Menonton Werder Bremen

Foto: SV Werder Bremen

Werder Bremen jadi salah satu tim yang menarik untuk ditonton dan disimak kiprahnya pada musim 2024/25 ini.

Bundesliga musim 2024/25 ini sudah berjalan tiga pekan. Di papan klasemen, ada lima tim yang masih belum menelan kekalahan. Trio Bayern München, Borussia Dortmund, serta RB Leipzig memiliki catatan itu dan ini bukan kejutan. Namun, bagaimana dengan Werder Bremen?

Well, tiga laga memang belum bisa mengartikan banyak hal. Tak cukup untuk menyimpulkan sebuah musim. Namun, pencapaian Bremen dengan tidak terkalahkan dari tiga pertandingan perdana mereka jelas jadi sebuah hal yang layak disimak. Pertama, ini karena dua dari tiga laga awal yang dijalani Bremen merupakan laga tandang. Kedua, karena laga kandang yang mereka jalani pun menghadapi Dortmund.

Saya menyaksikan sendiri laga Bremen vs Dortmund di Weserstadion dan bisa saya bilang bahwa tuan rumahlah yang mampu mengontrol pertandingan. Pelatih tim tamu, Nuri Sahin, terlihat kesal sepanjang laga. Ia berteriak kepada para pemainnya, berkali-kali menunjukkan ekspresi kecewa. Performa Dortmund sore itu memang jauh dari kata impresif.

Pemain mereka kebingungan mengembangkan permainan; build-up pampat, arah serangan mudah dibaca, lini depan kurang menggigit, dan akhirnya mereka harus bermain dengan 10 orang di sisa laga setelah Nico Schlotterbeck mendapat kartu merah. Dortmund pulang hanya dengan satu poin, tapi di sisi lain ini merupakan satu poin yang amat berharga buat Bremen.

Bahkan jika mampu lebih efektif saat melancarkan serangan, Bremen bisa menang. Mereka beberapa kali mampu mendapatkan momentum, mendapatkan peluang setelah bisa mengarahkan bola ke belakang pertahanan Dortmund, tapi eksekusi terlalu terburu-buru atau keputusan akhir yang diambil tak tepat sasaran.

Pelatih Ole Werner juga menyatakan bahwa timnya tak memiliki masalah soal bagaimana caranya sampai ke sepertiga pertahanan lawan. Yang jadi masalah adalah soal bagaimana mengeksekusi peluang tersebut secara maksimal. Dan itu yang mereka ingin perbaiki, dan terbukti pada saat menghadapi Mainz akhir pekan kemarin. Bremen menang 2-1 di kandang lawannya meski bermain 10 orang setelah laga berlangsung satu jam.

13 dari 14 tembakan yang Bremen lepaskan pada laga vs Mainz tercipta di dalam kotak penalti. Mereka mencatatkan xG open play 1,2 dan mencetak satu gol dari situasi tersebut. Satu gol lain dicatatkan dari situasi penalti. Memang menghadapi Mainz berbeda dengan menghadapi Dortmund, tapi satu hal yang bisa dicatat adalah bagaimana Werner dan pasukannya mengerjakan PR dengan baik: Mereka memastikan peluang-peluang yang didapat dieksekusi dekat ke gawang lawan agar persentase tembakan itu berbuah gol makin tinggi.

Ini pula yang membuat Bremen menarik untuk ditonton: Di atas kertas mereka bermain dengan pola 3-4-2-1 tiap pekan, tapi di atas lapangan pola tersebut bisa berubah dengan fleksibel tergantung objektif maupun lawan. Permutasi tiga pemain terdepan mereka amat menarik untuk diperhatikan. Marvin Ducksch yang diplot sebagai pemain tengah bisa bergerak melebar atau turun meminta bola. Romano Schmid, salah satu gelandang serang, acap mengisi posisi wing-back. Sementara Justin Njinmah diberi kebebasan bergerak.

Satu pemain lain yang menarik untuk disimak adalah Mitchell Weiser. Ia memang bermain sebagai wing-back kanan, tapi Weiser juga diberi kebebasan oleh Werner untuk bergerak ke depan: ke half-space, ke tengah-depan, menjadi salah satu target umpan di kotak penalti. Ini lebih advance dari inverted wing-back ala banyak pelatih modern. Weiser benar-benar bebas maju naik jauh ke depan.

Werner sendiri pernah mengatakan kepada saya bahwa Bremen memang memiliki formasi, tapi posisi pemain di lapangan bisa menjadi fleksibel: Siapa pun bisa bergerak ke mana saja, tergantung kepada objektif yang ingin dituju. Artinya, siapa pun bisa mengisi ruang atau zona tertentu tergantung dengan kebutuhan tim saat itu. Wing-back kanan seperti Weiser, jadinya, tak melulu kudu menyisir flank kanan.

Werner juga menjadi salah satu alasan mengapa Bremen menarik untuk ditonton. Ia adalah pelatih muda (usianya masih 36 tahun) yang terbuka terhadap banyak sekali perubahan dan kemungkinan di sepak bola modern ini. Taktiknya terkesan sama dan kadang terlihat menjemukan tiap pekan, tapi ia bisa membuat pemainnya bergerak fleksibel, berani membuat timnya untuk bermain di ruang-ruang sempit, bisa mengganti detail taktik di pertengahan laga setelh mendengar masukan dari analis video timnya.

Secara skuad, Bremen juga menarik. Ducksch sang kapten terlihat sebagai striker yang menggebu-gebu. Duet Jens Stage dan Senne Lynen di tengah menunjukkan bagaimana Werner ingin permainan timnya bisa direct dan tak bertele tele. Lini belakang dihuni oleh sosok-sosok yang bisa mengumpan dengan kaki kanan dan kiri sama baik. Pemain seperti Schmid atau Njinmah mungkin akan bermain di klub yang lebih besar dalam dua musim ke depan, mengingat besarnya potensi mereka.

Jangan lupakan juga bahwa Bremen memiliki Michael Zetterer. Salah satu kiper yang “telat meroket” memang, tapi performanya sejak musim lalu terus mendapatkan pujian. Musim lalu tak ada kiper di Bundesliga yang memiliki angka PSxG+/- (yang mengukur jumlah kebobolan minus angka ekspektasi kebobolan) sebaik Zetterer. Rumor yyang menyebut ia diincar Manchester City juga membuktikan kualitasnya.

***

Tiga laga memang masih terlalu dini untuk menyimpulkan sesuatu. Dan Werder Bremen mungkin akan menemui kekalahan pada pekan-pekan berikutnya. Mereka pun mungkin hanya akan bertahan di papan tengah seperti musim lalu. Namun, apa yang mereka tampilkan di lapangan—taktik Ole Werner dan skuad tanpa bintang yang menarik itu, amat layak untuk disimak. Bukan hanya sekadar untuk ditonton.

Bremen juga mungkin tak lagi semasyhur dua dekade lalu, ketika mereka merupakan salah satu tim terbaik Jerman dan langganan main di kompetisi antarklub Eropa. Mereka masih sangat jauh untuk itu. Namun, harapan untuk melihat mereka, setidaknya, bisa bersaing untuk memperebutkan tiket ke kompetisi macam Conference League cukup terbuka. Musim lalu mereka juga hampir mendapatkannya.

Memang, ada lelucon di Jerman yang menyebut bahwa Bremen target Bremen hanyalah untuk bermain dan mengincar posisi aman—dalam arti tidak terdegradasi saja syukur. Namun, saya kira, mereka bisa lebih dari itu. Mereka punya sumber daya untuk lebih besar dari sekadar penghibur.