Mengabadikan Patrik Schick

Foto: p_schicky

Barangkali langkahnya bersama Ceko akan terhenti. Meski begitu, esok nanti orang-orang akan selalu mengingat gol spektakulernya berulang kali.

Kelak ketika Euro 2020 tuntas, Patrik Schick bakal melegenda. Namanya akan disebut di mana-mana, orang-orang akan terus membicarakannya, dan cuplikan aksinya akan terus diputar hingga tahun-tahun berikutnya.

Tak peduli siapa yang nanti menjadi juara. Tak peduli apakah Republik Ceko bakal terus melaju atau justru pulang segera. Penyebabnya tak lain karena gol yang penyerang bertubuh jangkung ini cetak ke gawang Skotlandia.

***

Menit ke-51 lebih sedikit, pemain Skotlandia bernama Jack Hendry coba melepaskan sepakan jarak jauh. Sebuah keputusan yang sepertinya bakal dia sesali seumur hidup. Bukan karena kegagalannya memberi ancaman berbahaya, melainkan karena apa yang terjadi tak lama setelahnya.

Tak sampai lima detik setelah sepakan Hendry diblok, Schick yang berhasil menguasai bola melepaskan tembakan dari tengah lapangan. Bola itu melambung tinggi, kemudian menukik tajam seperti Bitcoin dan mata uang kripto lain beberapa bulan lalu.

Ia meluncur deras melewati kepala David Marshall, kiper Skotlandia, sebelum akhirnya melewati garis gawang. Schick berteriak girang untuk sesuatu yang membuat kawan-kawannya ikut berteriak: Gol!. Yang terlihat di sana adalah insting seorang penyerang. Schick memang sudah merencanakannya tak lama ketika Marshall kerap berdiri jauh di depan gawang.

“Saya melihatnya di babak pertama. Saya tahu posisinya sangat maju. Jadi ketika bola datang, saya langsung cek di mana dia berdiri. Ketika saya tahu posisinya amat tinggi, saya langsung mencobanya, ” katanya. Itu percobaan pertama dari rencana Schick dan langsung berujung sukses.

Orang-orang memuji Schick setinggi langit karena gol itu. Mau bagaimana lagi, bukan hal mudah mencetak gol dari jarak 45,4 meter. Angka xG untuk gol tersebut bahkan hanya menyentuh 0,03. Bola hasil sepakannya tampak bakal melaju jauh, tetapi malah berbelok kencang menuju gawang.

Alan Shearer sampai berkata, "Itu kesempurnaan yang mutlak. Kombinasi sempurna antara timing, teknik, kepercayaan diri, dan peluang. Luar biasa sekaligus menawan."

Schick lahir di Praha, 25 tahun lalu. Di tempat itu pula ia pertama kali mengenal sepak bola. Pada usia 11 tahun, bakatnya membuat Sparta Praha kepincut. Schick bahkan sudah mendapat debut profesional enam tahun setelah tim yang dia perkuat meraih dua gelar domestik.

Meski begitu, dalam dua musim, hanya empat kesempatan merumput yang Schick peroleh sejak menjalani debut. Keinginan hengkang muncul. Maka, ketika Bohemians berniat meminjamnya pada 2015/16, Schick langsung sepakat. Saat musim berakhir, Schick tahu bahwa yang ia lakukan adalah hal tepat. Musim itu dia mencetak delapan dalam 27 laga.

Catatan pada musim tersebut membuat Sampdoria tertarik. Lantas, ia menuju Italia dan tak butuh waktu lama untuk mencuri perhatian. Musim pertama ia akhiri dengan torehan 11 gol. Musim itu pula, panggilan telepon dari Juventus datang. Sayangnya, kegagalan tes medis membuat perpindahan itu tak pernah terjadi.

Seperti saat masa-masa kelamnya di Praha, Schick kembali berhasil menemukan secarik harap. Tak lama setelah kegagalan transfernya, AS Roma turut memberi penawaran lewat status pinjaman yang pada akhirnya berubah menjadi permanen. Kali ini kepindahannya benar-benar terealisasi.

Namun, delapan gol dalam 58 laga bersama Roma bukanlah catatan yang patut untuk dikenang. Pada dasarnya ia juga sekadar serep. Ketika Edin Dzeko absen, ia baru dimainkan. Saat Dzeko kelelahan, ia yang menggantikan. Malah, tak sekali-dua Schick bermain di posisi yang lebih melebar di sisi kiri dan kanan.

Kondisi buruk itu bikin Schick mempertanyakan kembali keputusannya meninggalkan Sampdoria. Yang ia syukuri? Keberadaan Dzeko. Meski tahu pemain Bosnia itu adalah saingannya di lini depan, Schick selalu bersyukur sebab Dzeko bisa menjadi kawan yang paling sering bercakap dengannya.

"Saya banyak berbicara dengan Dzeko. Paling sering di antara pemain (Roma) lain. Soalnya, dia berbicara dengan bahasa ibu saya sehingga kami bisa saling memahami dengan lebih baik," tutur Schick.

Salah satu obrolan yang paling Schick ingat adalah musim terakhirnya di Roma. Tahu bahwa ia masuk daftar jual, Schick menghampiri Dzeko. Ia bercerita bahwa ada klub Bundesliga yang menawarinya sebuah proyek serius, meski cuma pinjaman. Klub tersebut adalah RB Leipzig. Itu terjadi pada 2019.

"Edin bilang bahwa pergi ke Leipzig akan menjadi keputusan yang baik. Dia pernah di sana (Jerman), bahkan meraih juara (bersama VfL Wolfsburg). Jadi, tak ada alasan bagi saya untuk mengatakan tidak," ujar Schick.

Hanya semusim Schick berada di Red Bull Arena. Namun, sama sekali tak ada yang buruk dari catatan Schick. Sepanjang musim, ia mencetak 10 gol dari 22 pertandingan. Schick juga berperan penting membawa Leipzig finis sebagai runner-up Bundesliga serta menembus semifinal Liga Champions.

Yang spesial dari Schick adalah kemampuannya untuk mengambil keputusan dengan tepat dan cepat. Ia tak butuh waktu lama untuk memantulkan bola, melepaskan sepakan, atau sekadar bergerak mencari ruang.

Sebagai penyerang yang tak punya kecepatan dan kemampuan dribel oke, hal tersebut sangat penting. Lebih krusial lagi karena dia bermain di bawah pelatih Julian Nagelsmann.

Dalam skema Nagelsmann yang banyak sekali jumlahnya itu, Schick mengisi slot penyerang, yang seringnya menjadi tandem Timo Werner. Sementara Werner fokus menjelajah berbagai sisi, Schick bakal lebih sering berada di kotak penalti sebagai pemantul dan pencari ruang.

Aksi-aksinya pada musim itu menggambarkan dengan jelas bagaimana peran yang Schick emban. Yang paling fenomenal adalah saat ia mencetak tiga gol dalam empat laga Bundesliga, termasuk gol krusial yang memicu comeback Leipzig kala melawan Borussia Dortmund.

Masuk akal jika Schick mengaku menyukai masa-masanya selama berseragam Leipzig. Dia bilang, di tim itu kemampuannya semakin terasah. Siapa lagi faktornya kalau bukan karena Nagelsmann.

Schick merasa sangat cocok dengan skema eks pelatih Hoffenhein itu. Terlebih, Schick adalah seorang pekerja keras yang sangat menyukai intensitas yang menjadi ciri khas Nagelsmann. Ia sampai mengungkapkan keinginannya untuk bertahan di Leipzig dalam waktu yang lama.

Keinginan itu sayangnya tak pernah tercapai. Kondisi finansial yang tak begitu ideal membuat Leipzig enggan menebus harga Schick. Pada akhirnya, Schick bergabung dengan Bayer Leverkusen.

Hasilnya? Schick yang kita saksikan di Leipzig masih terlihat. Sebagian dari sembilan golnya musim itu berasal dari sentuhan-sentuhan cepat setelah memanfaatkan ruang kosong. Intensitasnya tergambar dari jumlah clearance-nya yang paling tinggi di antara penyerang Leverkusen lain. Ia pun sangat jarang kehilangan bola.

Di Euro 2020, semua itu kembali kita saksikan. Ya, itu tadi, gol spektakulernya ke gawang Skotlandia. Lesakan tersebut berasal dari kemampuannya dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Ditambah lagi dengan insting dan kualitas teknik yang ia miliki. Lebih dari itu, Schick mampu mencetak tiga gol sekaligus berhasil membawa Ceko melaju hingga ke-16 besar.

Barangkali langkahnya bersama Ceko akan terhenti. Mungkin saja catatan golnya tak bakal bertambah. Meski begitu, orang-orang akan selalu mengingat, membicarakan, dan menyaksikan gol spektakulernya berulang-ulang. Ia akan abadi.