Pratinjau Everton vs Liverpool: Maaf, Mungkin Saja The Toffees yang Berjaya di Derbi Merseyside

Foto: Instagram @liverpoolfc

Sudah satu dekade sejak Everton memenangi Derby Merseyside terakhirnya. Akhir pekan ini, The Toffees punya kans besar untuk mengakhiri penantian panjangnya.

Sudah satu dekade berlalu sejak Everton memenangi Derby Merseyside terakhirnya. Pada 17 Oktober 2010, mereka berhasil menjungkalkan Liverpool dua gol tanpa balas. Well, itulah kemenangan pemungkas The Toffees atas saudara tua mereka di pentas Premier League.

Cuma hasil imbang yang jadi torehan terbaik Everton dalam rentang waktu itu. Setidaknya dua kali dari lima derbi terakhir di lintas ajang. Sementara tiga sisanya sukses dimenangi Liverpool.

Berbekal rekam jejak mentereng, harusnya, sih, Liverpool bisa pulang membawa angka dari Goodison Park besok. Namun, maaf-maaf saja, kami rada menjagokan Everton dalam derbi kali ini.

Bukannya gimana-gimana, Everton lagi on-fire. Mereka sukses mengukir catatan 100% di Premier League dan nangkring di puncak klasemen. Lha, Liverpool? Jangan ditanya. The Reds baru saja dipermalukan Aston Villa 2-7 di duel terakhir. Itu belum dihitung dengan kekalahan dari Arsenal di Piala Liga Inggris.

Waspadai Sisi Tepi

Juergen Klopp boleh tersenyum dengan kembalinya Sadio Mane dan Thiago Alcantara, dua pemain yang sebelumnya mengidap COVID-19. Akan tetapi, Liverpool masih belum bisa memainkan Alisson Becker yang dirundung cedera. Mau tak mau, Adrian yang nantinya mengisi pos penjaga gawang pada duel besok malam.

Itu jelas bukan kabar baik, sebab rapor kiper asal Spanyol tersebut sedang jelek-jeleknya. Adrian kebobolan 9 gol dalam 3 pertandingan di lintas ajang musim ini. Catatan buruk itu termasuk 7 gol yang diterimanya saat Liverpool takluk dari Villa dua pekan lalu.

Bukan cuma Adrian yang pantas bikin was-was. Joe Gomez juga sedang didera inkonsistensi. Gol kedua Villa bisa dijadikan rujukan buruknya performa eks bek Charlton Athletic tersebut belakangan ini.

Secara garis besar, kekalahan telak dari Villa itu menunjukkan bobroknya lini belakang Liverpool. Garis pertahanan yang tinggi jadi faktornya. Ya, bukan rahasia lagi kalau Klopp memang memfungsikan sepasang full-back-nya dalam membangun serangan: Trent Alexander-Arnold di kanan dan Andrew Robertson pada sisi kiri.

Buat aksi ofensif keduanya, sih, jago, tetapi tidak untuk mengadang serangan lawan. Wong lebih dari setengah gol Villa lahir dari sektor yang dihuni Alexander-Arnold.

Lini pertahanan Liverpool makin berisiko karena sisi kiri merupakan jalur favorit Everton dalam membangun serangan. Persentasenya mencapai 42%, bandingkan dengan area sentral yang cuma 26% dan tepi kanan di angka 32%.

So, sudah semestinya Klopp memperkuat sektor gelandangnya. Selain bertugas membantu serangan, para penghuni lini sentral bisa dikerahkan untuk mengover back-four. Untungnya, Jordan Henderson sudah pulih dan bisa ditandemkan dengan Thiago, sementara satu slot lainnya mungkin diisi Fabinho. Komposisi ini cenderung defensif, memang. Namun, formasi itu setidaknya bisa meredam agresivitas Everton yang lagi tinggi-tingginya.

Kembalinya Mane bakal mempertajam lini serang Liverpool secara signifikan. Melempemnya trisula The Reds saat bersua Villa, ya, gara-gara absennya Mane. Oke, masih ada Diogo Jota sebagai alternatif anyar. Kendati begitu, winger asal Portugal itu tak seaktif Mane dalam melakukan penetrasi ke area lawan.

Sebagai pembanding, Mane sudah mencatatkan rata-rata 3 dribel per laga--tertinggi bersama Mohamed Salah. Jauh lebih baik dibanding Jota yang masih nihil. Tak hanya itu, Mane juga masih unggul soal kuantitas umpan kunci. Kreativitasnya praktis bakal mengatrol ketajaman Salah dan Firmino di garis terdepan.

Berharap Tuah James dan Calvert-Lewin

Everton memang punya kans besar menang di Derby Merseyside. Namun, tak lantas mereka tanpa celah. Carlo Ancelotti sedang dipusingkan dengan cederanya Yerry Mina. Perlu diingat, bek asal Kolombia itu merupakan personel penting di sektor belakang Everton. Ancelotti juga rada was-was di departemen full-back. Seamus Coleman dan Lucas Digne masih diragukan mentas.

Jika mereka beneran absen, jelas sebuah kerugian buat Everton. Coleman dan Digne adalah full-back ofensif dan berperan penting dalam agresivitas tim. Keduanya sudah mengantongi masing-masing satu assist. Digne lebih spesial lagi karena memproduksi 2 umpan kunci per laga alias terbanyak kedua setelah James Rodriguez.

Oh, iya, James tentu wajib disinggung. Dia adalah otak serangan Everton. Meski dipasang di pos sayap kanan, James diberi kebebasan untuk bergerak ke lini tengah. 


Duel versus West Ham United bisa dijadikan rujukan. James relatif intens bergerak di area tengah. Tugasnya menjemput bola dan mengalirkannya ke Richarilson dan Dominic Calvert-Lewin. Total ada 4 key pass yang dibuatnya dari lini sentral. Salah satunya, ya, assist-nya ke Richarilson.

Lain lagi saat melawan Brihton and Hove Albion. Kala itu Ancelotti menyerahkan lini tengah kepada Gylfi Sigurdsson lalu James diinstruksikan untuk intens menyisir sisi kanan. Hasilnya? 2 gol dan 1 assist dibuat oleh pemain yang didatangkan dari Real Madrid itu.

Bila James pelatuknya, Dominic Calvert-Lewin adalah peluru andalan Everton. Tak tanggung-tanggung, pemuda 23 tahun itu jadi topskorer sementara Premier League dengan 6 golnya, setara dengan Son Heung-Min.

Betul bahwa Calvert-Lewin bukanlah tipe pemain dengan mobilitas tinggi. Namun, dia amat jeli dalam memanfaatkan ruang. Itu ditunjang dengan kemampuan finishing yang mumpuni. Nyatanya setengah dari total golnya sejauh ini berasal dari kotak 6 yard. 



Keistimewaan Calvert-Lewin lainnya adalah ketangguhannya dalam duel udara. Sudah tiga gol dibuatnya via sundulan kepala. Ini bisa jadi salah satu cara Everton buat melumpuhkan pertahanan Liverpool, baik lewat situasi open play maupun bola mati. Perlu diingat, Liverpool sudah dua kali kebobolan dari skema set-piece (cuma kalah banyak dari West Bromwich Albion, Fulham, Leicester City, dan Brighton).