Paradoks Komunikasi Hasan Salihamidzic
Hasan Salihamidzic punya salah satu senjata paling penting untuk mengemban tugas sebagai direktur olahraga. Namun, justru hal tersebut yang menjadi hal paling menyebalkan dari dirinya belakangan ini.
Kepala perekrutan, manajer, atau pun direktur olahraga tim lain boleh datang dengan seribu janji. Ada iming-iming menit bermain yang banyak, jaminan peran penting dalam tim, hingga gaji serta bonus setinggi langit.
Namun, jika Hasan ‘Brazzo’ Salihamidzic sudah berdiri di depan meja dan memasang presentasi power point-nya, pemenangnya sudah ditentukan. Tiba-tiba saja Fabrizio Romano sudah berkata ‘here we go’, tiba-tiba saja Bayern Muenchen sudah mendapatkan pemain baru.
Nick Househ menceritakan dengan detail semua itu. Sekitar tiga tahun lalu, Alphonso Davies yang menggunakan jasa agensinya tengah jadi buah bibir. Kisahnya tentang seorang pemuda Kanada berusia 16 tahun yang mengobrak-abrik pertahanan tim-tim Major League Soccer (MLS).
Jose Mourinho, manajer Manchester United kala itu, kepincut aksi Davies. Ia menghubungi Househ, bertanya banyak hal, dan mulai mengumbar janji demi janji. United bukan satu-satunya yang tertarik dan ini menjelaskan betapa Davies memang bukan pemuda biasa-biasa saja.
Atas semua tawaran yang masuk, Nouseh serta Davies dan kedua orang tuanya mesti berpikir cukup lama. Lalu datanglah Brazzo, yang statusnya adalah Direktur Olahraga Bayern, bersama Marco Neppe selaku kepala perekrutan Die Roten. Dengan sekejap kesepakatan terjadi.
“Mereka membahas posisi Davies di lapangan, di mana dia akan bermain, skuad utama yang cuma berisikan 19 pemain, jumlah pertandingan setahun yang mencapai angka 50, memainkan banyak pertandingan dalam setahun dan rata-rata pemain bermain 80 persen per pertandingan,” kata Househ.
Yang Brazzo sampaikan tak berbeda jauh dengan tim-tim lain yang juga tertarik. Pembedanya terletak pada caranya menyampaikan sesuatu. Plus, Brazzo datang dengan presentasi power point detail dan lengkap. Ini memberi kesan positif bahwa ketertarikan Bayern tidak main-main.
“Dengan Bayern, ketertarikan yang datang tidak sebatas panggilan telepon,” tutur Househ lagi. Segera setelahnya, power point Brazzo jadi legenda.
Salihamidzic mulai bekerja sebagai direktur olahraga Bayern pada pertengahan 2017. Sebelumnya, ia seorang pesepak bola, sebuah mimpi yang memang sudah ia pupuk sejak jauh hari, sejak ia masih tinggal di Jablanica yang merupakan bekas kota Yugoslavia.
Negara itu sedang berkecamuk saat Brazzo belum lama melakoni debut di Timnas Yugoslavia U-16. Perkara ini yang membuatnya pindah ke Jerman. Selama lebih dari 20 tahun setelahnya, negara beribukota Berlin itulah yang jadi rumah Brazzo, yang jadi tempatnya menempa diri.
Sebagai pesepak bola, Brazzo tergolong serbabisa. Anda akan sering melihatnya bermain sebagai bek kanan, tetapi pada kali lain ia justru beroperasi sebagai gelandang bertahan. Enam tahun pertama kariernya dihabiskan bersama Hamburg sebelum akhirnya hengkang ke Bayern.
Enam kali juara Bundesliga, empat DFB-Pokal, dan satu gelar Liga Champions adalah sejumlah capaian Salihamidzic selama di Tanah Bavaria. Setelah sembilan tahun, Brazzo pindah ke Juventus. Berikutnya ia kembali ke Jerman untuk pensiun dengan seragam Wolfsburg pada 2012.
Banyak hal selain sepak bola yang Brazzo pelajari selama aktif bermain. Bahasa adalah salah satunya. Menurut penuturan Karl-Heinz Rummenigge, CEO Bayern, Brazzo menguasai lima bahasa sekaligus. Ia juga punya banyak koneksi yang membuatnya bak seorang politikus andal.
Ketika menunjuk Brazzo sebagai direktur olahraga pada 2017, dua kelebihan itu yang jadi alasan Rummenigge. Bayern baru saja ditinggal Mathias Sammer pada 2016 sehingga selama setahun posisi ini lowong. Alhasil, Rummenigge menyebut Brazzo sebagai ‘the final piece of the puzzle’.
Rummenigge tak asal ucap ketika berkata demikian. Di Jerman, direktur olahraga memang memegang peran yang sama krusialnya dengan seorang pelatih. Ini berbeda dengan sebagian negara Eropa yang mengamanahkan dua tugas itu pada satu orang saja dalam sosok manajer.
Jika pelatih bertangguh jawab terhadap segala macam perkara taktik, direktur olahraga bertugas mengurus hampir semua aspek sepak bola dalam tim. Penambahan kontrak pemain lama, mendatangkan pemain baru, hingga menjual pemain adalah salah satu yang paling terlihat.
Tanggung jawab itu sengaja diberikan karena di sebagian klub, direktur olahraga juga berperan sebagai penjaga filosofi dan mental klub. Jadi, ketika mencari pemain baru, misalnya, yang diperhatikan tak hanya skill, tetapi juga mencakup kesesuaian mereka dengan filosofi yang dianut.
Beberapa direktur olahraga bahkan benar-benar mendapat tugas sebagai peletak dasar filosofi tersebut. Silakan Anda simak bagaimana kinerja luar biasa Ralf Rangnick di RB Leipzig dan RedBull Salzburg untuk lebih dalam memahami hal satu ini.
Direktur olahraga Borussia Dortmund, Michael Zorc, pernah menjelaskan peran ini dengan cara berbeda. “Saya bertanggung jawab atas filosofi di klub, dari pemain muda hingga tim utama. Saya mendiskusikan gaya permainan dengan pelatih, dan tim muda akan mengikutinya,” tutur Zorc.
Masuk akal jika Bayern kerap bicara soal ‘mia san mia’ tiap ada pemain baru yang direkrut. Masuk akal pula jika posisi ini kerap memunculkan nama-nama dengan popularitas yang sama dengan sosok pelatih. Selain Zorc, ada Christian Heidel dan Max Eberl yang namanya harum semerbak di Jerman.
Satu tugas lain yang juga tak kalah penting dari nama-nama itu berkaitan dengan komunikasi. “CEO mengurus angaran tim. Saya, selain membeli, menjual, dan memperpanjang kontrak pemain, juga bisa menjadi seseorang yang dapat mereka ajak bicara selain pelatih,” jelas Zorc.
“Saya selalu bersama tim selama pertandingan. Saya menghadiri semua sesi latihan dan bahkan akan sering makan dengan para pemain, jadi mereka tahu seseorang dari klub sedang mengawasi,” sambung dia.
Itu berarti Rummenigge melakukan hal tepat ketika memilih Brazzo, yang ia anggap punya kemampuan komunikasi dan menguasai banyak bahasa. Apalagi, berdasarkan hierarki klub, direktur olahraga ibarat penghubung antara pelatih dan jajaran eksekutif.
Dengan semua tugas tersebut, Brazzo tak butuh waktu lama untuk menuai pujian. Pemecatan Carlo Ancelotti pada 2017 tak lepas dari andilnya. Penunjukkan kembali Jupp Heynckess, meski Uli Hoeness — yang memang sahabat Heynckess — lebih dominan, juga melibatkan kinerja Brazzo.
Ia juga berperan penting dalam mendatangkan Sandro Wagner dari Hoffenheim sekaligus mendapatkan Leon Goretzka dari Schalke dengan status bebas transfer.
Keberadaan direktur olahraga di Bayern tak pernah sedominan itu sebelumnya. Dengan Brazzo, semuanya berubah. Ini yang bikin Hoeness, yang kala itu menjabat sebagai Presiden klub, menyukai kinerja Brazzo. Ia sampai membandingkannya dengan Matthias Sammer.
“Belum lama di sini, ia sudah melakukan hal yang lebih banyak ketimbang apa yang dilakukan Matthias Sammer selama setahun. Ini kondisi yang bagus untuk tim,” ungkap Hoeness.
Apa yang Brazzo lakukan membuat jajaran petinggi mempercayakan regenerasi tim kepadanya. Beberapa kebijakan penting lantas muncul. Kontrak Arjen Robben dan Franck Ribery tak lagi diperpanjang, beriringan dengan datangnya Serge Gnabry serta perpanjangan kontrak beberapa pemain penting.
Hingga kini, proyek itu terus berjalan. Usia para pemain baru yang datang menjelaskan semuanya. Ada Benjamin Pavard, Fiete Arp, Michael Cuisance, Lucas Hernandez, Leroy Sane, Aleksander Nuebel, Tanguy Nianzou, Davies serta beberapa pemain tim U-19 seperti Jamal Musiala.
Tentu, tak semuanya sukses. Yang paling mencolok jelas kegagalan pelatih Niko Kovac. Biaya mahal untuk Hernandez juga masih menyisakan tanya. Namun, di balik semuanya, ini menunjukkan kemampuan Brazzo dalam meyakinkan seseorang untuk datang ke Allianz Arena.
Bermodalkan kecakapannya dalam berkomunikasi dan barangkali slide demi slide power point, satu per satu nama baru berhasil dia datangkan, mengalahkan banyak klub lain. Lantas, puja-puji terus berdatangan ke arah Brazzo hingga tibalah musim ini.
Bild melaporkan bahwa Brazzo terlibat perselisihan dengan pelatih Hansi Flick. Kabarnya, ketidakpuasan Flick terhadap kebijakan tranfser Brazzo jadi muasal. Dua di antaranya adalah kegagalan perpanjangan kontrak Thiago Alcantara dan David Alaba.
Flick juga tak puas dengan beberapa nama yang didatangkan. Dalam pandangannya, Bayern mesti mendatangkan Kai Havertz dan Timo Werner. Dua nama itu tak ada yang didapatkan. Bayern malah merekrut Eric Maxim Choupo-Moting, Bouna Sarr, Marc Roca, dan Douglas Costa.
Soal Havertz dan Werner, Brazzo punya alasan jelas. Havertz punya harga selangit dan dia berstatus pemain Bayer Leverkusen. Werner, sementara itu, dianggap tak sesuai dengan filosofi dan gaya main klub. Melihat performa keduanya sejauh ini, boleh jadi Salihamidzic merasa jadi pemenang.
Masalahnya, tak ada inisiatif Brazzo untuk berkomunikasi terlebih dahulu. Bahkan, untuk beberapa kebijakan, Brazzo seolah lepas tangan, termasuk soal direkrutnya Sarr yang sejauh ini performanya sangat buruk. Makin aneh lagi sebab usianya hampir 30 tahun dan ia dikontrak empat musim.
Perkara kian panjang karena, di sisi lain, Brazzo juga berselisih dengan Miroslav Klose. Lagi-lagi, pangkalnya adalah komunikasi dan ini semakin memperburuk nama Brazzo. Ketika akhirnya Flick memutuskan melepas jabatannya, posisi penggemar sudah jelas: Brazzo-lah biang masalah.
[Baca Juga: Q&A: Yang Perlu Kamu Tahu soal Konflik Hansi Flick dan Bayern Muenchen]
Yang spesial dari eks pemain Juventus itu selama ini adalah kemampuannya dalam berkomunikasi. Flick, di sisi lain, juga punya kelebihan serupa. Sebuah paradoks mengingat justru ini yang jadi salah satu pangkal perselisihan mereka berdua.