Nyala Sevilla

Foto: @SevillaFC_ENG.

Saat laju tiga tim terbesar Spanyol tak mulus, Sevilla muncul sebagai penantang serius. Apa rahasianya?

Sevilla nangkring di peringkat ketiga dan hanya terpaut satu angka dari Real Sociedad di posisi pertama. Torehan poin mereka juga setara dengan Real Madrid. Hanya sebiji kekalahan yang Sevilla telan. Ya, cuma itu borok mereka dari 14 pertandingan di lintas ajang. Tiga kali mereka bermain imbang di pentas Liga Champions.

Apa yang Sevilla dapatkan jelas bukan kebetulan. Konsistensi tidak didapatkan dengan ujug-ujug. Kesinambungan antara manajemen klub, pelatih, dan pemain adalah pembentuknya. Kedatangan Julen Lopetegui-lah yang mengawali era baru Sevilla.

Julen Lopetegui

Ekspektasi tak mengiringi kedatangan Lopetegui di awal. Ia pengangguran dengan status pelatih pecatan. Enam bulan sebelumnya Madrid mendepaknya setelah rangkaian hasil buruk. Walau sebenarnya keputusan itu masih bisa diperdebatkan. Lopetegui datang di waktu yang tak tepat. Madrid kala itu sedang mengalami transisi pasca-kepergian Zinedine Zidane. Beberapa pemain juga belum fit betul sepulangnya mentas di Piala Dunia. Madrid tak mau menunggu lama. Lopetegui pun cuma sempat mendampingi El Real selama 14 pertandingan pada musim 2018/19 itu. 

Sementara Sevilla jelas berbeda dengan Madrid. Setidaknya, mereka lebih bisa bersabar untuk menunggu hasil. Los Nervionenses kala itu belum bisa move-on dari kepergian Unai Emery. Dua musim berturut-turut Sevilla terkapar di luar lima besar. Namun, Lopetegui berhasil menutup musim perdananya dengan memori yang menawan.

Pada musim 2019/20, Lopetegui membawa Sevilla melanjutkan hobinya: Menjuarai Liga Europa. Sementara posisi empat di La Liga berhasil mereka amankan. Apa yang Sevilla dapatkan bukan semata trofi, tetapi juga kepuasan materi. Pada Desember tahun lalu pendapatan Sevilla melonjak menjadi 217,7 juta euro.

Transfer Jitu

Perekrutan pemain menjadi pondasi penting sebuah tim. Transfer yang ngawur memberikan impak yang buruk pula—seperti yang dialami Barcelona selama beberapa tahun terakhir. Kemudian kita lihat apa yang mereka alami sekarang.

Sevilla tidak demikian. Efektivitas mereka sudah terbukti sejak satu dekade ke belakang dan masih berlanjut sampai sekarang. Kejelian Sevilla saat melantai di bursa transfer tak bisa dijauhkan dari Ramon Rodriguez Verejo alias Monchi. Ialah dalang di balik rekrutan-rekrutan fantastis mereka. Dani Alves, Grzegorz Krychowiak, Carlos Bacca, dan Jose Antonio Reyes menjadi deretan penemuan terbaik Monchi.

Sempat hijrah ke AS Roma, Monchi kemudian pulang ke Sevilla pada 2019. Dari situ ia kembali menambang pemain bintang. Jules Kounde, Diego Carlos, Joan Jordan, Lucas Ocampos, Sergio Reguilon, dan Youssef En-Nesyri didatangkan pada musim yang sama.

Pun demikian pada musim panas lalu. Sevilla mendapatkan Erik Lamela plus 25 juta euro setelah melepas Bryan Gil ke Tottenham Hotspur. Disusul Thomas Delaney dari Borussia Dortmund dengan banderol 6 juta euro. Rafa Mir juga didatangkan untuk investasi jangka panjang. Striker 24 tahun tersebut berhasil mencetak 13 gol bersama Huesca di musim lalu. Disusul juga Gonzalo Montiel sebagai proyeksi pengganti Jesus Navas yang menua. 

Bila digabung dengan hasil penjualan pemain, musim panas lalu Sevilla hanya mengeluarkan 10 juta euro. Angka itu jauh lebih ramping dibanding Atletico Madrid (62,25 juta) dan Villarreal (46,25 juta).

Permainan Agresif dan Fleksibel

Lopetegui identik dengan skema dasar 4-3-3. Ia rutin mengaplikasikannya bersama Timnas Spanyol, Madrid, dan juga di Sevilla saat ini. Menurut Lopetegui, formula 4–3–3 dapat mengakomodir sepak bola yang ia inginkan: Sepak bola yang ofensif sekaligus fleksibel.

Formasi itu tak kemudian saklek. Pada praktiknya susunan pemain Sevilla bisa beralih menjadi 3–4–3, 4–2–3–1, atau 4–1–4–1 sesuai kebutuhan. Saat memulai build-up misalnya, salah satu gelandang mereka akan turun sehingga membentuk formasi 3-4-3. Well, gelandang memang menjadi salah komponen penting bagi Lopetegui.

Silakan tengok karakteristik Ivan Rakitic, Jordan, Fernando, dan Delaney. Keempatnya adalah gelandang yang memiliki determinasi serta atribut defensif yang ampuh, plus kemampuan olah bola mumpuni.

Para gelandang itu bukan hanya berperan sebagai penyeimbang area sentral, tetapi juga dituntut untuk mampu lolos dari pressing lawan. Dengan begitu Sevilla bisa menguasai bola selama mungkin dan mengeksploitasi area strategis.

Ini juga didukung dengan spesialisasi Kounde dan Diego Carlos sebagai bek pengalir bola, serta dilengkapi dengan penetrasi Navas dan Marcos Acuna dari sisi tepi. Kedua full-back itu menjadi penyumbang umpan kunci terbanyak untuk Sevilla. 

Penguasaan bola menjadi gerbang serangan Lopetegui. Simpelnya, semakin agresif pressing yang diterima, semakin efektif pendekatan yang mereka jalankan. Sebab, dari situ Sevilla bisa memanfaatkan ruang kosong di wilayah lawan.

Menurut WhoScored, Sevilla menjadi tim La liga dengan persentase penguasaan bola tertinggi kedua. Rata-rata 63% per laga dan hanya kalah dari Barcelona. Namun, penguasaan bola hanyalah pencapaian fana andai tak dibarengi dengan agresivitas. Sementara Barcelona melepaskan rata-rata 12,5 tembakan di tiap pertandingan, Sevilla mencatatkan 13,5. Hanya Madrid dan Real Betis yang mengukir lebih banyak.

Fluiditas lini depan adalah resepnya. Lopetegui melegalkan sepasang winger-nya untuk merangsek ke area tengah. Ia tahu betul kapasitas Ocampos, Suso, dan juga Lamela dalam melakukan cutting-inside. Pemain yang disebut terakhir bahkan sudah mengumpulkan 4 gol sejauh ini.

Sementara En-Nesyri dan Mir memang memiliki karakteristik yang berbeda. Mir adalah striker jangkung yang mahir memenangi duel udara dan sebagai reflektor (sebelas-dua belas dengan peran Luuk de Jong).

Kendati begitu, cara kerja keduanya sama. En-Nesyri dan Mir dituntut untuk menjemput bola ke area tengah. Dalam beberapa kondisi mereka juga bergerak vertikal dan bertukar posisi dengan para winger.

Gol Ocampos ke gawang Osasuna pekan lalu menunjukkan fungsi Mir. Ia menarik penjagaan bek tengah sehingga memudahkan manuver Ocampos. Ia memanfaatkan kesalahan koordinasi Jesus Areso serta Juan Perez lewat kecepatannya dan menjebol gawang Osasuna.

Untuk opsi alternatif, Lopetegui menggunakan 4-2-3-1. Pakem ini berfungsi untuk memberikan ruang kepada gelandang macam Papu Gomez dan Oliver Torres. Tak bisa dibilang sering dan baru sekali, malah. Namun, Sevilla menunjukkannya saat menang besar atas Levante 5-3.

***

Sevilla dibekali komposisi pemain dan kedalaman skuad yang mumpuni di musim ini. Tentu saja, dengan kualitas Lopetegui sebagai juru taktik. Itulah mengapa klub Andalusia itu bertengger di papan atas, mencetak 19 gol dan cuma kemasukan 7 kali. Di saat laju tiga tim terbesar Spanyol tak mulus, sudah semestinya menganggap Sevilla sebagai penantang serius.