Modric Kembali Muda

Foto: @lukamodric10

Bagi Modric, usia hanya sebatas angka. Di usia ke-36, ia makin berbahaya dan berkontribusi kian besar.

Meski tidak lagi muda, Luka Modric menolak tunduk pada usia. Sebaliknya, ia mampu membuat lawan semakin kewalahan.

Tidak banyak pemain yang tetap mendapatkan kesempatan unjuk gigi saat usianya memasuki pertengahan 30-an. Ada banyak penyebab mengapa bisa demikian, mulai dari tidak lagi kuat mengikuti tempo permainan hingga buruknya penampilan saat diturunkan.

Modric menjadi salah satu pengecualian. Di usia yang kini menginjak 36 tahun, ia masih menjadi pilihan utama Carlo Ancelotti di lini tengah Real Madrid. Musim ini, satu-satunya hal yang bisa membuat ia absen hanyalah cedera.

Kesempatan tersebut dibayar Modric dengan terus menampilkan penampilan terbaik. Sejauh ini, ia bahkan telah mencetak satu gol dan empat assist. Melihat catatan Modric selama 10 musim berseragam Madrid, bukan tidak mungkin ini bakal jadi musim terbaiknya.

***

27 Agustus 2012, Modric mendarat di Madrid. Kedatangannya saat itu melengkapi nama-nama top yang lebih dulu mengisi lini tengah Madrid, seperti Xabi Alonso, Sami Khedira, Michael Essien, Kaka, dan Mesut Oezil. Dibandingkan mereka, Modric jelas bukan siapa-siapa.

Dengan status tersebut, Modric malah jadi pilihan utama. Pelan-pelan, ia menggeser Sami Khedira yang inkonsisten. Ditambah kemampuan mengeksekusi bola mati, Modric semakin tidak tergantikan.

Selama hampir 10 musim Modric jadi pilihan utama di lini tengah Madrid. Menjadi loyalis Madrid membuatnya dijauhkan dari rumor di musim panas. Meski ada gosip yang mengatakan keinginan Pep Guardiola untuk mendapatkan jasa Modric, banyak yang yakin bahwa itu tidak akan terjadi.

Tempat milik Modric di lini tengah Madrid dinilai bakal goyang saat Eduardo Camavinga datang. Posisi bermain yang serupa membuat Modric diprediksi tidak lagi mendapatkan kesempatan bermain secara reguler.

Ini belum ditambah fakta tentang bagaimana Camavinga punya kemampuan yang tidak dimiliki Modric, melepaskan tekel dan bersikap saat berada di kotak penalti lawan. Bahkan, dua kompetensi tersebut dianggap sebagai kemampuan utama Camavinga.

Keberuntungan rupanya masih memihak Modric. Kesempatan yang diberikan oleh Ancelotti tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Camavinga. Setelah mencetak gol di laga debutnya, penampilan Camavinga tidak pernah memuaskan. Pada akhirnya, Modric kembali menunjukkan kelasnya. Ia mampu tampil sedikit berbeda namun tetap istimewa.

Sejak kembali melatih Madrid, awal musim ini, Ancelotti tidak melakukan perubahan besar. Pola 4-3-3 digunakan dengan mengandalkan trio Modric, Casemiro, dan Toni Kroos di lini tengah. Dari ketiganya, hanya Modric yang diberi tugas sedikit berbeda.

Dulu, Modric hanya bertugas untuk mengalirkan bola hingga sepertiga akhir pertahanan lawan. Sekarang ia diharuskan untuk lebih sering masuk ke kotak penalti lawan. Tugas ini membuatnya kini punya pengaruh besar atas ketajaman Madrid.

Adanya Modric membuat lini depan Madrid tidak hanya mengandalkan aksi individual Vinicius atau penyelesaian Karim Benzema saja. Kadang, keberadaan Modric hingga kotak penalti lawan membuat Madrid berharap mendapatkan peluang yang jauh lebih matang.

Saat berada di kotak penalti lawan, Modric nyaris selalu bergerak di belakang winger kanan, yang bisa diisi oleh Eden Hazard atau Marco Asensio. Jika tidak, ia akan bergeser ke area di antara winger dan penyerang tengah.

Tugas ini membuat catatan Modric di kotak penalti lawan jauh meningkat dengan 3,03 sentuhan per pertandingan. Sebelumnya, catatan terbaik Modric di kotak penalti lawan hanya 2,14 sentuhan per pertandingan.

Perubahan utama dari Modric tentu saja kebebasan untuk mengarahkan serangan. Di era sebelumnya, motor utama serangan Madrid adalah para pemain sayap. Sekarang, Modric–juga Kroos–bisa memulai serangan secepat mungkin.

Hasil dari perubahan tersebut adalah kian cepatnya serangan balik Madrid. Bahkan, lima dari 22 pertandingan sejauh ini diciptakan lewat serangan balik. Lebih banyak ketimbang musim lalu yang hanya empat dari 38 pertandingan.

Perubahan juga tampak dari catatan Modric selama bertahan. Ia tidak hanya menawarkan kontribusi untuk berduel di lini tengah, tapi ia juga mau menekan lawan hingga daerah permainan mereka.

Tingginya posisi Modric saat menekan lawan seringkali jadi sorotan. Tidak heran, ia kini sudah mengumpulkan rata-rata 3,18 pressing di sepertiga akhir pertahanan lawan. Angka tersebut lebih banyak ketimbang musim lalu yang hanya mencapai 2,05 pressing.

***

Kontribusi Modric yang semakin besar tentu tidak bisa dilepaskan oleh gaya bermain yang coba diubah oleh Ancelotti. Sebagai pelatih, Don Carletto memang tidak memiliki gaya yang saklek. Sebaliknya, ia selalu bisa menyesuaikan taktik dengan bahan baku serta beragam kondisi yang ada di dalam skuad.

Ini mengapa, kehadiran Ancelotti pada masa di mana Madrid sedang tidak bisa berfoya-foya menjadi salah satu alasan mereka tetap bisa bertahan di papan atas.

Perubahan tersebut mampu menjadikan Modric selayaknya pemain muda yang terus menerus merasa lapar untuk tampil sebaik mungkin. Pertanyaannya, sampai kapan Modric akan mempertahankannya?