Mengapa di Tangan Kroenke Arsenal dan Rams Berbeda Nasib?

Foto: Twitter @RamsNFL.

Di tangan Kroenke, Rams menjadi juara Super Bowl, sedangkan Arsenal masih berupaya untuk masuk empat besar Premier League.

Stan Kroenke akhirnya menikmati Valentine’s Day dengan cara paling masyhur: Menjuarai Super Bowl.

Los Angeles Rams yang ia pupuk menjadi kampiun pada 14 Februari 2022 berkat kemenangan 23-20 atas Cincinnati Bengals. Gelar bergengsi itu mempertegas bahwa investasi besar-besaran yang ia gelontorkan tidak berujung buntung.

Investasi Kroenke di Rams adalah sebuah perjalanan panjang yang ia mulai pada 1995 sebagai pemilik 30% saham. Tujuannya saat itu adalah membantu pemilik klub, Georgia Frontiere, memindahkan tim dari Los Angeles ke St. Louis. Dia meningkatkan bagiannya di tim menjadi 40% beberapa tahun kemudian dan mengambil alih kepemilikan penuh pada 2010 setelah kematian Frontiere.

Frustrasi oleh situasi stadion di St. Louis, Kroenke membawa Rams kembali ke Los Angeles pada 2016. Kepindahan itu menghabiskan biaya relokasi $550 juta yang ternyata memicu gugatan kota yang telah dia tinggalkan. Dalam penyelesaian yang dicapai pada bulan November, dia dan NFL setuju untuk membayar St. Louis sebesar $790 juta.

Terlepas dari biaya tersebut, relokasi menjadi tambang emas. Valuasi klub naik tiga kali lipat dibandingkan 2015 dengan menjadi $4,8 miliar pada 2021.

Rams tidak menjadi satu-satunya klub olahraga yang dimiliki oleh Kroenke. Di ranah sepak bola Inggris, namanya tercatat sebagai pemilik Arsenal. Masalahnya, publik menilai ada ketimpangan hebat pada cara Kroenke menangani Arsenal dan Rams.

Kroenke mengeluarkan dana pribadi sebesar $1,6 miliar untuk proyek stadion Rams sebesar $5,5 miliar selama 6 tahun. Sementara, mengutip data Swiss Ramble, Kroenke hanya mengeluarkan £15 juta (sekitar $20,4 juta) dalam 10 tahun untuk Arsenal, dari 2011 hingga 2020.

Sedikit banyak, kekurangan dana ini membuat Arsenal tak mampu bergerak leluasa. Tidak heran jika Arsenal masih melangkah dengan terseok. Barangkali minimnya kucuran dana ini pula yang membuat Arsenal tak bermanuver banyak di bursa transfer, termasuk bursa transfer musim dingin 2022.

Bicara soal kedatangan pemain di NFL dan Premier League jelas berbeda. Jika NFL menggunakan sistem trade atau tukar (entah itu dengan pemain tim lain atau urutan pick pada saat draft), Premier League menggunakan sistem jual-beli. Cara lain tim NFL mendatangkan pemain adalah dengan mengontrak seorang free agent. Namun, biar begitupun mereka masih harus memikirkan slot lowong dalam daftar gaji mereka—ingat, sistem olahraga AS memberlakukan batasan gaji untuk tiap-tiap tim.

Meski demikian, di tangan Kroenke, Rams berubah menjadi klub kelas Hollywood; Los Galacticos jika menggunakan istilah dalam sepak bola.

Eksistensi LA Rams sebagai tim makmur membuat tim ini jadi rumah yang ramah bagi para pemain bintang. Mereka berhasil mendatangkan Odell Beckham Jr, Von Miller, dan Sony Michel ke dalam tim yang sudah diperkuat oleh pemain-pemain kelas satu di posisinya masing-masing, seperti Cooper Kupp, Jalen Ramsey, dan Aaron Donald.

Langkah terbesar Rams adalah dengan mendatangkan Matthew Stafford pada Maret 2021. Stafford diikat kontrak selama 5 tahun senilai $135 juta. Nilai ini juga menjadi yang tertinggi seantero tim. Rams adalah tim yang sanggup membayar gaji hingga ambang batas tertinggi. Itu pulalah yang membuat para pemain bintang bersedia datang.

Sayangnya, manuver-manuver Rams di trade pemain tidak tampak pada Arsenal dalam jual-beli pemain. Pada bursa transfer musim dingin 2022, Arsenal bahkan kehilangan sang superstar, Pierre-Emerick Aubameyang, tanpa kedatangan pengganti.

Kerugian Arsenal di bursa transfer memang jadi persoalan dalam lima musim terakhir. Dalam kurun tersebut, mereka harus mengeluarkan dana sebesar £427,5 juta dan hanya mendapat £256,1 juta dari transfer plus £8,6 juta dari peminjaman pemain.

Itu artinya, dalam jual-beli selama 5 musim Arsenal rugi £162,8 juta. Kondisi ini cukup ironis mengingat pada umumnya, tim-tim mendapat keuntungan finansial dari transfer pemain. Sudah begitu, sejumlah pemain yang didatangkan justru melempem sehingga Arsenal tambah berkalang rugi.

Itu belum ditambah dengan jumlah gaji yang harus dibayar. Mengacu laporan keuangan Arsenal dengan periode tutup buku 30 Mei 2020 (laporan keuangan per 30 Mei 2021 diperkirakan akan dirilis pada Maret 2022), Arsenal mesti mengeluarkan dana sekitar £234,9 juta untuk gaji pemain. Sementara, per musim 2021, Rams mengucurkan uang sekitar $221 juta. Jika dibandingkan dengan gaji Arsenal bahkan musim lalu, nilai itu tidak terlalu besar perbedaannya. Namun, pertanyaannya mengapa dengan nominal demikian Rams bisa disebut sebagai surga bagi para pemain bintang?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami bahwa NFL menerapkan aturan salary cap atau batas gaji setiap musim. Batas gaji sejak Juni 2021 $208.200.000. Itu artinya, total gaji (gaji pokok dan bonus segala macam) tidak boleh melebihi nominal tersebut. Nah, bagaimana dengan total gaji yang dikeluarkan oleh Rams? Toh, mereka melebihi ambang batas tersebut.

Sistem gaji NFL juga mengenal istilah space cap. Contohnya seperti ini. Jika musim lalu batas gaji adalah 180 juta, sedangkan timmu mengeluarkan gaji sebesar 170 juta, kamu akan memiliki space cap 10 juta untuk musim ini. Itu artinya, jumlah gajimu bisa lebih besar dari 10 juta dari salary cap musim ini. Sebaliknya, jika gajimu musim lalu lebih besar 10 juta dari batas gaji, gaji musim ini harus lebih kecil 10 juta dari batas gaji.

Space cap Rams, melihat laporan Spotrac, ada di angka minus. Mereka tetap kelebihan gaji sekitar $13 juta untuk musim ini. Konsekuensi yang harus ditanggung, gaji mereka musim depan harus lebih kecil 13 juta dari batas gaji.

Sistem demikian menggambarkan bahwa Rams adalah tim yang cukup berani ‘mengorbankan aset dan alokasi dana di masa depan’ untuk mendapatkan kejayaan di masa kini. Langkah ini tidak dapat diambil di Arsenal karena sepak bola Eropa tidak mengenal istilah aturan batas gaji.

Dengan memiliki aturan seperti ini, pengeluaran klub untuk gaji—yang mana selalu menjadi pos terbesar—akan lebih terkontrol. Barangkali itulah sebabnya, investasi Kroenke di Arsenal tidak bisa jorjoran dan harus bersifat jangka panjang. Pengembangan pemain muda, sejauh ini, dipandang sebagai solusi terbaik meskipun, ya, mengeluarkan dana sebesar £15 juta selama 10 tahun juga membuat keseriusan Kroenke dalam mengelola Arsenal masuk akal untuk dipertanyakan.