Nicolo Barella Tak Perlu Jadi Tokoh Utama

Foto: Twitter @Inter_en

Ini tentang siapa yang terbaik, siapa yang paling berpengaruh, dan siapa yang menjadi jantung permainan Inter.

Dunia selalu terbagi menjadi dua kubu. Ada yang takut naik pesawat terbang dan takut melihat kecoak terbang. Ada yang mendukung Angelina Jolie untuk rujuk dengan Brad Pitt, ada pula yang ikut tersipu saat Jennifer Aniston dan Brad Pitt bergenit-genit ria dalam pembacaan naskah di Zoom Call.

Yang lain perang urat leher, terpecah menjadi faksi BTS dan Blackpink, weeaboo dan koreaboo, bubur diaduk dan tidak diaduk, Star Trek dan Star Wars, Kim Jung-hwan dan Choi Taek, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, Bumi datar dan Bumi bulat, Nam Do-san dan Han Ji-pyeong.

Di Inter Milan, kubu itu terbagi dua menjadi Romelu Lukaku-Lautaro Martinez dan Nicolo Barella. Ini bicara tentang siapa yang terbaik, siapa yang paling berpengaruh, dan siapa yang menjadi jantung permainan Inter.

***

Kedatangan Antonio Conte sebagai pelatih--apa pun timnya--diawali dengan kalimat pendek yang sama: “Tidak ada tempat bagi pemain yang bertingkah buruk. Mereka harus menaruh respek penuh kepada saya. Jika respek itu saya terima, saya akan memberikan hal yang sama." 

Barangkali sikap itu yang membuat Inter begitu mengusahakan transfer Nicolo Barella pada pertengahan Juli 2019, satu-dua bulan setelah kedatangan Conte ke Giuseppe Meazza sebagai juru taktik.

Barella tidak perlu memiliki rekam jejak berlaga di klub-klub mentereng untuk menjadi incaran Inter. Ia bukan anak muda banyak omong yang membuat jadi kejaran para jurnalis. Bahkan sampai sekarang pun, sulit benar mencari wawancara-wawancara yang bicara tentang kehidupannya.

Dengan menggunakan mesin pencari internet kita menyadari bahwa tak banyak orang yang membahas Barella. Kalaupun ada, ya, tentang penampilannya saja. 

Segelintir tulisan yang beredar di dunia maya itu menggambarkan bahwa ‘sebagian besar’ hidup Barella adalah tentang menendang bola di atas lapangan. Ia tak perlu menjadi super star, ia hanya perlu tampil mati-matian menyelamatkan Cagliari dari keterpurukan dan membopong klubnya itu promosi ke Serie A. 

Barella, pemuda 20 tahunan awal itu, cuma harus bertanding seperti Ji-pyeong yang mengurus Seo Dal-mi yang menginjak tahi sapi, sebagai pemain yang direpotkan dengan banyak tugas, tetapi tidak menjadi tokoh utama. 

Bersama Cagliari, Barella bermain sebagai mezzala kiri di kuartet empat gelandang berlian. Cara bermain Barella ini mirip dengan Radja Nainggolan seperti saat gelandang Belgia itu belum dimainkan sebagai pemain nomor 10.

Kedatangan Conte ke Inter tidak hanya membawa teriakan-teriakan yang membikin ruang ganti dan sesi latihan terasa angker, tetapi juga perubahan sistem permainan. Conte mengubah sistem empat bek yang biasa dipakai Luciano Spalletti menjadi skema tiga bek. Bagi mereka yang memasang mata pada perjalanan karier Conte, skema ini tidak asing karena sudah digunakannya ketika mengasuh Juventus, Timnas Italia, dan Chelsea.

Utak-atik taktik Conte tak selesai sampai di sana. Terlepas dari ocehannya yang seperti tak selesai-selesai, Conte merancang Inter sebagai pasukan yang punya serangan sisi kanan yang menggigit. 

Niatan itu sepertinya ditandai dengan transfer Hakimi pada awal 2020/21. Hakimi adalah bek sayap enerjik yang diharapkan dapat memenuhi ekspektasi Conte. Dalam skema 3-5-2, Conte seperti menemukan wadah terbaik untuk memaksimalkan potensi sisi kanannya.

Rotasi adalah aspek yang diperlukan supaya tim bermain dinamis. Aspek itu pula yang mampu ditawarkan Barella kepada sistem permainan Conte.

Pada awal 2020/21, Inter mendatangkan bek sayap Achraf Hakimi. Pemain keturunan Maroko ini dikenal sebagai bek enerjik. Imbasnya, ia dianggap sesuai untuk menjadi tokoh penting dalam rencana Conte membentuk Inter sebagai tim dengan serangan sisi kanan yang mematikan. 

Jika berlaga dalam sistem 3-5-2, Conte menginstruksikan Danilo D’Ambrosio sebagai bek tengah di sebelah kanan, Marcelo Brozovic di gelandang tengah, dan Barrella berada di gelandang kanan. Pemosisian ini membikin keempatnya dapat melakukan rotasi saat menguasai bola. Dengan begitu, Inter akan diuntungkan karena jumlah pemain di area sayap lebih banyak daripada lawan.

D'Ambrosio dan Hakimi memang diplot sebagai pemain yang beroperasi melebar untuk mengacaukan sistem pertahanan lawan. Namun, Barella diminta untuk berotasi lebih ke tengah sehingga memberikan opsi umpan di sektor tersebut. Mobilitas D'Ambrosio dan Hakimi diharapkan dapat meluputkan Barella dari pengawalan.

Situasi tersebut terlihat saat Inter berlaga melawan Genoa pada 24 Oktober 2020. Ketika perhatian para pemain Genoa terpecah untuk mengawal D'Ambrosio dan Hakimi, tak ada yang menjaga Barella. Dengan begitu, Barella bisa leluasa mengirim bola kepada Lukaku yang berujung pada gol keunggulan 1-0.

Meski demikian, tugas Barella tampak berbeda saat Inter turun arena dengan formasi 3-4-1-2. Pada duel melawan AC Milan, misalnya, Barella berlaga sebagai gelandang serang yang fokus mengeksploitasi celah antar-lini. Ketimbang saat bermain dalam pakem 3-5-2, Barella lebih jarang turun untuk melakukan rotasi di formasi ini.

****

Sepak bola modern menuntut para pemainnya memiliki kemampuan membaca, mencari, dan mengeksploitasi ruang. Tuntutan itu segendang-sepenarian dengan sepak bola modern yang lazim dengan pertarungan di lini tengah. 

Pertarungan tak akan bisa dimenangi oleh mereka yang berlambat-lambat dan enggan berdarah-darah. Dengan kata lain, pertarungan di lini tengah sepak bola membutuhkan gelandang tangguh, gelandang yang memiliki kecepatan, kekuatan fisik, dan kecerdasan ruang.

Dalam bahasa sepak bola, gelandang tersebut acap disebut box-to-box. Meski tiap pemain box-to-box memiliki kecenderungan sendiri--entah menyerang atau bertahan--pada dasarnya peran ini menuntut para pemain untuk bisa bertahan dan menyerang dengan sama baiknya. Kalaupun tidak sama baik, ya, perbedaannya tidak besar.

Gelandang box-to-box juga bicara tentang upaya untuk menahan diri. Siapa pun yang mengemban peran ini harus tahu bagaimana cara menghemat energi dan menahan godaan untuk mengelilingi lapangan. 

Lupakan ambisi untuk tampil catchy dengan bergerak lincah menyusur lapangan karena yang harus kamu lakukan di sepanjang laga adalah membaca permainan dan menghemat energi agar permainan timmu tak putus, agar target man atau siapa pun penyerangmu bisa menciptakan gol yang membuat para suporter bersorak.

Statistik 3 assist dan rataan 2 umpan kunci per laga Serie A 2020/21 alias yang tertinggi di antara seluruh pemain Inter bukan hanya menjelaskan bahwa Barella merupakan penghubung yang melancarkan aliran bola. Catatan itu pun menjadi penegas kesadaran akan perannya sebagai penyuplai bola ke garis depan.

Aaron Ramsey juga memaparkan bahwa gelandang box-to-box tak usah berharap bisa memiliki keleluasaan kembali ke posisi asli. Pada suatu waktu kamu akan bertugas untuk menopang dan membuka jalan serangan. Di waktu lain, tugasmu adalah mendukung divisi pertahanan tim yang bisa jadi membuatmu harus menunaikan banyak pekerjaan kotor.

Situasi yang kerap dialami gelandang box-to-box selaras dengan kehidupan modern yang bergerak cepat. Karena segala sesuatunya jadi serba-cepat, kamu juga harus bersegera dan tak boleh lekas kehabisan energi. Jika kehabisan energi, kamu akan berhenti. Jika berhenti, kamu akan terlambat dan kesempatanmu bakal raib. 

Sudah begitu, tak jarang kamu dituntut untuk bisa dan mau melakukan (hampir) segalanya, termasuk bersedia untuk tidak menjadi yang utama. Waktu luang untuk mengingat siapa kamu sebenarnya adalah privilese. Kehidupan modern adalah tentang bertahan di situasi demikian. 

Maka ketika Barella bersedia dibentuk sebagai gelandang box-to-box sejak muda di Kepulauan Sardinia, dia seperti sedang mempersiapkan jawaban untuk persoalan yang dihadapi kehidupan dan sepak bola modern.