Mimpi Witan Sulaeman

Foto: PSSI.

Dengan usia yang masih 20 tahun, Witan Sulaeman sudah menjadi tumpuan Timnas Indonesia. Ia bahkan sudah mencetak dua gol dan tiga assist di Piala AFF 2020. Apa rahasianya?

Witan Sulaeman mengawali segalanya dari mimpi: Berkarier di Eropa, membela Barcelona, dan membawa nama Timnas Indonesia harum di panggung internasional.

Namun, belum lama mimpi itu ia ucapkan, Witan sudah berada pada titik yang menyebalkan dalam hidup: Pengumuman seleksi Timnas Indonesia U-16 menyatakan bahwa dirinya berhasil lolos, tetapi sanksi FIFA untuk PSSI membuat perjalanannya terhenti bergitu saja.

Sanksi itu bikin semua aktivitas sepak bola dalam negeri musnah. Liga Indonesia 2015 yang baru berjalan tiga pekan, kompetisi level kedua dan seterusnya, hingga tim nasional. Semuanya dibekukan. Timnas U-16 yang kala itu bersiap mengikuti Piala AFF 2016 bukan pengecualian.

Bagi Witan, tentu saja ini menyebalkan. Bahkan saat usianya masih 14 tahun, negara sudah membuatnya kecewa. Namun, bukan berarti mimpinya hancur, lalu bisa dibuang begitu saja. Sanksi hampir dua tahun yang diterima Indonesia tadi justru jadi momen untuk lebih mengasah sepak bolanya.

Bergabungnya Witan dengan Sekolah Khusus Olahragawan (SKO) Ragunan adalah ejawantah dari keinginan tersebut. Di tempat ini, Witan seperti memulai segalanya dari awal lagi. Di tempat ini pula ia bertemu dengan para bocah seperti Egy Maulana Vikri dan banyak pemain muda berbakat lain.

Maka ketika mereka bahu-membahu di berbagai jenjang Timnas, kita seperti melihat suratan takdir. Belum lama ini, keduanya bahkan berperan membawa Timnas Senior mengalahkan Singapura guna melaju ke final Piala AFF 2020: Egy mencetak satu gol, sedangkan Witan mencetak satu gol dan satu assist.

Yang berbeda adalah usia keduanya.

Witan adalah junior Egy di Ragunan dan inilah yang membuat dirinya spesial. Di antara mereka yang menonjol, ia termasuk yang termuda. Usianya masih 15 tahun saat memperkuat Persab Brebes di Piala Soeratin U-17. Setahun berselang, Witan sudah tampil untuk Timnas U-18 di Toulon Tournament.

Namun, di mata Indra Sjafri, ini sama sekali tak mengejutkan. Indra menganggap Witan sebagai aset negara yang mesti dijaga. Indra memang paham banyak hal tentang Witan sebab dialah yang pertama kali mengajak si pemain mengikuti seleksi Timnas U-19 usai Piala Soeratin U-17.

Dari situ, Indra juga yang membersamai Witan di berbagai turnamen tingkat usia sebagai pelatih, mulai dari Toulon Tournamen, dua kali Piala AFF (U-18 dan U-22), hingga Piala Asia U-23. “Grafik permainannya makin baik,” ungkap Indra, dilansir situs resmi PSSI.

Foto: PSSI

Omongan-omongan soal Witan memang tak akan jauh dari Timnas. Bahkan ketika ia sudah berstatus pemain profesional, label penggawa skuat Merah Putih selalu terpacak dengan jelas. Seolah-olah, pesepakbola kelahiran Palu pada 2001 ini memang diciptakan untuk itu.

Alasan paling masuk akal, selain karena Timnas-lah yang membuat namanya melambung, Witan tak menonjol di level klub. Di Indonesia, ia hanya pernah memperkuat PSIM Yogyakarta yang notabene tim divisi kedua. Itu pun dengan jumlah penampilan yang tak lebih dari 10 kali.

Bahwa beberapa tahun kemudian Witan mengambil langkah besar dengan menerima tawaran klub asal Serbia bernama Radnik Surdulica juga tak sanggup meredamnya.

Lagi pula, kesempatan tampil buat Witan di sana amat minim, meski bermain di Eropa adalah salah satu mimpinya. Hanya lima kali dia tampil dan sebagian besarnya sebagai pemain pengganti. Ketika tahun ini pindah ke Lechia Gdansk pun tak mengubah keadaan.

Dari segi teknis, melihat aspek ‘spesial’ dalam diri Witan juga agak sulit. Jika pemain sayap diukur dari kecepatannya, Witan tak cepat-cepat amat. Ia juga bukan tipikal pemain sayap yang bisa meliuk-liuk melewati tiga pemain sekaligus seperti Egy Maulana Vikri. Bukan pula pencetak gol ulung.

Yang justru menonjol dari Witan adalah kecerdasannya.

Witan selalu tahu apa yang harus ia lakukan di lapangan. Ia paham mesti bergerak dan menempati posisi mana, kapan waktu yang tepat untuk melepaskan operan dan tembakan, bagaimana harus melewati lawan. Itulah kenapa, jarang sekali Witan melakukan kesalahan.

Indra Sjafri sampai pernah berkata seperti ini saat mengomentari performa Witan: “Susah sekali mencari kesalahannya.”

Kecerdasan seperti itu berjalin dengan pemahaman Witan terhadap taktik dan pembacaan ruang yang amat tinggi. Sebiji golnya ke gawang Timnas Singapura pada leg pertama semifinal Piala AFF 2020 belum lama ini dengan jelas menggambarkan aspek tersebut.

Begitu Asnawi Mangkualam melewati seorang pemain, Witan tak bergerak di lajurnya. Ia mengisi half space. Selain memberi kesempatan Asnawi berakselerasi, manuver itu tepat sebab ada ruang yang ditinggalkan lawan, apalagi jarak antarlini mereka berantakan akibat pergerakan cepat Asnawi.

Melihat Witan yang tak terkawal, Asnawi melepaskan operan ke area tersebut. Tanpa kontrol terlebih dahulu Witan mengembalikan bola ke arah Asnawi yang terus berlari. Kita tahu aksi one-two pass itu berakhir lewat sepakan kaki kiri Witan yang mengarah ke sudut kanan gawang Singapura.

Inilah yang kemudian membuat pelatih Shin Tae-yong amat mempercayai Witan di Piala AFF edisi ini. Dengan pemahaman terhadap ruang yang tinggi dari Witan, Shin yang sejauh ini terbilang fleksibel perkara taktik bisa mengotak-atik skema bermain timnya sesuka hati.

Setidaknya lima skema dasar berbeda yang diterapkan pelatih asal Korea Selatan itu. Dari sana, ia selalu menempatkan Witan sebagai winger kanan. Namun, pada prakteknya, Witan sering mengawali pergerakannya dari half-space. Tak jarang ia bergerak lebih jauh hingga menjadi penyerang lubang.

Maka tak perlu heran jika Witan yang masih berusia 20 tahun masuk ke dalam daftar nama pemain Timnas Senior untuk Piala AFF 2020. Juga tak perlu bertanya-tanya mengapa baru sekali Witan tak menjadi starter di turnamen tersebut.

Terlebih, selain pandai membaca ruang, Witan punya satu hal spesial lain: Determinasi. Sejak era Timnas U-19, ia termasuk pemain dengan etos kerja yang tinggi. Karakteristik seperti ini cocok untuk Timnas asuhan Shin yang amat berumpu pada pressing super agresif saat tak menguasai bola.

Foto: PSSI

Berbagai pendekatan itulah yang kemudian mendasari performa apik Witan. Ia bahkan sudah mencetak dua gol dan tiga assist Witan di Piala AFF edisi kali ini.

Khusus saat mencetak gol, Witan biasanya akan mengepalkan tangan sembari berteriak, lalu bersujud. Barangkali perayaan serupa akan kita lihat lagi pada final Piala AFF melawan Thailand. Namun, mudah-mudahan kali ini adalah penanda bahwa salah satu mimpinya — membawa Indonesia juara — tercapai.

Ada amin?