Momentum Kovacic

Foto: @mateokovacic8.

Mateo Kovacic lahir kembali sebagai seorang gelandang yang serbabisa dan serba-ada.

Uli Hoeness marah besar kepada Juan Bernat. Penampilan Bernat saat bersua Sevilla pada perempat final Liga Champions 2017/18 membuat manajemen Bayern mengetok palu lebih awal: Bernat bakal dilepas pada pengujung musim tersebut.

Kekecewaan Hoeness saat itu sudah tidak bisa lagi dibendung. Entah apa yang membuatnya berani memutuskan untuk melepas pemain di tengah musim. Entah apa pula yang membuatnya berani mengobral Bernat dengan harga murah.

Bernat akhirnya benar-benar pindah pada bursa transfer musim panas 2018 setelah tidak banyak terlibat di masa pramusim. Ia bergabung dengan Paris Saint-Germain dengan biaya transfer yang hanya 5 juta euro.

Perjudian PSG saat itu bukan hanya Bernat. Tiga bulan sebelumnya, mereka juga berjudi dengan mendatangkan Thomas Tuchel sebagai pelatih baru. Nyaris sembilan tahun bekerja sebagai pelatih, Tuchel hanya pernah memberikan satu gelar.

Tuchel mengobral banyak janji pada masa-masa awalnya melatih PSG. Salah satunya adalah membuat pemain yang tampil apik di sesi latihan bakal mendapatkan kesempatan untuk bermain secara reguler.

Salah satu pemain yang mendapatkan kesempatan hasil kerja keras di sesi latihan adalah Bernat. Pada akhir musim tersebut, ia menjadi pemain utama PSG di sektor bek kiri dengan total 41 penampilan di semua kompetisi.

Penampilan istimewa Bernat jadi mukjizat terbesar Tuchel saat itu. Jika Bernat tidak tampil istimewa musim itu, tidak ada ceritanya PSG bisa amat digdaya. 

Apa yang menjadi inti dari cerita Bernat dan Tuchel ini adalah fakta bahwa pelatih asal Jerman tersebut memandang pemainnya dengan cukup adil. Asal si pemain bisa memperlihatkan kesungguhan di sesi latihan, Tuchel pasti siap memberikan kesempatan bermain.

Ketika akhirnya Tuchel pindah ke London untuk menukangi Chelsea, ia memberikan kesempatan serupa kepada Mateo Kovacic.

***

Salah satu masalah terbesar Kovacic adalah inkonsistensi. Ada kalanya ia bermain istimewa dan ada momen penampilannya merosot tajam.

Saat memilih Chelsea sebagai pelabuhan karier, yang ada di pikiran Kovacic hanya bermain secara reguler. Namun, kenyataannya tidak semudah itu. Ia diharuskan berhadapan dengan pemain yang terkenal amat konsisten, Jorginho dan N’Golo Kante.

Pada masa kepelatihan Maurizio Sarri dan Frank Lampard, penyakit inkonsistensi Kovacic kerap terjadi. Sarri yang sempat memberikan pujian, akhirnya menelan ludah. Hal serupa juga dilakukan oleh Lampard kepadanya.

Semua berubah saat Tuchel datang. Apa yang ia lakukan di PSG kembali dilakukan di Chelsea melalui Kovacic. Kovacic pelan-pelan mendapatkan kesempatan untuk bermain secara rutin. Musim lalu, ia bahkan sempat menjadi starter dalam sembilan pertandingan secara beruntun.

Kesempatan Kovacic untuk tampil secara rutin musim lalu digagalkan oleh cedera otot. Dua bulan lamanya ia harus berbaring di ruang pemulihan. Di periode tersebut, semua yang sudah dilakukan Kovacic perlahan dilupakan.

Kovacic berkesempatan mengubah kembali nasibnya di musim 2021/22. Benar saja, ia tidak membiarkan kesempatan kembali lewat.

Dari tujuh pertandingan yang dilakoni Chelsea di Premier League musim ini, hanya sekali ia tidak menjadi starter. Ia menjadi pemain kedua di bawah Antonio Rüdiger dengan menit bermain terbanyak sejauh ini. Lantas, apa yang membuatnya amat diandalkan oleh Tuchel?

Sederhana. Kovacic dapat melakukan semuanya di mana pun. Pada musim ini, posisi Kovacic adalah gelandang bertahan. Namun secara peran, ia ditugaskan Tuchel untuk melakukan segalanya, mulai dari membantu pertahanan hingga terlibat dalam serangan.

Tuchel menekankan pada pentingnya merebut bola secepat mungkin. Pendekatan tersebut diwujudkan lewat kewajiban pemain depan untuk terus melakukan pressing kepada pemain belakang yang menguasai bola.

Saat pemain depan tidak mampu merebut bola, gelandang mulai bertugas. Mereka tidak hanya bertugas untuk melakukan pressing lanjutan kepada pemain lawan, tapi juga mulai melepas tekel.

Kovacic melakukan dua tugas tersebut dengan sama baiknya. Terlebih saat melepaskan tekel. Dibanding Jorginho, ia punya tugas untuk bermain lebih agresif. Rata-rata tekel Kovacic mencapai 3,6 per 90 menit. Lebih tinggi ketimbang Jorginho yang hanya 3,2 tekel per 90 menit.

Kovacic terhitung cermat dalam melepaskan tekel. Ia tidak hanya bermodalkan berani, melainkan juga pandai membaca pergerakan lawan. Hal ini membuat persentase keberhasilan tekelnya mencapai 77%.

Kontribusi Kovacic tidak kalah besar saat Chelsea diharuskan berhadapan dengan serangan lawan yang dilakukan dari kiri. Sebagai pemain yang area kerjanya di sebelah kiri, ia cenderung lebih rajin melakukan pressing ketimbang bek kiri, Marcos Alonso, dan bek tengah sebelah kiri, Antonio Rudiger.

Porsi Kovacic lebih kecil ketimbang Jorginho saat Chelsea melakukan pemulihan penguasaan bola. Pertimbangan ini masuk akal karena Kovacic memiliki kecenderungan untuk mengirimkan bola ke depan lebih cepat.

Meski demikian, keputusan Kovacic tersebut kadang membawa berkah. Satu assist yang ia ciptakan di laga melawan Aston Villa jadi buktinya. Pada laga tersebut, Chelsea hanya butuh 10 detik untuk mencetak gol setelah Kovacic merebut bola.

Perkara melepaskan umpan, Kovacic juga terbilang istimewa. Rasio keberhasilannya mengirimkan umpan jauh mencapai 83,3%. Di antara gelandang lain di Premier League sejauh ini, angka tersebut hanya kalah dari Rodri (86,9%) dan Thomas Partey (84%).

Terakhir dan yang mungkin saja membuat Tuchel menjadikannya pilihan utama adalah kemampuannya dalam menginisiasi serangan. Kovacic terbilang jeli dalam melihat lubang di pertahanan lawan.

Selain yang terjadi di pertandingan melawan Aston Villa, Kovacic juga menunjukkan saat bersua Southampton. Oleh karena itu, tidak mengherankan ia menjadi salah satu gelandang dengan goal-scoring actions terbanyak di Premier League sejauh ini dengan 0,82 per 90 menit.

***

Perkembangan pesat yang ditunjukkan oleh Kovacic membuatnya pantas mendapatkan kesempatan bermain reguler. Dengan banyaknya tugas di atas lapangan, ia bahkan mampu bermain amat cemerlang.

Yang kini perlu dikhawatirkan Kovacic hanya satu: Jangan sampai penyakit inkonsistensi dan cedera kembali menyerangnya.