Meneropong Bintang-bintang Muda Serie A

@SassuoloUS

Karena Serie A telah menjadi hamparan taman yang menyejukkan para pemain muda, bukan lagi liganya aki-aki.

Liganya aki-aki, begitu cibiran yang dilempar ke Serie A. Mereka dianggap sebagai ekosistem yang memanjakan para pemain tua. Kehadiran superstar uzur macam Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic mengukuhkan stigma itu.

Namun, anggapan hanyalah anggapan. Faktanya Serie A justru tergolong ramah buat para pemain muda. Pada musim lalu, rata-rata umur pemain klub-klub Serie A ada di angka 26,8 tahun. Itu hanya terpaut tipis dari Premier League yang mencapai 26,4. 

Justru La Liga yang paling toku karena rata-rata pemainnya ada di umur 27,19. Sementara Bundesliga masih menjadi liga yang paling ramah buat anak muda dengan rata-rata usia 25,7 tahun.

Well, langsung saja, kami sudah mengumpulkan tujuh pemain yang berpeluang besar untuk berpendar lebih terang di Serie A musim 2021/22. Performa musim lalu, penampilan di Piala Eropa, dan kecocokan dengan pelatih menjadi indikatornya. Yang jelas, usia mereka tidak lebih dari 23 tahun.

Federico Chiesa

Kurang apa coba Chiesa? Menjadi juara Coppa Italia dan Supercopa pernah, kampiun Piala Eropa juga juga sudah. Bukan sekadar nampang, melainkan tampil sebagai personel reguler. Ya, bisa dibilang Chiesa adalah pemain muda Italia yang paling potensial sekarang. Sepasang gol yang dilesakkannya di Piala Eropa kemarin menunjukkan betapa matangnya dirinya. Pun di Serie A, ia mengumpulkan masing-masing 8 gol dan assist. Hanya Cristiano Ronaldo (29 gol-3 assist) dan Alvaro Morata (11 gol-9 assist) yang kalkulasinya lebih dari Chiesa.

Perkara penyelesaian peluang, Chiesa rajanya. Ia satu-satunya pemain ofensif Juventus dengan xG surplus; 8 lesakan dari 7,54 harapan gol. Masih lebih baik dari Paulo Dybala serta duo secondline 'Si Nyonya Tua', Weston McKennie serta Aaron Ramsey.

Juventus memang kemungkinan bakal mengalami perubahan gaya main sekembalinya Massimiliano Allegri. Namun, itu tak akan  menjadi persoalan. Toh, Allegri juga bisa menempatkan Chiesa di winger kanan dalam wadah 4-3-3 andalannya. Ya, sebagaimana cara kerjanya bersama Timnas Italia di Piala Eropa.

Dusan Vlahovic

Total 21 golnya di musim lalu lebih dari cukup untuk menjawab kualitas Dusan Vlahovic. Torehannya itu melebihi mesin gol kondang seperti Ciro Immobile, Lorenzo Insigne, dan Lautaro Martinez. 

Ingat, usia Vlahovic baru 21 tahun dan "cuma" bermain di Fiorentina. Dengan kata lain, ia tak disokong penyaji peluang ulung. Mentok hanya Frank Ribery dan Cristiano Biraghi. Namun, justru itu yang menegaskan ketajaman Vlahovic. 

Understat mencatat xG striker Serbia itu di angka 18,48. Artinya Vlahovic sukses mengemas sekitar 2,5 gol lebih banyak dari yang diharapkan. Rasio itu bahkan lebih unggul daripada Romelu Lukaku dan Ronaldo. Jadi sebaiknya jangan heran kalau Vlahovic menjadi salah satu kandidat capocannoniere musim ini. 

Alessandro Bastoni

Kita beralih ke bek sentral. Di posisi ini, nyaris tak ada nama lagi selain Bastoni. Ia puya kontribusi besar atas keberhasilan Inter Milan meraih Scudetto musim lalu. Malah, menit mainnya lebih banyak ketimbang bek-bek senior macam Milan Skriniar dan Stefan de Vrij.

Karakteristik bek modern menjadi identitas Bastoni. Kakinya bukan cuma dipakai untuk menekel dan memotong umpan lawan, tetapi juga digunakan dengan baik untuk pendistribusian. Itulah kenapa Antonio Conte memfungsikan Bastoni sebagai penyalur utama bola di Inter. Rata-rata umpan per laganya menyentuh 68 atau yang tertinggi di antara pemain lainnya.

So, jangan heran kalau Bastoni cukup rajin dalam memprakarsai gol. Di Liga Champions ia berhasil bikin satu assist, ditambah 3 di Serie A. Hanya Gian Marco Ferrari (Sassuolo) bek tengah yang mengungguli torehannya di pentas liga.

Brahim Diaz

Bisa dibilang perjudian saat AC Milan memberikan nomor 10 kepada Brahim Diaz. Umurnya baru 22 tahun. Belum lagi dengan statusnya saat ini yang masih pemain pinjaman dari Real Madrid.

Namun, bukan berarti Milan tanpa pertimbangan. Di antara pemain lainnya, Diaz yang paling potensial untuk menggantikan peran Hakan Calhanoglu musim ini. Eks Manchester City punya kaki kiri dan kanan sama bagusnya sehingga bisa dioperasikan di kedua sisi.

Torehan assist Diaz di Serie A musim lalu memang cuma sebatas 3. Tertinggal jauh dari Calhanoglu yang mengoleksi 6 assist lebih banyak. Namun, pekara produktivitas, gelandang kelahiran Malaga itu mampu menyamai jumlah lesakan seniornya itu lewat 4 gol. Perlu digarisbawahi, Diaz mengumpulkanya dari 1.236 menit pementasan atau tak genap setengah dari total penampilan Calhanoglu. 

Giacomo Raspadori

Setelah Chiesa dan Bastoni, ada satu nama lagi yang membuat masa depan Italia makin paripurna, ialah Giacomo Raspadori. Jangan salah, striker Sassuolo ini menjadi pemain termuda yang mampu mencetak lebih dari lima gol di Serie A musim lalu.

Dari tipikal permainan, Raspadori berbeda dari Ciro Immobile atau Andrea Belotti. Tinggi badannya "cuma" 172 dan bukan striker dengan karakteristik target man. Namun, justru itu yang membuatnya spesial. Postur yang relatif mungil memudahkannya untuk bergerak dinamis. Tidak hanya horizontal tetapi juga vertikal.

Di musim lalu, Roberto De Zerbi memanfaatkan Raspadori sebagai false nine. Ini penting mengingat Sassuolo begitu mengandalkan lini kedua untuk mencetak angka. Di sana ada Filip Djuricic, Hamed Traore, dan Manuel Locatelli selain Domenico Berardi.

Selain jumlah gol, torehan umpan kunci Raspadori juga impresif. Setidaknya satu biji dibuatnya di tiap pertandingan. Ya, semeyakinkan itu Raspadori. Lagi pula, kalau tidak menjanjikan, ngapain juga Roberto Mancini membawanya ke Piala Eropa lalu.

Ebrima Darboe

Jika menyebut pemuda anyar yang paling menjanjikan di Roma, Ebrima Darboe adalah salah satu jawabannya. Pemain asal Gambia ini berhasil merebut hati para pendukung I Giallorossi periode lalu. Darboe moncer setelah melakoni debutnya di pengujung musim. Salah satunya, ya, saat membantu Roma memenangi Derby della Capitale tiga bulan silam.

Darboe ini tipikal gelandang bertahan modern. Pemutus serangan oke, perkara pendistribusian bola juga jago. Rata-rata umpannya 52,8 per laga dengan persentase kesuksesan 93,9%. Angka ini menjadi yang terbaik di Roma. Darboe juga punya kecenderungan ofensif. WhoScored mencatat, ia melakukan 4 dribel saat berhadapan dengan Manchester United di Liga Europa.

Foto: AS Roma

Apa yang membuat Darboe bakal bersinar musim ini adalah keberadaan Jose Mourinho. Bukan rahasia lagi kalau The Special One membutuhkan gelandang palugada (apa pun yang pelatih butuh, si pemain memilikinya) di skuadnya. Darboe, punya potensi untuk memenuhi itu. Bukan tak mungkin pula ia menjadi the next Pierre-Emile Hojbjerg atau Marouane Fellaini. Asal, Darboe harus terus berkembang sekaligus menjaga keharmonisannya dengan Mourinho.

Mikkel Damsgaard

Masih ingat gol tendangan bebas Mikkel Damsgaard ke gawang Inggris di Piala Eropa termutakhir? Itu adalah salah satu gambaran betapa ajaibnya pemain 21 tahun ini. Ia merupakan komponen keberhasilan Denmark menjejak semifinal. Sepasang gol dan satu assist menjadi buktinya.

Sejujurnya, Piala Eropa bukan satu-satunya panggung pembuktian Damsgaard. Performanya bersama Sampdoria musim lalu sudah duluan menjanjikan. Ia berhasil mengumpulkan 2 gol dan 4 assist dari 18 kesempatan sebagai starter.

Overall, dribel dan kecepatan menjadi nilai jual dari Damsgaard. Itulah alasan mengapa Claudio Ranieri memfungsikannya untuk melakukan penetrasi dari sisi kiri. Catatannya impresif; 1,5 dribel per laga. Jumlah tersebut nyaris dua kali lipat dari torehan Tommaso Augello yang berada di posisi kedua.

Dengan performa dan kematangan yang disuguhkan Damsgaard pada Piala Eropa kemarin, hampir bisa dipastikan kalau Ranieri akan sering-sering memasangnya di daftar line-up Sampdoria musim ini. Apakah edisi 2021/22 bakal menjadi titik balik karier Damsgaard? Bisa jadi.