Namanya Juga Tottenham

twitter: @Spursofficial

Tottenham digadang-gadang menjadi kampiun Premier League. Namun, mereka malah menurun dan acap kesulitan menang.

Banyak yang menjagokan Tottenham Hotspur menjadi juara Premier League musim ini. Prediksi-prediksi tersebut memang bukan tanpa sebab, apalagi Tottenham Hotspur sedang dilatih oleh Antonio Conte.

Begini, Conte adalah manajer jaminan juara. Bersama Juventus, Chelsea, dan Inter Milan, Conte berhasil merengkuh gelar liga. Bahkan, Inter Milan juga sukses dibawanya menjadi runner up Liga Europa di musim 2019/20.

Selain itu, Conte diberi bekal pemain yang fit dengan skemanya di Tottenham pada bursa transfer musim panas ini. Yves Bissouma, Ivan Perisic, dan Richarlison didaratkan untuk memenuhi kebutuhan skuad Conte. Belum lagi, kehadiran pemain tersebut menambah kedalaman skuad Tottenham.

Hal lain yang membuat Tottenham difavoritkan juara adalah performa mereka di akhir musim lalu. Enam laga Premier League dilalui tanpa pernah kalah, ditambah keberhasilan mengalahkan Arsenal serta menahan imbang Liverpool di Anfield. Tren positif itu mengantarkan mereka finis di posisi keempat dan mentas di Liga Champions.

Namun, asa dan prediksi Tottenham juara musim ini perlahan sirna. Penyebabnya adalah penampilan The Lilywhites kembang-kempis.

Tottenham menelan dua kekalahan dan satu hasil imbang dalam lima laga terakhir di semua ajang. Kemenangan atas Bournemouth pun didapatkan dengan susah payah. Tottenham membutuhkan gol injury time Rodrigo Bentancur untuk mengamankan tiga poin di markas The Cherries.


Kejadian serupa terulang saat Tottenham bersua Marseille di Liga Champions. Harry Kane dan kolega memerlukan gol menit akhir untuk bisa memastikan kemenangan. Lalu, apa yang membuat Tottenham terseok-seok?

Banyak Eror yang Berujung Kebobolan

Kesalahan-kesalahan individu acap menjadi biang kekalahan Tottenham musim ini. Melawan Arsenal di gameweek sembilan, misalnya, Hugo Lloris membuat blunder yang bisa dimanfaatkan Gabriel Jesus menjadi gol. Lloris tak mampu menangkap sepakan Bukayo Saka dengan benar. Bola akhirnya terpental dan masuk ke gawang Tottenham.

Lloris juga melakukan eror saat bersua Newcastle United. Kiper asal Prancis ini tak cepat membuang bola saat mendapat pressing dari Callum Wilson. Alhasil, bola yang direbut Wilson malah berujung gol.

Eror tak cuma dibuat oleh Lloris. Davinson Sanchez membuat kesalahan saat bersua Bournemouth. Bek Kolombia itu terlalu cepat terjatuh saat memotong umpan sehingga tertipu dan memudahkan penyerang Bournemouth membuat gol.

Tak cuma kesalahan individu, lini belakang juga acap disorganisasi. Lihat saja gol yang dibuat Marseille di matchday terakhir Liga Champions. Para pemain belakang terpaku kepada bola sehingga abai dengan kehadiran pemain lawan. Fragmen yang terlihat beberapa detik setelahnya adalah perayaan gol di kubu Marseille.

Miskin Kreativitas

Masalah lain yang dihadapi Tottenham adalah kekurangan gelandang yang bisa membagi bola. Kehilangan Dejan Kulusevski di sisi tepi membuat Tottenham keseringan mengandalkan serangan balik.

Kulusevski memang berperan sebagai otak serangan Tottenham. Kendati bermain di tepi, pemain asal Swedia ini bisa membongkar lini pertahanan lawan lewat umpan dan kemampuan melepas manuver ke kotak penalti.

Sampai sejauh ini, Kulusevski sudah membuat rata-rata 1,7 umpan kunci. Kulusevski hanya kalah dari Son Heung-min dan Harry Kane yang mencatatkan rata-rata 2,2 dan 1,9 umpan kunci per 90 menit.

Selain itu, Kulusevski telah membuat tiga assist dalam enam laga sebagai starter. Torehan itu cuma terpaut satu dari Ivan Perisic yang menjadi pendulang assist terbanyak Tottenham.

Sialnya, Tottenham tak punya gelandang kreatif lain, khususnya di tengah. Pierre Hojbjerg, Rodrigo Bentancur, hingga Yves Bissouma lebih tepat buat disebut sebagai gelandang pekerja ketimbang pembagi bola yang lihai dan mampu keluar dari pressing lawan.

Tumpuan serangan terletak pada kedua tepi. Emerson Royal dan Ryan Sessegnon acap membantu serangan. Mereka bisa memberikan variasi di belakang tiga pemain depan yang biasa dimainkan.

Namun, sisi tepi tersebut harus juga mendapat suplai yang baik. Di sini, tugas para bek dan gelandang dalam mengalirkan bola sangatlah penting.

Oleh karena itu, ketika bek dan gelandang ditekan lawan, Tottenham kebingungan melancarkan tekanan. Mereka acap melakukan long ball memanfaatkan kecepatan Son dan Kane.

Minimnya kreativitas Tottenham terlihat saat bersua Bournemouth dan Marseille. Pada laga tersebut, Tottenham yang lebih dulu tertinggal mencoba menambah intensitas serangan di babak kedua.

Namun, Tottenham lebih banyak mengandalkan umpan-umpan silang untuk menembus pertahanan Bournemouth. Sebagai catatan, di babak pertama sudah ada 25 kali umpan silang dilakukan. Angka tersebut bertambah di babak kedua sebanyak 28 kali.

Umpan silang yang dilakukan juga tak memiliki akurasi yang baik. Hanya 10 dari 53 umpan yang dilepaskan yang berhasil mencapai target. Untungnya, Tottenham berhasil membuat gol yang salah satunya melalui bola mati.

***

Meski sudah disokong dana besar, Conte merasa Tottenham belum sempurna. Masih ada beberapa sektor yang harus dibenahi agar Tottenham bisa menjadi raja di Premier League.

"Kami baru saja memulai proses untuk membawa Tottenham ke posisi terbaik agar lebih kompetitif untuk berjuang meraih gelar Premier League. Kami baru memulai," tutur Conte usai Tottenham tumbang dari Newcastle akhir Oktober lalu.

Well, sampai saat ini Tottenham tetaplah Tottenham: Klub yang jago mematahkan ekspektasi para suporternya.