Perisic Reborn

Foto: @SoloInter

Ivan Perisic bukanlah pemain yang mencolok di kerumunan. Namun, dia selalu bisa memenuhi apa yang timnya butuhkan.

Koka, begitu Ivan Perisic dipanggil teman-temannya semasa kecil. Nama itu didapatnya karena kerap menghabiskan waktu di kandang ayam. Di sana Perisic membantu Ante, ayahnya, yang berprofesi sebagai peternak. Menjadi masuk akal kalau kemudian panggilan ‘Si Ayam’ begitu lekat dengannya.

Peternakan ayam milik Ante itu berjalan sebagaimana mestinya. Dari sana dia mendapatkan uang yang cukup untuk membiayai istrinya, Perisic, dan satu anak perempuan. Sampai akhirnya segalanya berubah. Di sekitar 2006, bisnis ayam Ante merugi. Dia berada di ambang kebangkrutan dan tak ada lagi pasokan dana. Satu-satunya cara adalah dengan membiarkan keluarganya pergi ke Prancis.

Saat itu Perisic mendapakan tawaran dari Sochaux. Alain Perrin sampai meluncur ke Split dengan jet pribadi. Setelah dua malam di sana, arsitek Sochaux itu mendapatkan yang dia inginkan. Bersama ibu dan adiknya, Perisic meninggalkan Kroasia dan pergi ke Prancis.

“Pergi ke Sochaux adalah yang terbaik untuk keluarga kami pada saat itu,” kata Ante Perisic kepada Slobodna Dalmacija. “Saya ingin mereka menjauh dari penderitaan yang saya alami.”

Untuk menyelamatkan keluarganya, Ante mengambil keputusan besar ini. Dia bukannya abai dengan keinginan Hajduk Split untuk mengikat anaknya dengan kontrak profesioal. Apalagi pada musim panas tahun itu Perisic mulai menjadi perbincangan.

Penampilannya pada pelatihan pra-musim di Slovenia membuat Zoran Vulic kesengsem. Dia sudah memproyeksikan Perisic sebagai tandem Niko Kranjcar dalam timnya. Namun, keputusan Ante untuk Perisic sudah bulat. Terlebih karena Sochaux memberikan penawaran gaji sebesar 100 ribu euro per tahun, lebih yang disodorkan Split.

Kita kemudian tahu bukan Prancis tempat Perisic menunjukkan pendarnya. Bahkan tak sekalipun dia bermain di tim utama Sochaux. Mentok di tim B. Itulah mengapa Perisic mengiyakan pinangan Club Brugge pada musim panas 2009.

Pilhan yang jitu. Brugge memberikan kepercayaan yang tak diberikan Sochaux. Perisic lantas menyambut iktikad tersebut dengan gol-golnya. Pada musim 2010/11, dia berhasil menyabet gelar pencetak gol terbanyak lewat 22 lesakan. Torehan itu tujuh gol lebih banyak dari Romelu Lukaku sang top skorer edisi sebelumnya.

Prestasi Perisic memikat hati Borussia Dortmund. Mereka langsung menebusnya dari Brugge pada akhir musim. Dari sanalah semuanya dimulai. Perisic berevolusi dari pemain berbakat menjadi peraih gelar hebat. Bundesliga dan DFB Pokal berhasil dikawinkan dengan Signal Iduna Park sebagai altarnya. Saat pindah ke Wolfsburg pun, Perisic sukses meringkus DFB Pokal dan Piala Super Jerman. Namun, tak ada yang seindah sewaktu di Bayern Muenchen. Bersama Die Roten itu Perisic meraih treble.

***

“Saya bukan winger lagi, saya harus lebih bermain lebih defensif. Tak jadi soal. Saya senang bermain dengan tim ini, sekarang kami harus memenangi pertandingan terakhir.”

Perisic mengatakan itu setelah mencetak satu gol sewaktu Inter Milan membabat Salernitana 5-0 kemarin. Ada dua hal yang ingin dia tegaskan. Pertama soal perubahan posisi dari winger ke wing-back yang mengharuskannya aktif bertahan. Alasan kedua adalah buah dari peralihan itu. Ya, Perisic mulai nyaman di posisi barunya. Empat gol dan satu assist untuk Inter di Serie A menjadi buktinya. Hanya Lautaro Martinez, Edin Dzeko, dan Hakan Calhanoglu yang bisa melebihi itu.

Ini menarik, sebab sebelumnya Antonio Conte pernah meragukan kecocokan Perisic dengan skema tiga beknya. Dia lebih membutuhkan wing-back yang juga punya kemampuan bertahan, bukan cuma sekadar aktif melakukan aksi ofensif.

Conte tak sepenuhnya salah. Sebagaimana data dari WhoScored, rata-rata tekel dan intersep Perisic di musim 2018/19 cuma menyentuh angka 1 dan 0,7 per laga. Jumlah itu masih kalah dari Kwadwo Asamoah yang rata-rata per laga tekel dan intersepnya mencapai 1,4 dan 1,3. Meski tak lebih kreatif dan tajam, pemain asal Ghana itu lebih piawai dalam aksi bertahan.

Itulah yang mendasari peminjaman Perisic ke Bayern. Inter bahkan sempat memberikan potongan harga buat mereka untuk transaksi permanen. Namun, Bayern menolaknya dan Perisic pulang ke Giuseppe Meazza di awal musim 2020/21.


Situasinya menjadi sulit. Perisic diharuskan kembali ke samping pelatih yang tak menginginkannya. Tak ada jalan lagi selain bermain sebaik mungkin demi mendapatkan kepercayaan dari Conte. Hingga akhirnya gol ke gawang Parma di giornata keenam membantunya mendapatkan itu. Lewat lesakannya di injury time, Perisic menyelamatkan Inter dari kekalahan.

Kepercayaan Conte mulai datang perlahan. Dia mulai menyerahkan posisi wing-back kiri kepada Perisic—bergantian dengan Ashley Young. Total 14 kali keduanya bergantian mengisi sektor itu di Serie A musim lalu.

Perisic bukanlah tipe pemain yang mencolok di kerumunan. Perannya lebih esensial, yakni untuk memenuhi kebutuhan timnya sesuai dengan pendekatan permainan pelatih. Itu terpresentasikan di Piala Dunia 2018. Menurut data FIFA, total distance coverage Perisic menyentuh angka 72,5 km. Baru kemudian Luka Modric di urutan kedua dengan luas jelajah 72,3 km.

Ini juga terkait dengan metode pressing yang diusung pelatih Krosia, Zlatko Dalic. Dia mengutus trio lini depannya—termasuk Perisic—untuk aktif bergerak, menekan lawan hingga kehilangan penguasaan bola. Tak heran kalau kemudian Perisic berhasil mencatatkan 1,3 tekel per laga. Jumlah itu jauh lebih banyak dari duo bek sentral Kroasia, Dejan Lovren dan Domagoj Vida.

Pada musim 2021/22, Perisic mengejawantahkan betul keinginan Simone Inzaghi. Bagaimana wing-back menjadi komponen penting dalam timnya. Lebih dari sekadar keseimbangan soal menyerang-bertahan, melainkan pemanfaatan ruang.

Inzaghi menyukai permainan dinamis. Dia menutunt para pemainnya melakukan perpindahan bola-bola pendek dengan cepat. Dari situ mereka dilegalkan untuk saling mengisi tempat guna mengeksploitasi ruang kosong.

Pun soal pressing. Malah, Inzaghi lebih intens melakukannya dibanding Conte. Menyitat data The Analyst, angka PPDA Lazio-nya Inzaghi musim lalu yang menyentuh 11,6. Masih unggul dari Inter yang mencapai 12,8. Maka tak mengherankan bila area jelajah Perisic di sekarang lebih luas ketimbang musim sebelumnya. Inzaghi melegalkannya untuk mengisi ruang yang ditinggalkan Dzeko di sisi kiri.

Heatmap Perisic musim 2021/22. Sumber: Sofascore
Heatmap Perisic musim 2020/21. Sumber: Sofascore

Perisic juga bisa menjadi opsi serangan saat Inter tanpa Lautaro dan Dzeko. Golnya ke gawang Fiorentina pada September lalu bisa dijadikan acuan. Perisic mengisi tempat terdepan saat Lautaro dan Dzeko ditarik ke luar.

Skema gol Perisic ke gawang Fiorentina. Sumber: Serie A

Well, narasi bahwa Perisic malas atau lemah dalam bertahan ini sudah semestinya dihapuskan. Toh, sejauh sini dia rata-rata mencatatkan 1,2 tekel dan 1,4 intersep per laga. Tahu seberapa signifikan itu? Dua kali lipat dari musim lalu.