

Stats peluang dan gol Cavani di Premier League 2020/21. Sumber: The Athletic.

Kepastian dari Cavani membuat satu kekhawatiran United hilang. Dengan begitu, pos penyerang tengah mestinya tak lagi jadi prioritas pada bursa transfer musim panas.

Kendati begitu, memainkan Cavani tiap pekan bukan perkara bijak mengingat usianya tak muda lagi. Solskjaer mesti pintar-pintar merotasi dan menjaga kebugaran Cavani. Terlalu banyak bermain tidak baik, terlalu sedikit bermain juga sama buruknya. Namun, Cavani masih bisa dirotasi dengan Greenwood ataupun Martial.

Buat jaga-jaga, United mesti awas dan jeli. Andai ada kesempatan menggaet penyerang bagus, tidak ada salahnya menjajal kans. United sendiri punya sejarah mencaplok Robin van Persie ketika ada kesempatan datang.

***

Kalau Cavani sudah berhasil diamankan, apa selanjutnya? Well, dana transfer bisa difokuskan untuk sejumlah pos. Mari memulai dari sektor gelandang dulu.

Komposisi gelandang United lebih mirip seperti Lego. Mereka terdiri dari gelandang-gelandang dengan atribut-atribut dan arketipe-arketipe berbeda-beda. Mestinya, United bisa bermain dengan berbagai opsi gaya dan menyesuaikan dengan kebutuhan pertandingan.

Namun, praktiknya tidak semudah itu. Untuk membahasnya, mari mendedah cara main United terlebih dahulu.

Filosofi Solskjaer sebagai pelatih bisa dijabarkan seperti ini: Bermain dengan high energy, kedua fullback menekan amat tinggi, empat pemain depan melakukan rotasi posisi, dan dua gelandang di tengah menjaga tempo.

Dari situ, bisa diambil beberapa kesimpulan. Pertama, para pemain United mesti memiliki level kebugaran tinggi. Selain tuntutan untuk bermain dengan intensitas tinggi selama 90 menit, mereka juga mesti melakukan pressing. Inilah mengapa sejak awal musim 2020/21, Solskjaer cukup sering berbicara soal level kebugaran.

Kedua, Solskjaer hampir pasti bakal memainkan dua gelandang poros. Oleh karena itu, ia hampir pasti memainkan 4-2-3-1 sebagai formasi utama United.

Dalam formasi tersebut, kedua gelandang poros itu tidak hanya bertugas melakukan pressing dan merebut bola, tetapi juga mesti bisa membantu melakukan progresi serangan dari tengah.

Dari empat gelandang tengah yang dimiliki Solskjaer, hanya tiga yang cocok untuk dimainkan sebagai poros: Fred, Scott McTominay, dan Nemanja Matic. Donny van de Beek lebih pas dimainkan lebih ke depan dan amat sering digunakan untuk membantu membongkar lawan yang bermain dengan low-block meski belakangan ia kerap digunakan (dan sepertinya sudah dilatih ulang) sebagai gelandang box-to-box.

Mengingat United bermain direct, para gelandang United mesti bisa memaksimalkan situasi serangan balik atau transisi cepat dari aksi bertahan ke aksi menyerang. Jika itu tidak memungkinkan, United bisa melakukan switch ke plan b untuk melakukan build-up dengan sabar dan melakukan sirkulasi bola.

Dengan gaya seperti itu, memiliki gelandang yang bisa mengemban peran sebagai holding-midfielder atau deep-lying playmaker adalah sebuah keharusan. Ia tidak hanya disiplin menjaga zona, melakukan intersep, dan merebut bola, tetapi juga mesti bisa melakukan progresi serangan entah lewat dribel atau melepaskan operan akurat.

Di antara Fred, McTominay, dan Matic, hanya Matic yang bisa mengemban peran seperti itu. Repotnya, Matic sudah tidak muda lagi, usianya sudah 32 tahun. Memainkannya secara terus-menerus bukan perkara bijak. Terlebih, laga melawan Leicester di Piala FA menunjukkan bahwa dengan kecepatan yang sudah menurun, Matic sudah cukup kerepotan menghadapi gelandang-gelandang energik lawan.

Dengan situasi seperti itu, tak heran apabila Solskjaer terus menduetkan Fred dengan McTominay. Keduanya adalah gelandang yang liat, rajin, dan bisa saling meng-cover satu sama lain. Perkara melakukan pressing, intersep, atau merebut bola, keduanya bisa diandalkan. Namun, perkara membantu progresi bola lain cerita.

Oleh karena itu, muncul bercandaan: Seandainya di Eropa sana ada Matic yang berusia lebih muda, Solskjaer pasti sudah membidiknya.

Sekarang, paham ‘kan mengapa dalam beberapa bulan terakhir United acap dikait-kaitkan dengan Declan Rice?

Ini baru sektor sentral di lini tengah. Sektor lain yang juga butuh perhatian adalah sayap kanan tim. Selama ini, pos tersebut selalu diisi oleh Daniel James, Greenwood, dan belakangan Marcus Rashford. Opsi-opsi ini, tentu saja, bukan opsi yang buruk. Namun, mendatangkan pemain yang lebih natural bermain di pos tersebut—seperti Jadon Sancho—lebih baik.

Performa Sancho pada Bundesliga 2020/21. Sumber: WhoScored.

Musim ini, menurut catatan WhoScored, Sancho dimainkan di berbagai posisi. Dari sejumlah posisi itu, catatan paling mentereng ia torehkan ketika bermain sebagai gelandang serang sayap sebelah kanan. Dari 13 kali bermain di pos tersebut di Bundesliga, Sancho menorehkan 6 gol dan 5 assist.

Tentu kalau Sancho datang, United memiliki stok melimpah di lini depan, terutama di sektor sayap. Di pos gelandang serang tengah, United memiliki Bruno Fernandes. Di pos gelandang serang sayap sebelah kiri ada Martial, Rashford, dan belakangan Paul Pogba juga dimainkan di pos yang sama. Di kanan, ada James, Greenwood, ataupun Rashford. Sementara, di pos penyerang tengah ada Cavani, Greenwood, ataupun Martial.

Mengingat Solskjaer menginginkan empat posisi di lini depan itu bisa saling bertukar posisi dengan fluid (cair), semestinya stok melimpah tersebut tidak menjadi problem negatif. Tinggal pintar-pintar saja melakukan rotasi.

***

Satu problem lain yang perlu diperbaiki adalah sektor bek tengah. Sampai sejauh ini, duet Harry Maguire dan Victor Lindeloef adalah duet terbaik ‘Iblis Merah’. Kendati begitu, keduanya belum bisa dibilang sebagai komplementer satu sama lain.

Maguire memang kokoh, bagus dalam menghalau bola, melakukan intersep, dan seringkali membantu progresi serangan lewat dribel dan umpan langsung ke depan. Namun, ia tidak memiliki kecepatan dan sering dieksploitasi oleh lawan-lawan yang gesit.

Lindeloef sebetulnya punya composure yang sama baiknya, plus olah bolanya bagus dan umpannya cukup akurat. Sayangnya, ia tak punya fisik yang kokoh. Oleh karena itu, ia sering jadi bulan-bulanan oleh lawan yang gemar beradu fisik dan berduel di udara.

Pelapis terbaik dari keduanya adalah Eric Bailly. Oleh Solskjaer, Bailly lebih sering diduetkan dengan Maguire ketimbang dengan Lindeloef. Wajar, Bailly memiliki kecepatan sehingga bisa meng-cover Maguire dengan baik. Sudah begitu, ia memiliki fisik yang kokoh pula.

Persoalannya, Bailly cukup erratic (tak bisa ditebak) dan tidak memiliki composure sebaik Lindeloef. Aksi bertahannya, terutama ketika harus berduel fisik dengan lawan, memang oke. Namun, ia tidak cukup nyaman ketika diharuskan melepaskan operan atau membantu melakukan build-up serangan dengan dribel.

Oleh karena itu, mendatangkan satu orang bek tengah yang bisa menjadi komplemen dari Maguire adalah sebuah keharusan.

***

Dua poin terakhir yang mesti diperhatikan United dan Solskjaer—meski tidak sekrusial pos-pos lainnya—adalah memantau para pelapis di pos fullback kanan dan kiri. Sepanjang musim ini berjalan, kedua pos tersebut murni menjadi milik Aaron Wan-Bissaka dan Luke Shaw. Tidak terganggu gugat.

Shaw menunjukkan mengapa ia layak mendapatkan posisi sebagai fullback kiri utama. Ia tidak hanya rajin membantu serangan, tetapi juga aktif melakukan tracking back dan turun membantu pertahanan.

Heatmap Luke Shaw. Sumber: Sofascore.

Heatmap Shaw menunjukkan bahwa ia bisa melakukan overlap (naik melewati rekan yang menguasai bola dari sisi tepi lapangan) dan underlap (naik melewati rekan yang menguasai bola dari area tengah lapangan) dengan sama baiknya.

Bukan kebetulan juga bahwa Solskjaer mengharuskan para fullback-nya untuk bisa melakukan overlap dan underlap dengan sama baiknya. Aksi Wan-Bissaka sebelum memberikan assist kepada Greenwood pada pertandingan melawan Leicester, 12 Mei 2021, adalah contoh bagaimana Solskjaer menginginkan fullback-nya melakukan aksi underlap.

Sayangnya, hal serupa belum bisa ditunjukkan Alex Telles, pelapis Shaw. Ketimbang Shaw, Telles lebih one dimensional dan cukup jarang mengambil risiko. Heatmap Telles menunjukkan bahwa pemain asal Brasil ini lebih sering bergerak di area tepi, berbeda dengan Shaw yang bahkan bisa bergerak sedikit ke tengah atau bahkan menusuk ke kotak penalti.

Heatmap Alex Telles. Sumber: Sofascore.

Dibanding Shaw, Telles lebih sering mengandalkan crossing dan melepaskan long ball. Menurut catatan WhoScored, Telles melepaskan rata-rata 1,4 long ball per laga. Bandingkan dengan Shaw yang “cuma” melepas 0,9 long ball per laga.

Tentu saja, ini bukan berarti United dan Solskjaer mesti segera mencari pelapis yang lebih baik untuk Shaw. Namun, mengingat Shaw cukup efektif ketika membantu aksi bertahan dan aksi ofensif tim, situasinya bisa berbeda jika ia mesti diistirahatkan dan Telles yang mengambil alih posisinya.

Situasi yang lebih krusial, tentu saja, ada di sisi sebaliknya karena Wan-Bissaka nyaris tidak memiliki pelapis (atau pesaing) sepadan. Oleh karena itu, jangan heran apabila United sempat dikait-kaitkan dengan sejumlah nama bek kanan seperti Max Aarons dan Kieran Trippier.

Belakangan, Brandon Williams tampil sebagai pelapis di posisi fullback kanan. Namun, ia tampak kagok. Sebagai pemain yang lebih dominan dengan kaki kanan, nyatanya Williams lebih nyaman bermain sebagai fullback kiri. Sial baginya, persaingan di pos tersebut cukup berat terutama jika melihat performa Shaw selama musim 2020/21 dan kehadiran Telles.

Wajar kalau kemudian Williams belakangan dikabarkan tengah dibidik beberapa klub lain. Kalau Williams cabut—entah dengan status permanen atau pinjaman—United mesti mencari pemain yang pas untuk menjadi pelapis atau pesaing bagi Wan-Bissaka.