Pedri si Anak Pulau

Foto: Twitter @Pedri.

Pedri, 18 tahun, menawarkan apa yang banyak pesepakbola-pesepakbola yang lebih tua tak bisa berikan: Kesederhanaan dan kedewasaan. Lewat kesederhanaan dan kedewasaan itu, ia menancapkan namanya. Pertama-tama di Las Palmas, kini di Barcelona.

Jauh sebelum orang-orang Spanyol datang, kepulauan itu dihuni oleh orang-orang Guanche yang masih bersaudara dengan orang-orang Berber dari Afrika Utara. Namun, hasrat menjamah yang belum tertaklukkan membuat orang-orang Spanyol menjadikan kepulauan itu sebagai milik mereka pada abad ke-15. Mereka lantas menyebutnya sebagai Islas Canarias alias The Canary Islands (Kepulauan Canary).

Kepulauan Canary jauh berada di ufuk barat daya Spanyol. Ia lebih dekat dengan Maroko dan Sahara Barat. Hanya kekuasaan teritorial yang membuat Kepulauan Canary menjadi bagian dari Spanyol, sementara jika bicara persoalan geografis, mereka lebih memiliki kedekatan dengan Afrika Utara.

Ada dua kota besar di Kepulauan Canary yang orang-orangnya mayoritas hidup dari agrikultur dan pariwisata itu. Yang pertama adalah Santa Cruz de Tenerife, sedangkan yang kedua adalah Las Palmas. Keduanya menjadi rumah untuk dua kesebelasan asal Spanyol, CD Tenerife dan UD Las Palmas.

Di UD Las Palmas itulah Pedro Gonzalez Lopez alias Pedri berkembang dan menancapkan namanya sendiri.

Dalam skuad yang memiliki rata-rata usia 28,9 tahun pada 2019/20, Pedri bersinar sendirian. Ketika memulai musim tersebut, usianya bahkan belum 17 tahun. Namun, Pedri berteriak lantang. Ia menjadi penoreh assist terbanyak, kreasi kans besar terbanyak, bahkan menit bermain terbanyak (2.861 menit).

Dengan begitu, cukup satu musim ia habiskan untuk tim senior Las Palmas. Pada 1 Juli 2020, Barcelona setuju membayar 5 juta euro kepada Las Palmas untuk menggaetnya. Dengan begitu, perjalanan Pedri berlanjut; dari matahari Canary, menuju matahari Catalunya.

Pedri mungkin bakal menemukan Barcelona tidak jauh berbeda dengan Las Palmas. Keduanya sama-sama terletak di pesisir pantai dan mendapatkan berkah berupa sinar matahari yang cukup cerah. Kota kelahirannya, Tegueste, yang terletak di Tenerife, juga sama.

Tidak seperti Barcelona, Tegueste adalah desa kecil. Per 2019, populasi penduduk yang tinggal di sana hanya 11.000 orang. Nama kotanya sendiri meminjam dari Thagaste, sebuah kota di Aljazair yang menjadi pusat kebudayaan orang-orang Berber. Maka dari itu, tidak mengherankan juga ketika bendera kota Tegueste, putih-hijau, mirip-mirip dengan bendera Aljazair.

Pedri berlatih mengolah bola di Tegueste sedari kecil. Kakeknya adalah presiden klub sepak bola lokal, Union Deportiva Tegueste, sementara ayahnya adalah mantan penjaga gawang yang pernah mengikuti trial bersama Tenerife meski tidak pernah bermain untuk mereka. 

Nasib Pedri nyatanya jauh lebih baik daripada sang ayah. Ia sudah istimewa sedari kecil. Pelatihnya di masa lampau, Ruben Delgado, masih mengingat betul hal-hal ajaib yang biasa dilakukan Pedri kecil. 

Ia, kata Delgado, terbiasa melakukan dribel melewati beberapa pemain sekaligus sebelum melesakkan bola ke dalam gawang. Seluruh orang di pinggir lapangan, termasuk pelatih dan pendukung lawan, biasanya cuma bisa terkagum-kagum. Tidak jarang pula mereka memberikan aplaus.

“Aku kemudian bertanya, ‘Pedri, bagaimana kamu bisa melakukannya?’ Dia kemudian melihatku dan berkata, ‘Aku tidak tahu, semuanya terjadi begitu saja’,” kata Delgado di The Athletic.

Jawaban Pedri membuat Delgado terhenyak. Bagi Pedri, apa yang ia lakukan natural saja makanya dia merasa semuanya terjadi begitu saja. 

Sementara bagi Delgado, tidak ada yang biasa-biasa saja dari seorang bocah yang baru saja melewati sekelompok pemain dan membuat orang dewasa berdiri sembari melakukan tepuk tangan. Yang ia lihat di depan matanya adalah sejumput cuplikan dari masa depan yang berkisah bahwa kelak ada seorang anak dari Canary bersenang-senang di atas tanah lapang Catalunya.

Yang membuat Pedri istimewa, kata Delgado, bukanlah kebiasaannya memamerkan stepover, nutmeg, atau teknik-teknik mewah lainnya. Ia menjadi amat istimewa justru karena dia bermain dengan amat sederhana. Bagi Delgado, kesederhanaan dalam bermain di sepak bola modern justru lebih mewah ketimbang pamer skill atau melakukan stepover.

“Pedri melakukan hal-hal sederhana dan tepat,” kata Delgado.

Kebiasaan Pedri mencari ruang dan menemukan rekan satu tim yang berada di posisi yang tepat, untuk kemudian ia berikan operan, menjelaskan mengapa di kemudian hari ia bisa menjadi penyumbang assist sekaligus pencipta kans besar terbanyak untuk Las Palmas dalam satu musim. Dia memang bisa melakukan dribel, tetapi menggunakan dribelnya bukan tanpa tujuan. Ia tahu kapan waktunya melepaskan operan dan kapan waktunya melakukan dribel.

Segala atribut tersebut membuat Delgado menyamakan Pedri dengan Andres Iniesta. Oleh orang-orang, Iniesta dikenal sebagai pemain yang terbiasa menciptakan magi. 

Magi Iniesta juga hadir lewat hal-hal sederhana. Ia memang tidak seperti Lionel Messi yang terbiasa melewati beberapa bek sekaligus sebelum mencetak gol. Akan tetapi, ia tahu kapan waktunya melepas operan dan melakukan dribel. Iniesta pun memiliki kemampuan mengirim operan dan melakukan dribel dengan sama baiknya.

Kemampuan Pedri menemukan celah dan ruang sebelum memberikan operan juga menunjukkan bahwa ia punya visi yang cukup bagus. Ini menjadi alasan mengapa pelatihnya di Las Palmas, Pepe Mel, mengatakan bahwa mencari pengganti Pedri nyaris mustahil.

Dengan atribut seperti itu Pedri memang cocok bermain sebagai gelandang serang atau sebagai winger. Di Las Palmas, ia bermain dalam formasi 4-1-4-1 atau 4-2-3-1 sebagai pemain sayap. 

Meski begitu, seperti yang sering ia perlihatkan di Barcelona, Pedri juga mendapatkan kebebasan untuk bergerak ke area tengah dan ikut menginisiasi serangan. Mel paham bahwa kemampuan Pedri bakal termaksimalkan jika ia memberinya kebebasan.

WhoScored menyorot tiga atribut penting yang Pedri miliki: Kemampuannya melepas umpan terobosan, kemampuannya membuat umpan kunci, dan yang terakhir adalah melakukan tekel. 

Pedri memang tidak memiliki fisik yang kokoh. Tingginya cuma 174 cm, tetapi cukup piawai melakukan tekel dan melindungi bola. Hal inilah yang membuatnya menjadi komponen penting manakala timnya ingin sesegera mungkin merebut kembali bola yang hilang dari penguasaan.

Pada beberapa kesempatan di Barcelona, Pedri bermain dalam formasi 3-4-2-1. Oleh Ronald Koeman, ia ditempatkan sebagai salah satu gelandang serang di belakang penyerang tunggal, sedangkan satu gelandang serang lainnya biasanya adalah Messi. Dengan kehadiran Messi dan Pedri, lini depan Barcelona pun menjadi lebih cair.

Kemampuan Pedri dalam melakukan aksi defensif, plus penempatan posisinya yang bagus, juga berguna ketika Barcelona berada dalam fase bertahan. Biasanya penyerang tengah Barcelona akan turun menempati posisi Pedri, sementara Pedri sendiri turun dan berdiri rapat dengan dua gelandang tengah Barcelona. Begitu bola berhasil direbut, tidak jarang Pedri bakal ikut menginisiasi serangan balik, entah lewat operan atau dribel.

***

Delgado tidak pernah kehabisan kata-kata ketika menceritakan Pedri. Baginya, apa yang Pedri mampu lakukan lewat kaki-kakinya adalah sebentuk berkah. Tidak banyak bocah berusia sembilan atau 10 tahun mendapatkan berkah yang sama.

Namun, ada satu hal yang tidak pernah ia lupakan ketika membicarakan Pedri: Maturity (kedewasaan). Di Las Palmas, Pedri sudah menunjukkan bahwa ia mampu memanggul tanggung jawab di antara sekian banyak orang-orang dewasa yang berada di dalam tim.

Kedewasaan yang sama pula yang membuat Pedri paham bahwa dengan bermain sederhana, ia bisa memberikan impak lebih besar untuk tim.