Merangkai Bunga Tidur ala Ivan Toney

Foto: instagram @ivantoney1.

Mimpi menggerakkan Toney untuk terus hidup, bermain sepak bola, dan mencetak gol.

Bermimpilah sebanyak-banyaknya, setinggi-tingginya. Jika bunga tidurmu berguguran, kamu akan baik-baik saja. Kamu tetap bisa bernapas, berduka, berbahagia, dan melanjutkan kehidupan.

Itu menjadi prinsip Ivan Toney dalam menyusuri satu per satu perjalanan di tanah terjanji bernama sepak bola. Karena prinsip itu, ia tidak pernah ragu memasang target tinggi. Meski, ya, begitu, keraguan dan kegagalan datang bergantian.

Lahir di Northampton, Inggris, Toney tumbuh sebagai bocah penggila sepak bola. Kegilaan Toney kepada sepak bola semakin menjadi-jadi dari waktu ke waktu. Apalagi, seperti jutaan anak lainnya, ia bermimpi menjadi pesepakbola profesional. Mimpi yang selalu beringkar.

Toney mendapat dukungan penuh dari orang tuanya, Ivan Sr. dan Lisa. Mereka rela menggeluarkan duit untuk Toney berlatih di akademi Northampton. Saat itu, usianya baru 14 tahun. Namun, ia tahu bahwa sepak bola adalah tempat terbaik untuk berbahagia dan bertarung.

Awalnya, Toney berposisi sebagai pemain tengah. Ia senang melihat kawan-kawannya berlari dan mencetak gol. Tak pernah terlintas di pikirannya untuk menjadi striker. Selama bisa ikut merayakan gol dan kemenangan, itu sudah cukup.

Namun, pandangan Toney tentang sepak bola berganti. Salah satunya soal betapa menyenangkannya mencetak gol. Transformasi itu mendorongnya berpindah posisi, dari gelandang menjadi penyerang.

Menurut Toney, selalu ada atmosfer berbeda setelah mencetak gol. Ia merasa jadi pemain terbaik jika berhasil menggetarkan jala gawang lawan. Selebrasi hanya pelengkap dari kegembiraan.

"Jika bermain lebih depan, saya mungkin akan memiliki lebih banyak peluang untuk mencetak gol. Memang, saya tidak akan berlari banyak, tapi mencetak gol lebih dari sekadar berlari," ucap Toney sebagaimana mengutip The Athletic.

Perubahan posisi itu membuat bakat Toney terendus. Oke, ia tidak punya postur menjulang, tetapi lompatannya tergolong tinggi. Itu yang membuatnya piawai berduel udara dengan bek-bek lawan dan mencetak gol. Berkat itu, ia menembus skuad Northampton di usia 17 tahun.

Northampton bukan klub besar. Toh, mereka berkompetisi di League Two saat itu. Kompetisi level keempat di Inggris. Namun, Northampton mampu mengeksploitasi kapasitas dan kapabilitas Toney sebagai penyerang.

Jika tidak, mana mungkin, Newcastle United merekrut Toney untuk berlaga di Premier League musim 2015/16. Kepindahan itu membuat Toney bahagia. Satu mimpinya, yakni bermain di kasta tertinggi kompetisi Inggris, berhasil terwujud.

Namun, alih-alih bersinar, karier Toney justru meredup. Ia cuma bermain dua kali dalam satu musim. Setelahnya, ia dipinjamkan dari satu klub ke klub lain yang bermain di League One. Mulai dari Barnsley, Shrewsbury, sampai Wigan Athletic.

Dari deretan klub tersebut, Toney belajar banyak, terutama soal bagaimana mental seharusnya tidak menjadi persoalan. Selain mental, ia juga membentuk otot-otot di tubuhnya. Ia paham betul, postur bisa menjadi problem jika tidak diasah dengan sebaik-baiknya, sekeras-kerasnya.

Toney mengaku, kepindahannya ke Newcastle United sempat membuat hidupnya bergelimang kebahagiaan. Ia menganggap dirinya sendiri mulai bersinar dan mekar. Mimpi mencetak gol di Premier League pun menggantung di depan mata. Sayangnya, mimpi itu remuk redam.

"Pergi ke klub Premier League pada usia 18 tahun, tentu kamu suka dengan itu. Kamu senang orang-orang mulai memperhatikanmu," kata Toney seperti dilansir The Guardian.

"Namun, kamu tersesat dan mundur perlahan. Pergi dari Newcastle ke Peterborough United. Tiba-tiba berpikir, 'tunggu-tunggu, mungkin saya bukan striker Premier League. Saya striker League One'. Segala macam hal muncul di kepala," tambahnya.

Meski kenyataan tidak seindah bayang-bayang di taman bunga tidur, Toney tetap baik-baik saja. Ia bisa melanjutkan hidup dan bermain sepak bola. Ia pun tetap merawat mimpi mencetak gol di Premier League meski sempat lenyap.

"Saya hanya ingin bermain sepak bola," kata Toney kepada The Athletic. “Saya tidak peduli di mana itu, saya tidak peduli bagaimana itu. Aku hanya ingin bermain sepak bola."

"Kamu harus menargetkan sesuatu setinggi mungkin. Toh, saat gagal mencapainya atau hanya sedikit, kamu tetap baik-baik saja. Makanya, kamu harus bermimpi tinggi. Saya juga ingin mencapai hal yang 'gila'."

Mimpi besar plus tekad kuat menjadi formula Toney dalam menjalani karier sebagai pesepakbola profesional. Formula itu juga yang mendorongnya untuk terus mengasah atribut sebagai striker.

Pelan dan pasti, performa Toney meningkat. Barangkali, musim 2019/20 saat membela Peterborough United di League One menjadi titik balik karier Toney. Ya, ia mampu merangkum 24 gol di liga. Jumlah tertinggi dalam karier Toney.

Catatan itu membuat Toney memiliki bargaining power sekaligus memikat Brentford. Pada musim 2020/21, Brentford merekrut Toney dari Peterborough United dengan mahar 5 juta poundsterling.

Toney diproyeksikan sebagai pengganti Ollie Watkins yang pergi ke Aston Villa. Itu membuat ekspektasi orang-orang kepada Toney tergolong tinggi. Sebab, Watkins adalah sumber gol Brentford.

Thanks to Thomas Frank, pelatih Brentford, yang memberikan latihan keras dan nasihat kepada Toney untuk terus meningkatkan kualitas. Ada banyak pelajaran yang Toney ambil dari Frank. Salah satunya soal bagaimana menjadi penyerang haus gol.

"Thomas Frank berbicara kepada saya dan berkata, 'antisipasi saja di mana bola akan mendarat, dan di mana kamu seharusnya berada," ucap Toney. "Sedikit nasihat itu membuat saya dapat mencetak banyak gol."

Bukan hanya banyak, Toney mampu memecahkan rekor gol terbanyak dalam satu musim di Championship dengan rangkuman 31 gol. Jumlah itu melampaui catatan pemegang rekor sebelumnya, Glen Murray (30 gol).

Rekor pribadi itu disempurnakan dengan keberhasilan Brentford berlaga di Premier League untuk musim 2021/22. Itu membuat Toney kembali bergairah untuk mencetak gol pertama di kasta tertinggi sepak bola Inggris.

Barangkali, sebagian dari kita sudah tahu, Toney tidak hanya berhasil mewujudkan mimpinya, tetapi juga bersinar dan menjadi omongan orang-orang. Ia mampu mengemas 12 gol dan 5 assist. Catatan yang mengesankan bagi Toney.

Meski berhasil mewujudkan satu mimpi dalam hidupnya, Toney terus merangkai bunga tidur-bunga tidur berikutnya. Misalnya, menjadi pencetak gol terbanyak Premier League.

Mimpi itu bukan mimpi yang mustahil. Memang, sulit bagi Toney untuk mewujudkan mimpi itu. Ada banyak penyerang tajam di Premier League, seperti Erling Haaland. Namun, mengutip kata Dream the Endless dalam serial 'The Sandman', mimpi itu menginspirasi Toney, mimpi itu menggerakkan Toney, untuk tetap hidup, bermain sepak bola, dan mencetak gol.