Masih Adakah Puncak untuk Oxlade-Chamberlain?

Foto: LFC.

Oxlade-Chamberlain pernah menjalani musim yang luar biasa bersama Liverpool. Namun, cedera melahap keluarbiasaan itu. Kini, di sisa kontrak, yang bisa ia bisa lakukan hanyalah memberi pembuktian.

"Saya selalu ingin jadi seperti Steven Gerrard." Begitu ucapan Alex Oxlade-Chamberlain di bulan Mei 2017.

Chamberlain selalu bermimpi bisa punya peran sentral di lini tengah seperti idolanya itu. Pemain kelahiran Portsmouth ini bosan bermain di sisi sayap seperti yang selalu ia jalani selama berseragam Arsenal. Chamberlain pernah diplot Arsene Wenger jadi penyerang sayap, gelandang sayap, sampai bek sayap.

Lantas ketika di musim panas yang sama Liverpool memberi tawaran untuk bergabung, Chamberlain tak kuasa menolak. Terlebih Juergen Klopp memang memproyeksikannya sebagai pemain tengah. Mimpi untuk jadi seperti Gerrard pun terbuka lebar.

***

Bagi Chamberlain, bermimpi jadi hebat seperti Gerrard tidaklah berlebihan. Ia punya bekal yang baik. Tak ada yang meragukan bakatnya. Pada usia 16 tahun, ia sudah menjalani debut bersama Southampton. Satu tahun berselang, dirinya terpilih masuk ke dalam Tim Terbaik League One (level ketiga Liga Inggris) musim 2010/11.

Progres Chamberlain muda begitu signifikan dan itulah yang membuat Arsenal kepincut. Chamberlain pun didatangkan pada musim 2011/12 oleh The Gunners dengan mahar tak murah, 15 juta poundsterling. Ia digadang-gadang jadi bintang masa depan Arsenal dan Inggris.

Kendati di musim perdana Chamberlain cuma mencatatkan 16 penampilan di Premier League, harapan terus terjaga. Terlebih di musim panas 2012 itu, ia terpilih masuk ke dalam skuad Tim Nasional Inggris untuk Piala Eropa 2012. Ya, Chamberlain main di turnamen besar pada usia yang belum genap 20 tahun.

Setelah permulaan yang begitu menjanjikan dan menjalani musim demi musim berseragam Arsenal, Chamberlain sampai di musim 2017/18. Musim pertamanya berseragam Liverpool. Di situ, asa buatnya untuk jadi seperti Gerrard mulai cerah karena ia diberi peran sentral di lini tengah Liverpool.

Tak cuma itu, Chamberlain pun menunjukkan bahwa ia pandai mencetak gol dan menciptakan peluang. Gol yang dicetak pun ada yang mirip dengan gol Gerrard: Tendangan kencang dari luar kotak penalti. Ia juga tak kenal lelah dan penuh determinasi di atas lapangan.

Sayangnya, semua mimpi kudu terhenti karena cedera. Melewati musim dengan bombastis, Chamberlain harus mengalami cedera parah jelang pengujung musim. Tepatnya di semifinal Liga Champions melawan AS Roma. Ligamennya robek, musim berhenti lebih cepat.

Padahal, sebelum cedera itu, ia mencatat 41 penampilan di seluruh kompetisi dan membukukan lima gol serta delapan assist. Salah satu catatan terbaiknya dalam sebuah musim. Ia juga jadi aktor penting di balik keberhasilan Liverpool melaju sampai partai final Liga Champions.

Setelahnya, orang-orang memandang Chamberlain tak lagi sama. Selalu ada keraguan terhadap dirinya. Keraguan dalam melihat apakah masih ada titik tertinggi dalam karier sepak bola Chamberlain.

Chamberlain sebenarnya kembali tampil baik di musim 2019/20, musim di mana Liverpool jadi kampiun Premier League. Suami Pierre Edwards ini mencatatkan 37 penampilan di seluruh kompetisi dengan sumbangsih tujuh gol serta dua assist. Namun, performanya memang tak sebombastis musim 2017/18 itu.

Keraguan terhadapnya masih ada. Terlebih di musim berikutnya ia kembali mendapat cedera panjang. 113 hari Chamberlain habiskan di ruang perawatan pada musim 2020/21 itu. Sampai kemudian tibalah ia di musim ini dengan usia yang sudah menginjak 28 tahun.

Di musim ini, cedera memang tak sesering itu hinggap di kaki Chamberlain. Menit bermainnya kembali banyak. Secara total, ia sudah mencatatkan 26 penampilan buat Liverpool di seluruh kompetisi. Ia juga sudah mencetak tiga gol dan dua assist.

Namun, peran Chamberlain memang tak lagi sentral. Ia banyak diberi kesempatan Klopp hanya karena memang multifungsi. Buktinya, di musim ini Chamberlain sudah bermain di tiga posisi: Gelandang tengah, penyerang sayap kanan, dan penyerang tengah.

Badai cedera yang menerpa Liverpool serta absennya Mohamed Salah dan Sadio Mane ke Piala Afrika adalah penyebabnya. Chamberlain jadi pengisi kekosongan itu. Untungnya sejauh ini performanya tak mengecewakan. Ketika Liverpool butuh gol di tengah ketiadaan Salah dan Mane, Chamberlain hadir. Ia mencetak dua gol di dua laga Premier League terakhir Liverpool.

Ia punya catatan expected goals (xG) 0,13 dan expected assist (xA) 0,12 per 90 menit musim ini. Memang catatan yang tidak wah, tapi catatan itu tak buruk bila dibanding catatan di musim-musim sebelumnya. xG-nya di musim 2017/18 hanya 0,15, misalnya. Sementara xA-nya pada musim 2019/20 hanya 0,08.

Secara permainan, Chamberlain masih memiliki gaya yang sama. Ia masih gemar melakukan dribel dan melepaskan tembakan jarak jauh. Statistiknya dalam dua hal itu selalu masuk tiga besar terbanyak di Liverpool musim ini. Namun, Chamberlain mulai mengurangi kebiasaan kehilangan bola (statistik dispossessed-nya berangsur menurun).

Selain itu, ketika diberi peran sebagai pemain depan, Chamberlain juga mulai peka terhadap ruang. Ia sudah tau harus berdiri di mana untuk menerima umpan dari rekan-rekannya. Gol ke gawang Brentford dan Crystal Palace bisa jadi bukti sahih. Bahkan, gol ke klub yang disebut pertama ia cetak via sundulan.

Buat Chamberlain, musim ini memang soal memberikan yang terbaik di setiap kesempatan. Memaksimalkan setiap menit yang diberikan Klopp adalah kewajiban. Sebab, ia tau sulitnya mendapatkan menit bermain di skuad Liverpool yang kompetitif. Terlebih jika Salah dan Mane telah kembali, plus dengan datangnya Luis Diaz.

Kontraknya di Liverpool akan berakhir pada musim panas 2023 dan ia sedang berada di persimpangan: Berjuang untuk kontrak baru di Liverpool atau hengkang musim panas nanti. Jadi, untuk mendapatkan itu, Chamberlain kudu melakukan pembuktian.

Bukti bahwa ia masih bisa diandalkan dan bisa terus jadi pilihan di Liverpool, atau bukti bahwa ia belum habis sehingga masih bisa dilirik oleh tim lain--untuk bisa mencapai puncak di luar sana. Dan satu-satunya cara untuk membuktikan diri adalah dengan bermain baik, memberikan kontribusi besar hingga musim ini berakhir.

***

Orang-orang sering bilang bahwa puncak karier pesepak bola ada di antara usia 24 sampai 30 tahun. Jika benar begitu, waktu Oxlade Chamberlain untuk mencari puncak tertinggi dalam kariernya tinggal tersisa dua tahun lagi.

Atau, orang-orang akan mengingat musim 2017/18 itu sebagai musim terbaik dalam perjalanan kariernya. Musim saat ia punya peran sentral dan melepaskan tembakan-tembakan dari luar kotak penalti seperti Gerrard. Musim gemilang yang sayangnya harus terhenti lebih cepat karena cedera.