Nyaris Saja, Sib!

Foto: @persib.

Kata 'nyaris' selalu punya dua sisi. Kata itu bisa membuat kita kecewa dan bahagia dengan sangat teramat.

Persib Bandung nyaris jadi juara Liga 1 2021/22. 'Nyaris jadi juara' terdengar lebih menyesakkan ketimbang benar-benar gagal, pecundang, dan seterusnya, dan seterusnya.

Kata 'nyaris' selalu punya dua sisi. Sisi pertama, ya, itu tadi: Menyesakkan, penuh duka, ataupun menyebalkan. Sedangkan sisi lainnya, seperti 'nyaris gagal' atau 'nyaris mati', penuh sukacita dan melegakan.

Penganut pesimisme macam Arthur Schopenhauer menilai efek kata 'nyaris' sebagai impak dari ekspektasi. Karena semakin besar ekspektasi, kebahagiaan dan kesenangan semakin sulit dicapai. Begitu juga sebaliknya.

Schopenhauer pernah mengatakan, ekspektasi yang besar hanya membuat manusia berteman karib dengan banyak penderitaan dan kata sifat muram lainnya: Kesedihan, kemalangan, keterpurukan, dan seterusnya.

Itu juga yang terjadi kepada Bobotoh Persib. Mereka punya ekspektasi besar tim kesayangannya menggamit trofi. Kans 'Maung Bandung' pun masih terawat dengan baik sampai pekan ke-31 Liga 1. Saat itu, gap poin Persib dengan pemuncak klasemen, Bali United, hanya tiga angka.

Namun, hasil imbang 1-1 melawan Persebaya Surabaya pada pekan ke-32 Liga 1 menyusutkan peluang itu. Hingga akhirnya, Persib mengibarkan bendera putih dari perburuan titel juara Liga 1 usai bermain 0-0 dengan Persik Kediri di pekan ke-33 Liga 1.

Kegagalan itu memang sempat membuat bobotoh kecewa. Namun, itu tidak berlangsung lama. Ada dua catatan yang bisa menjadi pledoi bahwa pencapaian Persib musim ini sudah cukup oke.

Capaian pertama, Persib mengunci satu tiket AFC Cup untuk musim depan setelah finis di peringkat dua klasemen akhir Liga 1. Berlaga di level internasional tentu sangat dinanti-nantikan. Sudah lha jangan bersedih, musim depan gaspol lagi.

Capaian kedua adalah label tim paling tangguh. Mereka cuma kebobolan 22 kali sepanjang musim 2021/22. Angka itu menjadi yang terendah di antara kontestan Liga 1 lainnya. Tahun depan kudu lebih mantap.

Meski begitu, ada satu cela Persib yang masih terngiang-ngiang. Cela itu tidak hanya berdampak pada produktivitas gol, tetapi juga rangkuman poin. Itu juga yang menjadi salah satu faktor kegagalan Persib duduk di singgasana sepak bola Indonesia.

Jika melihat hasil 11 laga pertama, Persib sungguh meyakinkan. Dalam kurun itu, mereka nihil kekalahan. Rinciannya, tujuh kali menang dan empat imbang. Namun, hasil cukup baik itu tidak disertai dengan ketajaman dua striker tengah mereka, Wander Luiz dan Geoffrey Castillion.

Luiz sendiri baru mencetak gol pada pekan kedelapan saat Persib melawan PSS Sleman. Sedangkan gol pertama Castillion di Liga 1 2021/22 terjadi pada pekan ke-10 manakala 'Pangeran Biru' berjumpa Persipura.

Catatan itu sempat mendatangkan keraguan akan kualitas Luiz-Castillion. Omongan soal masa depan mereka sempat abu-abu. Ketika keraguan membesar, Luiz-Castillion memberikan asa.

Luiz kembali mencetak satu gol ke gawang Persipura (pekan ke-10), dan dua gol ke gawang Persiraja (pekan ke-13). Begitu juga Castillion yang melesakkan gol ke gawang Persela (pekan ke-11) dan ke gawang Persiraja (pekan ke-13).

Setelah pekan ke-13, Luiz-Castillion nihil gol sampai putaran pertama usai. Persib mengambil langkah tegas. Mereka didepak. Sebagai gantinya, Persib mendatangkan David Da Silva dan Bruno Cunha Cantanhede.

Pelatih Persib Robert Alberts menaruh harapan besar kepada mereka. Ia berharap duo Brazil itu mampu mengungkit ketajaman Maung Bandung.

"Mereka (David Da Silva dan Bruno Cunha) sebenarnya tidak mengenal satu sama lain karena belum pernah main bersama ataupun saling berhadapan. Tapi, mereka punya pemahaman yang sangat baik. Saya berharap mereka juga bisa main sangat baik untuk kami," kata Robert seperti dilansir situs resmi klub.

"Dengan itu, kami bisa menangani kesulitan yang dihadapi sejak seri pertama (mencetak gol). Kami sangat menantikan dua striker baru ini, yang punya motivasi besar untuk dapat mengangkat performa Persib menjadi klub terbaik di Indonesia," tambahnya.

Hasilnya? Silva dan Bruno sama saja dengan Luiz-Castillion. Mereka butuh waktu untuk mengintegrasikan diri dengan skema bermain Persib-nya Robert.

Silva memang berhasil menjadi topskor Persib dengan rangkuman tujuh gol. Namun, ia sendiri baru mencetak gol pertama bagi Persib pada pekan ke-23 atau enam laga setelah gabung dengan Persib.

Sedangkan Bruno mencetak gol pertama bagi Persib pada laga pertamanya berseragam Persib dari titik putih. Setelah itu, ia gagal mencetak gol dalam 12 laga berikutnya.

Dari sisi permainan, Persib juga tak bisa memuaskan bobotoh. Mereka minim alternatif skema dalam mencetak gol. Seringnya, mereka rajin mengoptimalkan sisi tepi lalu melepaskan umpan silang ke depan gawang.

Skema bermain seperti itu mudah dipatahkan lawan. Lebih-lebih, akurasi umpan silang pemain Persib tidak bagus-bagus amat. Padahal, umpan silang berguna untuk menciptakan peluang. Jika tidak berbuah assist, bisa saja enam detik setelahnya berujung tembakan.

Sebelum kompetisi musim depan dan AFC Cup berlangsung, Persib kudu mengevaluasi diri sebaik-baiknya, secepat-cepatnya. Mereka harus buru-buru mencoret pemain yang tidak perlu dan mendatangkan pengganti yang lebih pas dengan skema Robert.

Jika itu dilakukan, Persib mungkin akan jauh-jauh dari kata 'nyaris berhasil' di Liga 1. Kata yang terlontar ketika keberhasilan di depan mata, lenyap seketika.