Persoalan-persoalan Macan Kemayoran

Foto: Instagram @persija

Masalah Persija bukan semata-mata dipicu oleh kepergian Marc Klok. Apa yang sebenarnya terjadi pada Macan Kemayoran?

Suasana pecah di Stadion Manahan, Solo, pada bulan April 2021 ketika Persija Jakarta sukses menjuarai Piala Menpora 2021. Menjadi semakin istimewa karena lawan yang mereka hadapi adalah sang rival berat, Persib Bandung. Menjadi sebuah kewajaran ketika para pendukung tim, the Jakmania, memiliki optimisme tinggi ketika Liga 1 dimulai.

Kini, situasi berbanding terbalik, bahkan rasanya berbeda begitu jauh juga dengan Liga 1 2020 yang dihentikan setelah tiga pertandingan. Pada Liga 1 2021/22, setidaknya dari 11 pekan pertandingan yang sudah dilalui, Macan Kemayoran tampak begitu kesulitan. Apa yang terjadi di Piala Menpora seakan tidak berbekas.

Dari 11 pertandingan yang sudah dijalani, Persija baru meraih tiga kemenangan. Dalam tiga laga terakhir di seri kedua , pun, Persija gagal menang. Mereka kalah dari Persebaya (0-1), dan ditahan imbang dua tim yang ada di zona merah, Persik (2-2) dan PS Barito (1-1).

Menjadi pertanyaan besar, apa yang terjadi dengan Macan Kemayoran di Liga 1 sejauh Ini?

Bukan Semata karena Kepergian Marc Klok

Setelah kesuksesan merah gelar juara Piala Menpora 2021, semua dikejutkan dengan keputusan gelandang naturalisasi Marc Klok yang memutuskan hengkang ke Persib. Kepergian Klok ini dianggap menjadi penyebab utama penurunan permainan Persija di kompetisi Liga ketimbang dengan yang mereka tunjukkan di Piala Menpora.

Ada lubang besar yang ditinggalkan setelah Klok hengkang. Karena biasanya, Klok dan gelandang asing lain, Rohit Chand, menjadi pelapis yang begitu kuat untuk lini pertahanan Persija. Setelah kepergian Klok, ditambah lagi Sandi Sute sudah meninggalkan Persija, struktur tim Persija menjadi keropos.

Tony Sucipto beberapa kali dicoba untuk dimainkan di pos yang ditinggalkan Klok. Posisi yang sama ketika sang pemain memulai karier profesionalnya, sebelum berpindah ke sektor pertahanan. Akan tetapi, Tony Sucipto sudah tidak memiliki energi dan ketahanan yang sama ketika ia bermain di posisi gelandang satu dekade lalu.

Ternyata kepergian Klok bukan satu-satunya masalah yang membuat Persija kesulitan musim ini. Ada masalah-masalah lain yang membuat Macan Kemayoran seakan tidak bertaring. Yang paling kronis adalah lini pertahanan.

Pertahanan Persija Rapuh?

Persija sudah kemasukan 12 gol hingga pekan ke-11 Liga 1 musim ini. Dengan kata lain, setidaknya mereka selalu kemasukan gol dari setiap pertandingan yang dijalani. Angka kemasukan 12 gol ini bahkan jauh lebih banyak ketimbang Persikabo yang posisinya di klasemen tiga peringkat di bawah Persija.

Pertahanan menjadi persoalan besar Persija musim ini. Salah satu yang paling mencolok adalah gawang mereka terlalu mudah menerima tembakan. Dari tiga laga terakhir saja, gawang Persija sudah diberondong 20 tembakan, baik yang on target ataupun off target.

Bahkan ada beberapa situasi di mana tim lawan justru melepaskan tembakan yang lebih sedikit, tetapi mereka bisa mencetak gol, seperti yang terjadi di laga melawan Arema atau Persebaya. Paling mengenaskan adalah di laga melawan Persebaya, tim lawan bisa mencetak gol melalui satu-satunya upaya shot on target yang mereka buat.

Ada banyak faktor yang kemudian membuat lini pertahanan Persija begitu rapuh, lawan begitu mudah untuk melepaskan tembakan, dan mencetak gol ke gawang Persija. Salah satunya adalah soal usia para pemain di lini pertahanan Macan Kemayoran.

Secara rata-rata usia para pemain Persija memang bukan yang tertua di Liga 1. Menurut transfermarkt.com, rataan usia para pemain Persija 27,1 tahun, terbilang segar sebenarnya.

Akan tetapi, ada banyak sekali pemain yang usianya sudah mencapai lebih dari 35 tahun. Di antaranya adalah Otávio Dutra (37 tahun), Maman Abdurrahman (39 tahun), Marco Motta (35 tahun), dan Tony Sucipto (35 tahun). Ini belum menghitung wakil kapten tim yang merangkap pelatih, Ismed Sofyan, yang sudah berusia 42 tahun.

Lini pertahanan Persija menjadi penyumbang usia tertua bagi tim mereka. Meskipun para pemain masih bisa menampilkan permainan top level, ketahanan mereka tentu berbeda dengan para pemain yang berusia lebih segar. Dutra, Maman, Tony, dan Motta tidak bisa lagi memberikan energi yang sama dalam 90 menit seperti beberapa tahun sebelumnya.

Sementara para pemain belia di lini pertahanan Persija, seperti Rio Fahmi atau Muhammad Ferrari, dan bek asing, Yann Motta, tentu membutuhkan waktu untuk bisa step-up. Karena berbeda dengan rookie di area penyerangan, para pemain belia di lini pertahanan relatif lebih banyak melakukan kesalahan dalam proses mereka menjadi pemain yang lebih baik.

Ketahanan dan konsistensi dari lini pertahanan Persija menjadi masalah akut. Karena dalam beberapa pertandingan, Macan Kemayoran bisa gagal meraih kemenangan padahal mencetak gol terlebih dahulu. Ini terjadi di laga melawan PSIS, Persita, dan PS Barito.

Bahkan sebenarnya di laga melawan Madura United pada pekan kedelapan, pertandingan bisa saja berakhir imbang 3-3. Meskipun Persija unggul 3 gol terlebih dahulu, tim lawan bisa mengejar dan mencetak dua gol pada menit ke-90 dan tambahan waktu. Bisa dibilang, sebenarnya hanya durasi pertandingan, dan peluit tanda laga usai dari wasit saja yang menghentikan Persija kemasukan satu gol lagi di laga melawan Madura United.

Terkait kiper Andritany pun cukup jarang dibahas. Penampilan kapten tim Persija ini mengalami penurunan drastis. Dari beberapa kejadian ketika Persija kemasukan, ada kesalahan yang dilakukan Andritany. Seperti yang terjadi di laga melawan Persik ketika tangkapannya tidak sempurna, dan berujung gol bagi tim lawan.

Permasalahannya, tim pelatih Persija tidak punya pelapis yang sepadan seandainya ingin mengistirahatkan Andritany untuk beberapa pertandingan. Adixi Lenzivio baru kembali lagi setelah cukup lama hiatus dari sepakbola level top. Yoewanto Setya Beny pun lebih banyak bermain sebagai kiper cadangan di klub-klub sebelumnya.

Hal ini berbeda dengan ketika Persija sukses meraih gelar juara Liga 1 2018. Ketika Andritany sedang off, mereka masih bisa mengandalkan Shahar Ginanjar yang tampil di level yang tidak jauh berbeda dengan Andritany.

Persoalan di lini pertahanan Persija ini sangat disayangkan karena sebenarnya tidak ada masalah yang benar-benar signifikan dalam serangan mereka. Kombinasi RIko Simanjuntak dan Marko Šimić masih jadi salah satu yang mematikan di sepak bola Indonesia. Belum lagi pemain belia, seperti Nico Alfriyanto, yang juga andal mencetak gol. Nico sudah mengemas tiga gol sejauh ini.

Sementara, sering tersumbatnya serangan Persija sebenarnya adalah karena ada ketidakseimbangan terutama di lini pertahanan. Para pemain di sektor serangan akhirnya mesti ikut bertahan cukup sering karena lini pertahanan mereka mudah ditembus. Tentu akan membutuhkan waktu ketika misalnya Riko Simanjuntak Kembali ke area penyerangan setelah melakukan trackback ke lini pertahanan. Situasi ini memengaruhi efektivitas serangan dari Persija.

***

Pelatih sekaliber Angelo Alessio pun tentu akan kesulitan apabila situasinya juga jauh dari ideal. Sang pelatih setidaknya sudah mencoba beberapa skema berbeda di lini pertahanan Persija musim ini. Alessio sudah mencoba skema tiga bek dan empat bek, tetapi tetap berujung dengan bobolnya gawang Persija.

Apa yang selanjutnya mesti dilakukan Persija tentu adalah berburu pemain yang tepat di ketika bursa perpindahan pemain sudah dibuka kembali akhir Desember. Persija jelas membutuhkan tambahan tenaga lain di lini pertahanan dan pemain yang, setidaknya, bisa memainkan peran dan level yang tidak terlalu jauh berbeda dengan Marc Klok di lini tengah untuk melapisi lini pertahanan sehingga bisa mengurangi beban kerja dari seorang Rohit Chand.

===

Aun Rahman adalah pundit sepak bola nasional, podcaster di Box2Box Bola dan Umpan Tarik, serta penulis. Biasa beredar di Twitter lewat akun @aunrrahman.