Pratinjau AC Milan vs Lazio: Waktunya Menguji Konsistensi

Foto: @MilanPosts

Milan dan Lazio sedang on-fire. Mereka berhasil menyapu bersih dua laga awal dan mencetak banyak gol sekaligus. Siapa menang?

Duel AC Milan versus Lazio tak pernah semenarik ini dalam beberapa tahun ke belakang. Kedua kubu lagi sama bagusnya, termasuk yang paling impresif malah. Mereka menyapu bersih dua laga awal dan mencetak banyak gol sekaligus. Milan mengemas 5 gol dan baru kemasukan sekali. Lazio lebih gila lagi karena sudah memproduksi 9 lesakan dengan jumlah kebobolan 2.

Ada beberapa faktor mengapa Milan dan Lazio begitu superior. Salah satunya, ya, kejelian mereka melantai di bursa transfer. Olivier Giroud yang paling mencolok di kubu Rossoneri. Brace-nya ke gawang Cagliari di giornata kedua bisa dijadikan bukti.

Secara garis besar, Giroud melengkapi kebutuhan Milan akan sosok targetman yang semula bertumpu kepada Zlatan Ibrahimovic seorang. Kita tahu, betapa kelimpungannya mereka setelah superstar asal Swedia itu cedera di pertengahan musim lalu.

Bagi Stefano Pioli, penyerang punya tugas lebih dari sekadar pendulang gol saja. Mereka juga menanggung pekerjaan sebagai pencipta peluang. Bukan, bukan melulu soal kreativitas, tetapi bagaimana mereka bisa menggunakan keunggulan postur dengan efektif.

Giroud sudah kenyang soal itu. Lebih dari lima tahun ia mengemban amanat sebagai pelayan di lini depan Prancis. Tepat menyebut Giroud sebagai pengakomodasi Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann alih-alih menjadi goalgetter.

Gol bukan harga mati. Penciptaan ruang menjadi salah satu yang terpenting. Dari sana ia bisa menciptakan celah untuk dimanfaatkan para pemain lain. Whoscored mencatat ada 3 rata-rata umpan kunci Giroud per laga. Jumlah ini terbanyak di Serie A setelah Razvan Marin dan Hakan Calhanoglu. Gambar di bawah menunjukkan betapa vitalnya peran Giroud dalam proses penciptaan peluang Milan.

Sumber: Youtube AC Milan

Yang jadi soal, Giroud tak akan turut serta dalam duel ini. Kendati terkonfirmasi negatif COVID-19, Pioli memutuskan mengistirahatkannya demi alasan kebugaran. Jadi bisa dipastikan bahwa Ibrahimovic yang akan tampil sebagai striker tunggal nanti. 

Mungkin saja memengaruhi ketajaman Milan di lini depan mengingat ini merupakan laga pertama Ibrahimovic di musim ini. Namun, eksistensinya penting untuk mendongkrak moral para pemuda Milan di grande partita. Jangan lupa pula bahwa Ibrahimovic berpredikat sebagai topskorer tim di musim  lalu lewat 17 golnya.

Well, saatnya beralih ke kubu Lazio. Sama seperti Milan, mereka juga layak berbangga dengan para personel barunya. Elseid Hysaj dan Felipe Anderson sudah menyumbangkan satu gol. Pedro Rodriguez juga bukan rekrutan buruk karena sukses menyumbangkan sebiji assist versus Spezia. 

Ciro Immobile masih menjadi tumpuan utama Lazio dan memang sepantasnya begitu. Konsistensinya sebagai pencetak gol sudah terbukti dari musim ke musim. Yang menarik adalah melihat bagaimana Maurizio Sarri membangun pemain di belakangnya. Dalam hal ini, Luis Alberto dan Sergej Milinkovic-Savic. Mereka merupakan motor dalam sistem anyar Lazio. 

Sarri tak memasang Alberto sebagai gelandang tengah dalam wadah 4-3-3. Ini sedikit berbeda dengan Simone Inzaghi yang cenderung menggunakannya sebagai gelandang ofensif dan second striker.

Masuk akal, sih. Sarri butuh gelandang yang bisa menyalurkan bola dari belakang ke depan macam Jorginho. Bukan keputusan tepat pula mengutus Lucas Leiva mengemban tugas tersebut. Ia lebih condong ke arah gelandang petarung ketimbang pengatur ritme.

So, Alberto yang kemudian dipilih Sarri. Sebagai gambaran, eks Liverpool itu sudah mencatatkan rerata 69,5 umpan per laga atau meningkat jauh dari musim lalu yang hanya 51,7. Menjadi lebih tepat menyebut Alberto ini sebagai mezzala dalam sistem Sarri sekarang. Bersama Milinkovic-Savic, ia menjaga kerapatan serta jalur serangan Lazio dari area sentral untuk disebarkan ke tepi kiri yang menjadi titik terkuat mereka.

Besar kemungkinan Lazio akan lebih dominan dari Milan dalam penguasaan bola. Ini berdasar pada kecenderungan Sarri pada ball possession dan Pioli yang relatif pasif saat bentrok dengan tim-tim agresif.

Tunggu, bukan berarti kans menang Milan menjadi kerdil. Mereka bisa mengeksploitasi sisi kanan Lazio yang rentan. FYI, dua gol yang masuk ke gawang Pepe Reina semuanya berasal dari sana.

Pioli bisa bertumpu kepada Theo Hernandez sebagai inisiator dari tepi kiri. Mantan pemain Real Madrid ini punya atribut ofensif mumpuni. Tujuh gol dan 5 assist dibuatnya musim lalu, terbaik ketiga setelah Robin Gosens dan Achraf Hakimi pada daftar klasifikasi pemain belakang.

Dari kiri, Hernadez kerap mengokupasi posisi Rafael Leao dan Brahim Diaz yang bergerak instens di tepi kiri. Oh, iya, keduanya juga tampil impresif karena sudah mencetak satu gol dengan xG yang tak lebih dari 0,55. Leao dan Diaz bakal menjadi alternatif sempurna apabila Ibrahimovic gagal tugas.

Sementara itu, lesakan Lazio sangat mungkin muncul dari skema open-play, mengingat kombinasi dynamic duo mereka: Alberto dan Milinkovic-Savic. Sudah 6 gol Lazio yang datang via skema langsung.

Selain itu Sarri juga bakal mempertimbangkan kemampuan mengeksekusi bola mati anak asuhnya seperti dua gol yang telah mereka hasilkan dari sana. Milan cukup rapuh menghadapi set-piece lawan. Musim lalu mereka masuk daftar tim terburuk Serie A karena kemasukan 12 gol dari skema bola mati.

Overall, Lazio sedikit unggul atas Milan. Mereka punya Sarri yang genius dalam memanfaatkan celah-celah kecil, mengedepankan pemosisian pemain, serta mengandalkan umpan presisi. Ditambah lagi dengan Immobile, Alberto, Milinkovic-Savic, dan Francesco Acerbi yang konsistensinya sudah terbukti.

Namun, di satu sisi, rekam jejak membuktikan fakta lain. San Siro kerap merugikan Lazio di kompetisi Serie A. Cuma sekali mereka menang dalam empat lawatan terakhir. Tiga sisanya milik Milan.