Memperlakukan Bola seperti Messi

Foto: Twitter @FCBarcelona

Bola tahu Messi tidak menendangnya dengan sembarangan, tetapi dengan hormat. Lalu, keduanya bersepakat untuk merengkuh kemenangan.

Jika kau tidak memperlakukannya dengan lancang, bola akan menjadikanmu serupa Lionel Messi, kawan karibnya.

Bola itu spesial. Ia tidak bernyawa, tetapi bisa menghidupkan suasana. Ia tidak dapat berbicara, tetapi mampu membuat orang-orang berbincang tentangnya. Ia tidak berkaki, tetapi sanggup menggerakkan keajaiban. Untuk mewujudkan semua tujuan itu, bola hanya perlu bersama orang yang tepat.

Ketika bertemu dengan orang yang tepat, suasana hati bola yang gampang berubah-ubah bakal membaik. Sang pemain dan bola berpadu, melahirkan trik-trik indah yang memantik elu-elu dan selamanya menjadi salah satu ingatan terbaik bagi para penonton.

Pada suatu waktu, si pemain akan melompat-lompat di atas bola, lalu bola bergantian melompat-lompat di atasnya. Bola menghilang selama satu atau dua detik, lalu muncul kembali di hadapan si pemain. 

Pada momen itu, hanya si pemain yang mengetahui dengan pasti kapan bola muncul kembali. Mereka berkawan baik. Kapan ia muncul, hanya kepada si pemain yang disukainyalah bola membuka rahasia itu. 

Jika itu yang terjadi, pertandingan akan menjadi milik sang pemain spesial. Bek-bek lawan yang mengejar boleh kekar dan bertampang sangar. Namun, mereka tidak akan kedapatan tempat, lantas kehilangan akal dan menutup laga sambil merutuk kesal.

***

Sepak bola sedang dingin-dinginnya untuk Barcelona. Kemelut dan polemik datang silih berganti. Belum selesai yang satu, sudah datang yang lain. Kekalahan demi kekalahan berulang kali datang. 

Di hadapan orang-orang, Barcelona perlahan menyusut. Jangan-jangan sebentar lagi raksasa Catalunya tak akan lebih besar ketimbang kurcaci.

Salah satu cara yang mesti dituntaskan Barcelona untuk melindungi diri dari kemungkinan terburuk itu adalah merengkuh kemenangan sebanyak-banyaknya. 

Lawan yang hadapi pada pekan 25 La Liga 2020/21 adalah Sevilla. Jangan buru-buru menuding Sevilla sebagai tim kacangan. Di tangan Julen Lopetegui, kini mereka berubah rupa menjadi petarung yang gemar mencoreng nama baik para raksasa.

Lima menit menjelang pertandingan tuntas, Barcelona sudah memimpin 2-0. Saat orang-orang berpikir laga sudah tuntas, Messi justru meninggalkan cerita yang membuat para penonton melupakan kantuk. Pada menit 87 detik 33, Messi yang menggiring bola dikejar mati-matian oleh Joan Jordan.

Kejaran itu tidak terlihat mustahil. Jordan berada tepat di belakang Messi, jarak mereka hanya selengan. Namun dalam jarak yang lebih pendek daripada sepelemparan batu itu pun Messi tetap sanggup melepaskan diri. Ia tak terhentikan, bahkan oleh Jordan yang saking gusarnya sampai berusaha menangkap dan menghentikan Messi dengan tangannya.

Penggawa Sevilla itu sudah bisa menarik punggung jersi Messi. Akan tetapi, Messi lebih cepat dan lebih kuat. Dalam sepersekian detik ia melepaskan diri dan segera menjangkau bola yang ada di depannya.

Fragmen itu membangkitkan cerita lama, bahwa di antara seluruh pesepak bola yang ada sekarang, kualitas dribel Messi adalah yang terbaik. 

Messi memiliki caranya sendiri agar bola tak ngambek  di tengah jalan, agar bola enggan berpindah ke lain kaki. Ada dua detail yang membedakannya dengan pesepak bola lain, termasuk para pemain bintang. Pertama, Messi mengusahakan agar sebisa mungkin jari kakinya menyentuh dan mengarah ke tanah saat mendorong bola.

Orang-orang yang pernah berlatih sepak bola sewaktu kanan pasti berulang kali mendengar instruksi pelatih supaya selalu menyentuh bola dengan kelingking saat mendribel. Sentuhan kecil, little touch. Sekarang, sebagian pelatih akademi dan sekolah sepak bola menamai instruksi itu dengan sebutan Messi’s touch. Sentuhan Messi.

Detail ini penting karena pada dasarnya kecepatan berlari saat menggiring bola bicara tentang kemampuan untuk menduplikasi gerakan berlari tanpa bola. Kondisi natural seseorang saat berlari adalah saat ia berlari tanpa bola. Ketika berlari tanpa bola, ia berlari tanpa beban tambahan. Dalam kondisi demikian, seharusnya seseorang bisa mencapai kecepatan terbaiknya.

Jika diperhatikan, ada banyak pemain yang memilih untuk menekuk telapak kakinya ke dalam saat menggiring bola. Teknik ini mungkin membuat bola lebih susah direbut orang lain. Namun, posisi kaki demikian bukan posisi normal ketika seseorang berlari. Dari situ, kecepatan bisa menurun sehingga lawan malah menemukan celah untuk merebut bola atau menghentikan laju sang pemain.

Detail kedua adalah waktu sentuhan. Ini bicara tentang posisi bola saat Messi mendorongnya ke depan. Messi menyentuh bola ketika posisi bola sejajar dengan tepi tengah tubuhnya. Sementara, kebanyakan pemain berusaha mendorong bola ketika bola itu tepat ada di depan mereka.

Sekilas Messi seperti pemain yang terlambat menyentuh bola. Akan tetapi, mendorong bola saat bola saat bola tepat berada di depan kaki justru berisiko menyulitkan si pemain sendiri. Umumnya, pemain ‘terpaksa’ harus mengubah panjang langkah atau meregangkan kaki untuk menjangkau bola. 

Perubahan tersebut bisa membuat si pemain mengurangi kecepatan larinya. Sementara, jika, bola berada sedikit lebih jauh, Messi bisa menggunakan kecepatannya lalu berakselerasi. Prinsipnya adalah menduplikasi gerakan saat tidak memegang bola.

Messi membuat bola menjinak dengan teknik itu. Pada 2019/20, 182 dari 283 percobaan dribelnya sukses. Angka itu menjadikannya sebagai pemain dengan dribel terbaik di La Liga 2019/20. Di antara seluruh pemain yang berlaga di liga-liga Eropa, Messi ada di posisi kedua. Di tempat tertinggi adalah Adama Traore yang bertanding untuk Wolverhampton Wanderers di Premier League. Pada kurun yang sama, 183 dribel dari 264 percobaannya sukses.

****

Messi seolah-olah memperlakukan bola sebagai teman yang begitu dikenalnya. Ia tahu bola suka membanggakan diri. Ada banyak orang yang menatapnya dengan penuh harap ketika ia melayang, ada begitu banyak hati yang patah ketika ia menjejak ke tempat yang tidak diinginkan.

Mungkin Messi paham bahwa bola tidak suka dikekang. Ia bisa menjadi penurut jika kau tidak merenggut seluruh kebebasannya. Maka dari itu, Messi membiarkan bola menggelinding, menikmati rumput lapangan yang begitu digemarinya untuk beberapa saat. 

Pada waktu yang tepat, Messi baru mendorong bola dengan ujung jarinya. Bola tahu Messi tidak menendangnya dengan sembarangan, tetapi dengan hormat. Lalu, keduanya bersepakat untuk merengkuh kemenangan.

Bagaimana Messi bisa memahami bole sedetail itu? Barangkali itu ada hubungannya dengan rencana Tuhan. Ia lahir ke dunia sambil membawa gangguan defisiensi hormon. Kondisi ini berkaitan dengan mutasi gen. Ketika berusia 11 tahun, dokter baru menyadari kondisi tersebut karena tubuh Messi terlihat lebih kecil daripada anak-anak sebayanya.

Tak semua yang terlihat buruk adalah kutuk. Tuhan menganugerahkan Messi dengan cinta akan permainan indah dan bakat yang membuat Barcelona membukakan pintu.

Messi memulai pertualangannya saat berusia 13 tahun. Ia memburu suntikan hormon pertumbuhan hingga ke Barcelona. Apa boleh buat, hanya klub itulah yang mau dan mampu membiayai kebutuhan medisnya.

Dididik di La Masia seharusnya bukan hal buruk. Entah ada berapa banyak orang tua yang melakukan segala cara agar anaknya boleh masuk ke sana. 

Namun, kepindahan ke La Masia adalah perpisahan dengan rumah dan kampung halamannya. Itu berarti tak ada lagi hadiah kue yang diberikan pelatihnya di Newell’s Old Boys setiap kali berhasil mencetak gol. Itu artinya, yang dilakukan Messi hanya berlatih di La Masia, bersekolah, pulang, dan menjalani terapi suntikan hormon pertumbuhan.

Messi bukan jadi satu-satunya bocah remaja di La Masia. Ia berkawan dengan Cesc Fabregas dan Andres Iniesta. Namun, mungkin keduanya tak bisa memahami Messi karena ia memang tak banyak bicara. Messi lebih suka mengunci dan menutup diri rapat-rapat.

Pada hari-hari yang memuakkan itu, barangkali hanya bola yang memahaminya. Menendang bola dan mencetak gol mungkin juga tidak mampu membuat Messi tersenyum lebar, apalagi tertawa terpingkal-pingkal. Namun, setidaknya ia mampu melupakan luka dan kesepian yang diperamnya sejak tiba di La Masia.

Musim 2020/21 adalah periode yang berat untuk Messi. Ia memulainya dengan polemik, bahkan kehilangan kawannya, Luis Suarez, yang ditendang ke Atletico Madrid. Messi ingin meninggalkan barcelona, tetapi hanya bisa menelan ludah dan tertunduk karena diadang persoalan hukum dan kontrak. Itu belum ditambah dengan kontroversi yang menghantam klubnya.

Barcelona memberikan segalanya untuk Messi. Ia bahkan tinggal di sana lebih lama daripada di Argentina. Akan tetapi, kini Barcelona berubah dari rumah yang aman menjadi tempat yang mengerikan untuknya.

Dalam sekejap Messi seperti kembali ke 20 tahun lalu, ketika ia kehilangan hampir segalanya demi sepak bola. Dari kehilangan, terbitlah kesepian. Messi tersadar bahwa segala sesuatunya telah berubah. 

Pada hari-hari yang memuakkan, Messi merepetisi apa yang dilakukannya 20 tahun lalu. Ia berlari kepada bola yang berulang kali menyelamatkannya dari keterpurukan. Keduanya tak selalu akur, lihat saja apa yang terjadi pada Messi bersama Tim Nasional Argentina. Namun, setidaknya, bola tidak pernah meninggalkan Messi.

Maka ketika Messi meliuk-liuk menggiring bola sebelum mencetak gol, kita sedang menyaksikan dua kawan karib yang saling menjaga agar tak habis dilumat bronca*.

===

*Bronca dalam bahasa Argentina amarah yang diwarnai dengan kebencian.