Mempertanyakan Keputusan Southgate Memarkir Alexander-Arnold

Ilustrasi: Arif Utama.

Musim ini memang bukan musim terbaik Trent Alexander-Arnold. Namun, catatan ofensif dan defensifnya masih mentereng dan tak kalah dibanding full-back kanan Inggris pilihan Southgate.

Pada musim 2005/06, atau musim sebelum Piala Dunia 2006, Filippo Inzaghi hanya mengemas 12 gol di Serie A bersama AC Milan. Sementara itu, Vincenzo Iaquinta hanya mencetak total sembilan gol buat Udinese pada ajang yang sama.

Dalam daftar top-skorer Serie A musim itu, ada beberapa striker Italia yang jumlah golnya lebih banyak ketimbang Inzaghi dan Iaquinta. Cristiano Lucarelli (Livorno) dan Francesco Tavano (Empoli) sama-sama mencetak 19 gol. Tommaso Rocchi membukukan 16 gol buat Lazio, sedangkan Sergio Pellissier mencatatkan 13 gol untuk Chievo.

Namun, pada akhirnya, Marcelo Lippi lebih memilih membawa Inzaghi dan Iaquinta untuk masuk ke dalam 23 pemain Tim Nasional Italia untuk Piala Dunia 2006. Lucarelli dan Tavano sempat masuk ke dalam pra-skuad, tapi mereka kemudian dicoret dan tak dibawa ke Jerman.

Lippi tahu, Inzaghi adalah Inzaghi. Kendati di musim itu dia sedang seret gol dan sebelumnya sudah absen selama dua tahun membela Timnas Italia, Inzaghi adalah salah satu striker terbaik yang dimiliki Italia kala itu. Pun begitu dengan Iaquinta yang lebih dipilih ketimbang Lucarelli karena gaya mainnya bisa membuat Italia punya alternatif dan lebih dinamis di lini depan.

Setelahnya, kita tahu bahwa Inzaghi dan Iaquinta sama-sama jadi bagian penting dari skuad Italia yang menjadi juara dunia kala itu. Lippi tak salah memilih. Dia lebih memilih memasukkan pemain terbaik di skuadnya, ketimbang pemain yang sedang punya performa bagus di musim sebelum Piala Dunia 2006 itu.

Beberapa pelatih kemudian melakukan hal serupa Lippi. Joachim Loew, misalnya. Ketika menentukan siapa yang masuk skuad Jerman untuk Piala Dunia 2014, Loew memasukkan nama Lukas Podolski. Padahal, pada musim 2003/04, Podolski cuma bermain 20 kali di Premier League dan hanya mencetak delapan gol. Jumlah gol itu adalah yang paling sedikit ketimbang tiga musim sebelumnya, di mana Podolski selalu bisa mencetak dua digit gol di liga.

Kendati demikian, Podolski tetap dibawa ke Brasil. Loew tahu, Podolski adalah sosok penting buat Timnas Jerman. Loew juga tahu bahwa Podolski adalah salah satu pilihan terbaik yang dimilikinya. Kendati masih ada nama-nama seperti Max Kruse, Stefan Kiessling, Max Meyer, atau Gonzalo Castro, Loew tetap menjatuhkan pilihan pada Podolski dan kita tahu pilihannya tak salah.

Namun, tak semua pelatih punya pola pikir seperti Lippi dan Loew. Terkadang, penampilan di musim sebelum turnamen besar jadi tolok ukur dipanggil atau tidaknya seorang pemain. Salah satunya adalah Gareth Southgate.

***

Baru-baru ini Gareth Southgate membuat keputusan yang cukup mengejutkan. Dia tak memanggil Trent Alexander-Arnold ke Timnas Inggris untuk Kualifikasi Piala Dunia 2022 pada Maret ini. Alasannya: Performa Alexander-Arnold musim ini bersama Liverpool belum mencapai level yang diinginkan Southgate.

Secara statistik, jumlah gol dan assist Alexander-Arnold memang jauh menurun ketimbang musim lalu. Pada Premier League musim ini, sang pemain baru mencatatkan tiga assist dan satu gol. Sementara pada musim lalu, Alexander-Arnold mencetak 13 assist dan empat gol.

Penurunan itu sepertinya yang menjadi dasar mengapa Southgate lebih memilih memanggil Kieran Trippier, Reece James, dan Kyle Walker untuk pos full-back kanan Inggris. Padahal, jika ditelaah lebih dalam, statistik Alexander-Arnold musim ini tak seburuk itu. Bahkan ada beberapa angka di mana dia lebih baik ketimbang tiga nama di atas.

Yang pertama tentu saja kita lihat dari aspek ofensif. Melihat dari catatan per 90 menit di liga musim ini, Alexander Arnold unggul di angka penciptaan peluang, umpan silang dan sepak pojok sukses, umpan progresif, expected assist (xA), dan shot creating actions (aksi ofensif yang menghasilkan tembakan).

Alexander-Arnold mencatatkan 2 penciptaan peluang per 90 menit. Sementara Tripper hanya mencatatkan 1,1, James 1,5, dan Walker hanya 1. Peluang yang diciptakan Arnold terbukti berkualitas, karena xA-nya per 90 menit ada di angka 0,22. Bandingkan dengan catatan James 0,18, Trippier dengan 0,15, dan Walker dengan 0,03.

Untuk umpan silang dan sepak pojok yang jadi salah satu aspek penting dalam permainan Inggris pun, catatan per 90 menit milik pemain kelahiran Liverpool itu masih jadi yang terbaik. Alexander-Arnold mencatatkan angka 1,7, sedangkan James dan Trippier punya catatan 1,3 dan Walker hanya 0,1.

Grafis: Squawka

Soal umpan progresif pun demikian. Angka per 90 menit milik Alexander-Arnold menyentuh 29,2, jauh mengungguli tiga pemain lain, di mana yang terdekat hanyalah Walker dengan angka 22. Sedangkan angka Trippier 17,7 dan catatan James hanya 15,2.

Terakhir, pada shot creating actions (SCA) yang menghitung aksi ofensif (dribel, umpan, memenangkan pelanggaran) per 90 menit, catatan Alexander-Arnold lagi-lagi jadi yang terdepan. Dia mencatatkan 2,96 SCA, berbanding 2,77 milik James, 2,5 milik Trippier, dan 1,25 milik Walker.

Southgate menepikan full-back kanan Inggris dengan catatan ofensif paling baik. Perlu dicatat, pada musim yang (katanya) buruk saja, Alexander-Arnold bisa punya catatan yang lebih baik.

Sementara soal pertahanan, kita tahu Trippier bermain di Atletico Madrid yang secara sistem bermain lebih defensif. Namun, kendati tak jadi yang terbaik di beberapa statistik, catatan Alexander Arnold juga tak bisa dibilang buruk. Dia mampu bersaing.

Bahkan, pada catatan ball recoveries (aksi merebut bola kembali) per 90 menit, catatan pemain yang identik dengan nomor punggung 66 itu jadi yang terbaik. Dia mencatatkan 7,9 ball recoveries, sedangkan tiga pemain lain tak ada yang angkanya melebihi 6. Yang terdekat hanya James dengan 5,8.

Soal aksi intersep yang acap dinilai sebagai perhitungan apakah seorang pemain bertahan bisa membaca permainan dengan cepat atau tidak, angka Alexander-Arnold jadi yang terbaik kedua setelah Trippier. Dia mencatatkan 1,3 intersep per 90 menit, berbanding 1,4 milik Trippier. Sementara, angka James dan Walker sama-sama tak lebih dari 1.

Sementara soal presentase duel darat sukses per 90 menit, Alexander-Arnold jadi yang terbaik ketiga. Catatannya yang 53,15% masih tak lebih baik dari Trippier yang mencatatkan 59,62% dan James yang memiliki angka 54,17%.

Namun, Alexander-Arnold jadi yang terbaik lagi dalam angka presentase pressing sukses. Bek berusia 22 tahun itu punya angka pressing sukses per 90 menit sebesar 36,7%, berbanding angka milik Walker 33%, Trippier 31,3%, dan James dengan 28%.

Sudah menepikan full-back kanan dengan statistik ofensif terbaik, Southgate juga menepikan full-back kanan dengan kemampuan pressing terbaik di timnya. Jika Inggris mau dibuatnya mampu merebut bola secepat mungkin di area pertahanan lawan, Alexander-Arnold jelas harus dipilih.

Grafis: Fbref

Jika Southgate mau bermain dengan pola empat bek sebagaimana yang dia tampilkan dalam laga terakhir vs San Marino, Alexander-Arnold bahkan amat layak jadi pilihan utama. Justru pemilihan Walker yang patut dipertanyakan, karena secara statistik dia kalah pada banyak aspek.

Namun, menjadi mafhum jika Southgate memilih Walker karena ingin bermain dengan pola tiga bek, sebab penggawa Manchester City itu punya kemampuan bermain sebagai bek tengah-kanan. Kalau di situasi seperti ini, Southgate perlu memilih antara Trippier dan James untuk jadi full/wing-back kanan kedua setelah Alexander-Arnold.

Kalau berbicara soal konsistensi,  sebenarnya tiga nama lain juga tak bisa disebut konsisten-konsisten amat musim ini. Walker kalah saing dari Joao Cancelo di City, Trippier sempat mendapat suspensi dan baru bermain enam kali sepanjang 2021, sedangkan James baru mencatatkan 718 menit di bawah Thomas Tuchel dan sering dirotasi dengan Callum Hudson-Odoi atau Christian Pulisic.

Yang perlu dicatat lagi, musim ini Alexander-Arnold bermain di Liverpool yang sedang dalam kondisi tak kondusif. Badai cedera di lini pertahanan Liverpool membuatnya tak bisa lagi menyerang seleluasa musim-musim sebelumnya. Selain itu, partner bek tengah-kanan yang ganti-ganti juga kudu membuatnya lebih fokus mengerjakan tugas defensif.

Baca di sini untuk mengtahui mengapa jumlah assist Alexander-Arnold menurun musim ini

Southgate harusnya tahu, dua musim lalu ketika Liverpool sedang baik-baik saja, Alexander-Arnold adalah full-back kanan terbaik Inggris, dan bahkan dunia. Karenanya pada musim ini, menilai kondisi dia sebagai individu, tanpa melihat Liverpool secara utuh, tidaklah adil.

***

Banyak pelatih juga pernah menyesali keputusannya tak menyertakan pemain terbaik ke turnamen mayor, seperti Piala Dunia dan Piala Eropa.

Joachim Loew mungkin menyesali keputusannya tak membawa Leroy Sane ke Piala Dunia 2018 hingga sekarang. Jika saja Sane saat itu diboyong ke Rusia, lini depan Jerman mungkin punya opsi tambahan dan mereka tak akan kesulitan membongkar pertahanan rapat lawan dan tersingkir di babak fase grup.

Luiz Felipe Scolari mungkin masih memendam penyesalan karena tak membawa Philippe Coutinho atau Kaka ke Piala Dunia 2014 dan lebih memilih Bernard. Ketika Neymar cedera dan Brasil butuh pengganti yang bisa membawa perbedaan, Bernard tak mampu melakukan itu.

Southgate, rasanya, juga tak ingin menyesal. Full-back kanan Inggris memang sedang berlimpah. Selain empat nama di artikel ini, dia masih punya Aaron Wan-Bissaka, Kyle Walker-Peters, Luke Ayling, sampai Matty Cash yang juga tak kalah konsisten.

Namun, adalah keputusan mudah untuk memutuskan bahwa di antara banyak nama itu, Alexander-Arnold layak mendapat satu tempat untuk Piala Eropa 2020 nanti.