Mencari 'Impostor' di Balik Melempemnya Man City

Foto: Twitter @ManCity

Empat angka dari tiga laga adalah bukti melempemnya Manchester City. Kira-kira, siapa (atau apa) "impostor" di balik problem ini?

Pep Guardiola seperti sedang berjalan di lorong-lorong sempit. Sembari menggenggam sejumlah task di dalam agendanya, pria berkepala plontos itu juga kudu berhati-hati.

Selayaknya bermain game 'Among Us', Guardiola mesti mencari impostor yang berpotensi menyabotase perjalanan timnya, Manchester City, musim ini.

***

Empat angka dari tiga pertandingan tentu bukan langkah bagus buat Manchester City. Mereka cuma imbang 1-1 lawan Leeds United pada duel termutakhir. Sebelumnya, mereka kalah telak 2-5 dari Leicester City pada pekan ketiga Premier League. 

Buat Guardiola, kekalahan dari Leicester itu adalah pengalaman buruk. Bukan cuma karena timnya kalah telak, tetapi juga baru kali itu tim asuhannya kebobolan 5 gol dalam satu pertandingan.

Alhasil, City sekarang terdampar di peringkat ke-14 klasemen. Meski, yah, masih lebih baik dari Manchester United yang nangkring dua setrip di bawah mereka.

Namun, United jelas bukan patokan ideal buat City. Saingan The Citizens jelas Liverpool, sang kompetitor dalam dua musim ke belakang. Sejauh ini, The Reds sudah mengumpulkan 9 poin. 

Itu belum dihitung Leicester, Chelsea, plus dua kuda hitam yang tak terkalahkan sejauh ini: Everton dan Aston Villa.

So, apa yang membuat City kacau pada awal musim ini?

Badai Cedera di Lini Depan

Bukannya membela City, tapi memang tumbangnya barisan lini depan jadi alasan utama mengapa mereka kelimpungan. Sergio Aguero sang juru gedor utama cedera sejak Premier League 2020/21 bergulir. 

Gabriel Jesus memang lumayan sebagai alternatif. Tengok saja, striker 23 tahun itu sukses menyumbang satu gol saat City menggebuk Wolverhampton Wanderers 3-1 di Molineux Stadium. Namun, City ketiban apes karena Jesus juga ikut-ikutan cedera dan absen pada dua duel terakhir City.

Guardiola tak punya stok lagi. Alhasil, Raheem Sterling ia tunjuk buat ngepos sebagai ujung tombak. Keputusan ini bukan tanpa dasar; eks Liverpool itu sukses mengemas 55 gol pada tiga edisi terakhir Premier League.

Masalahnya, Sterling masih belum mampu mengemban peran sebagai striker tengah. Performanya amburadul pada laga versus Leicester. Shot on target-nya cuma sebiji dan nihil umpan kunci. Sterling bahkan jadi pemain yang paling sering kehilangan penguasaan bola: 7 kali.

Guardiola lantas menjajal formula baru dengan memainkan Riyad Mahrez sebagai penyerang tengah saat bersua Leeds United. Lalu, Sterling bermain di pos alaminya --winger kiri. Hasilnya tak buruk karena Sterling sukses bikin sebiji gol. Meski demikian, formula baru ini enggak cukup membawa City menang karena The Peacocks mencetak gol balasan pada babak kedua.

Hasil itu belum jadi jaminan kalau performa lini depan City membaik. Penyelesaian akhir mereka parah. Bayangkan, dari 23 tembakan cuma 2 di antaranya yang menyasar gawang Leeds.

Sudah begitu, catatan xG (expected goals) City pun kalah. Sementara Leeds menorehkan 2,57 xG, City cuma 1,42. Dengan begitu, kualitas peluang yang dihasilkan City jelas kalah dari Leeds.

Padahal, Kevin De Bruyne sebagai kreator serangan tergolong rajin dalam memproduksi umpan kunci. Ada 5 keypass yang dibuatnya. Sayangnya, itu tak selaras dengan Mahrez yang nihil shot on target.

Dari sini bisa dilihat bahwa Guardiola masih belum bisa menyiasati absennya Aguero dan Jesus di pos striker utama. Kabar baiknya, Aguero sudah kembali latihan dan siap buat mentas di pekan kelima. So, ada harapan kalau mata pisau City bakal kembali tajam pasca-jeda internasional nanti.

Barisan Belakang Masih Rapuh

Urusan distribusi bola, barisan pertahanan City memang jagoan. Namun, soal aksi bertahan hmm... Nanti dulu. Pada musim lalu, tercatat ada delapan kesalahan berujung gol yang dibuat para defender City.

Selain itu City juga mengalami peningkatan kuantitas tembakan dari lawan dari musim ke musim. Mereka menerima 115 tembakan pada edisi 2019/20, 32 tembakan lebih banyak dibanding periode sebelumnya.

Kebobrokan itu masih terpampang di musim ini. Lihat saja lima gol Leicester yang bersarang ke gawang Ederson. City sudah 7 kali kebobolan, lebih banyak dari jumlah gol yang mereka buat (6 gol) sejauh ini.

City memang sudah berusaha memperbaiki lini belakang mereka dengan mendatangkan Nathan Ake dari Bournemouth. Pemain berambut gimbal itu cukup mahir dalam aksi bertahan selain aktif membantu serangan. Performanya pun tak buruk-buruk amat karena sudah menyumbang satu gol sejauh ini.

Namun, Ake bukanlah jawaban tunggal atas kelemahan sektor belakang City. Barisan pertahanan adalah organisasi kolektif, membutuhkan koordinasi yang baik di dalamnya. Terlebih, dalam gaya bermain Guardiola yang mengusung garis pertahanan tinggi.

City punya standar tinggi untuk pemain belakang. Selain atribut bertahan, mereka kudu mahir mengolah bola dan punya inisiatif yang oke dalam membangun serangan. Belum lagi dengan kemampuan fisik yang kuat untuk meladeni gaya main Premier League.

Sejauh ini, cuma Aymeric Laporte yang memenuhi kualifikasi itu. Sisanya? Well, maaf-maaf saja.

Lihat saja gol Wolves ke gawang City pada pekan kedua. Prosesnya tak terlepas dari kesalahan Benjamin Mendy dan John Stones dalam menjaga Raul Jimenez.

Contoh lainnya adalah Eric Garcia, yang jadi pesakitan saat City kalah di tangan Leicester. Pemuda Spanyol itu bertanggung jawab atas 3 gol The Foxes ke gawang timnya.

Wajar kalau Guardiola mendatangkan Ruben Dias dari Benfica dengan banderol 61 juta poundsterling. FYI, pelatih berkepala pelontos itu sudah jajan sebanyak 400 juta poundsterling hanya untuk pemain belakang selama menukangi City.

"Kami sudah mengukur kemampuannya sebelum kami mencoba membeli Dias," kata Guardiola kepada Sky Sports.

Guardiola tentu punya dasar kuat memboyong Dias. Meski baru 23 tahun, Dias sudah mengemban ban kapten Benfica --menunjukkan bahwa ia punya bakat kepemimpinan. Selain itu, ia juga bisa membaca permainan lawan.

Dias berhasil menjawabnya saat debut melawan Leeds. Dia berhasil memenangi 2 duel udara. Persentase kesuksesan umpannya juga mencapai 83%, jauh lebih baik dari tandemnya, Laporte, yang "cuma" mendulang 73%.

Namun, ketika problem bek sudah mulai beres, eh, giliran Ederson yang mengacau. Kiper Brasil itu bikin blunder dan "memberi" Rodrigo Moreno gol buat Leeds.

Secara garis besar, tak ada yang salah dalam tubuh City. Betul bahwa mereka mengalami start yang jelek. Namun, ada alasan besar di balik itu. Pertama, cedera yang dialami Aguero dan Jesus. Kedua, ya, karena lini belakang mereka yang butut.

Meski begitu, para fans City tak perlu risau. Aguero kemungkinan besar bisa mentas di Premier League pekan kelima.

Buat lini belakang, performa Dias sejauh ini cukup menjanjikan. Dia mungkin saja jadi penyelamat atas kebobrokan lini belakang City. Asalkan, teman-temannya janji tak bikin blunder lagi.