Mason Mount, Anak Emas di Tengah Permata Chelsea

Foto: Twitter @masonmount_10.

Mason Mount merupakan anak emas Frank Lampard dalam banyak arti. Melihat permainannya musim ini, rasanya wajar kalau Lampard meng-anak-emas-kannya.

Pertahanan Fulham pada laga melawan Chelsea, Minggu (17/1/2021) dini hari WIB, begitu rapat. Para pemain Chelsea sulit mencetak gol. Mereka juga sukar memasuki kotak penalti Fulham. Singkat kata, mereka mengalami kebuntuan.

Kebuntuan memang sudah menjadi penyakit Chelsea sejak mereka diasuh oleh Frank Lampard. Dalam suatu momen, mereka mampu menyerang dengan begitu cair. Namun, pada momen yang lain, mereka begitu sulit menembus pertahanan lawan, terutama lawan yang menerapkan blok rendah.

Pada akhirnya, jangan heran jika Anda bakal melihat para pemain Chelsea berputar-putar di area sepertiga akhir, tanpa mampu menembus kotak penalti lawan. Frank Lampard, manajer Chelsea, bukannya abai soal ini. Ia mendatangkan Timo Werner, Kai Havertz, dan Hakim Ziyech untuk mengatasi itu semua.

Namun, hanya Ziyech yang hingga saat ini terhitung tampil relatif apik. Werner, meski sempat tampil oke pada awal musim, dan Havertz nyatanya masih harus beradaptasi dengan pola permainan Chelsea dan atmosfer Premier League yang lebih berat dibandingkan Bundesliga. Alhasil, pada musim 2020/21 ini, penyakit kebuntuan itu kerap hinggap. Termasuk saat mereka menghadapi Fulham.

Meski begitu, selalu ada cahaya dalam kegelapan. Pada menit ke-78, Mason Mount mencetak gol ke gawang Fulham setelah menerobos kotak penalti. Gol yang ia cetak ini mengantarkan Chelsea pada kemenangan 1-0. Tipis, memang, tetapi kemenangan ini memberi napas buat Chelsea.

Dengan torehannya ini, Mount seolah menunjukkan diri bahwa ia lebih dari sekadar anak emas Lampard. Ia adalah anak emas di antara permata-permata yang ada di skuat Chelsea. Ia adalah figur penting dalam skuat Chelsea asuhan Lampard.

***

Mount banyak mendapatkan menit bermain bersama Chelsea sejauh ini. Sejak musim 2019/20, ia sudah tampil dalam 78 laga bersama Chelsea di semua ajang. Ia juga rutin masuk starting XI Chelsea. Tak heran, hal ini membuat Mount mendapatkan istilah anak emas Lampard.

Tidak cuma di Chelsea, selama bermain di Derby County bersama Lampard, Mount juga sering tampil sebagai starting XI. Ia mencatatkan 44 penampilan bersama Derby dan membuat 11 gol serta 6 assist. Berkat hal tersebut, tak ayal sematan anak emas Lampard jadi makin kentara dalam diri Mount.

Akan tetapi, Mount mampu membuktikan diri bahwa ia memang anak emas, tetapi dalam pengertian yang lain. Jika diibaratkan, Chelsea membeli banyak permata di musim panas 2020/21, seperti Ziyech, Werner, Havertz, serta Thiago Silva. Namun, Mount mampu memberi bukti bahwa di antara permata-permata itu, ia adalah emas.

Mount adalah pemain yang versatile. Dalam skema dasar 4-3-3 atau 4-2-3-1 yang lazim diterapkan Lampard, ia bisa masuk dalam berbagai posisi serta memainkan beberapa peran. Ia bisa main di posisi gelandang kiri, winger kiri, serta memainkan peran no. 10. Mount bisa mengisi banyak posisi, asalkan hal tersebut berkaitan dengan peran untuk menyerang.

Hal itu tak lepas dari atribut yang dimiliki Mount. Dalam laman The Coaches Voice, Mount disebut memiliki kemampuan untuk meneruskan progresi permainan dari area lapangan sebelah manapun. Setelah menerima bola, ia bisa langsung menghadap ke depan hanya dengan beberapa kali sentuhan saja

Mount juga jarang melakukan umpan ke belakang, yang pada akhirnya dapat mematikan momentum serangan tim. Setelah menghadap ke depan, ia akan segera mengalirkan bola kepada para pemain depan yang memang berpotensi bisa menerimanya.

Khusus untuk musim 2020/21, kinerja Mount dalam membangun serangan tidak lagi seperti di musim 2019/20. Hadirnya Havertz dan Ziyech menjadikan peran Mount jadi lebih ke dalam. Ia lebih banyak beroperasi sebagai gelandang kiri, dengan peran sebagai penerus progresi serangan dari belakang ke depan. Namun, dengan peran yang membuatnya bermain lebih dalam ini, catatan menyerang Mount tetaplah apik.

Per WhoScored, Mount jadi penoreh rataan umpan kunci per laga tertinggi di Chelsea dalam ajang Premier League, yakni 2,6 kali. Ia mengungguli Ziyech dan Reece James yang menorehkan rataan umpan kunci 1,6 kali dan 1,3 kali. Mount juga jadi pemain dengan rataan tembakan per laga tertinggi kedua di Chelsea, yakni 2 kali

Apiknya catatan Mount ini juga merupakan buah dari perilaku yang ia terapkan dalam menyerang. Selain mampu mengalirkan bola dari berbagai sisi, Mount juga mampu menyelinap masuk ke kotak penalti saat ada ruang yang bisa ia manfaatkan. Itu tampak saat Chelsea mencetak gol ke gawang Fulham. Mount menyelinap masuk kotak penalti, lalu melepaskan sepakan yang akhirnya menembus gawang Fulham

Selain memiliki catatan menyerang yang baik, Mount juga memiliki kesadaran bertahan yang oke. Saat Chelsea kehilangan bola, Mount akan jadi pemain pertama yang melakukan transisi dengan cepat. Ia akan langsung menekan pemain yang membawa bola, atau turut serta melakukan tekel dan intersep di area pertahanan lawan

Tak ayal, catatan bertahan Mount juga bagus, terutama untuk ukuran sebagai pemain dengan posisi gelandang serang. WhoScored mencatat, Mount mampu menorehkan rataan tekel per laga tertinggi ketiga di Chelsea dalam ajang Premier League, yakni 2,1 kali. Rataan intersep per laganya juga masuk dalam jajaran 10 besar di Chelsea, yakni 1,1 kali.

Dengan atribut-atribut yang Mount miliki ini, tak heran Gareth Southgate, pelatih Timnas Inggris, kepincut untuk memanggilnya masuk Timnas. Mount pun menjalani debut bersama Timnas Inggris senior pada September 2019, dan sejauh ini, ia sudah menorehkan 13 caps bersama Timnas. Ia jadi penopang yang baik bagi sosok-sosok kreatif di Timnas macam Jack Grealish maupun James Maddison

***

Terlepas dari atribut-atribut positif yang Mount miliki, ia juga punya beberapa kekurangan. Kekurangan Mount yang paling kentara dari Mount adalah kurang baiknya ia dalam mengambil keputusan saat menyerang. Itulah terkadang yang juga jadi salah satu sebab tersendatnya serangan Chelsea.

Tidak cuma itu, Mount bukanlah penyelesai akhir yang apik. Torehan 11 gol dari 78 laga bersama Chelsea sejauh ini menunjukkan bahwa ada beberapa peluang yang, pada akhirnya, gagal diselesaikan Mount dengan baik. Ia senang mendribel bola, tetapi juga bukan pendribel bola yang ulung dan apik karena lawan acap menghentikan dribelnya.

Meski begitu, dengan usianya yang kini masih 22 tahun, masih banyak waktu buat Mount untuk mengevaluasi itu semua. Ia memang anak emas Lampard, bahkan ada juga yang menyamakan dirinya dengan Lampard semasa masih jadi pemain. Namun, dengan kemampuan ini, Mount membuktikan bahwa ia memang layak menjadi emas di tengah permata yang bertaburan di skuat Chelsea.

Sekarang, tinggal bagaimana langkah yang diambil Chelsea. Apakah mereka akan membiarkan emas ini berkarat sehingga nanti nilainya turun, atau mereka akan menyepuhnya sehingga tetap berkilau untuk waktu lama?