Pressing vs Pressing

Ini adalah duel dua tim dengan pressing terbaik di Premier League. Keberhasilan meloloskan diri dari tekanan itu yang akan menentukan hasil akhir laga. Siapa bakal menang?
Laga Liverpool vs Manchester City adalah soal pressing vs pressing.
Silakan buka laman penyedia data sepak bola dan Anda akan menemukan dua klub ini ada di daftar atas soal urusan pressing. Bila membuka data yang dihimpun Opta, Anda dengan mudah akan melihat Liverpool dan Manchester City memuncaki statistik PPDA (passes allowed per defensive action).
Buat yang belum tahu, PPDA ini adalah salah satu statistik yang bisa mengukur intensitas pressing sebuah tim. PPDA akan menghitung berapa banyak operan yang dilakukan tim lawan sebelum sebuah tim (dalam hal ini Liverpool dan City) coba merebut bola kembali dengan aksi defensif (tekel, intersep, sampai pelanggaran). Semakin kecil angka PPDA, semakin intens pula pressing sebuah tim.
Musim ini, berdasarkan data Opta, Liverpool jadi tim dengan angka PPDA paling sedikit: 9,9. Sementara, City ada di urutan kedua dengan angka 10,1. Itu artinya, hanya ada sekitar 10 umpan yang bisa dilepaskan lawan-lawan mereka di areanya sendiri sebelum bola akhirnya bisa terebut.
Jika kemudian Anda menengok ke statistik yang dihimpun Fbref, tak usah heran pula kalau Liverpool dan City ada di tiga besar soal urusan jumlah pressing di sepertiga akhir area lawan. Sejauh ini, Liverpool sudah mencatatkan 240 pressing, sedangkan City mencatat 231 di area yang sama.
Selain itu, Liverpool juga berhasil mencatatkan 10 tembakan setelah mereka dapat bola dari situasi pressing. Jumlah ini terbanyak kedua di liga. Sementara City, berhasil melepaskan total tujuh tembakan setelah pressing mereka berhasil.
Dari angka-angka itu, bisa dilihat seberapa buasnya Liverpool dan City dalam menerapkan pressing. Kita juga tahu bahwa untuk City, kemenangan mereka atas Chelsea akhir pekan lalu juga adalah buah dari intensitas pressing yang tinggi. Sementara Liverpool sudah dikenal lama punya kekuatan ini.
Lantas, jadi menarik melihat pertemuan kedua tim ini. Saat intensnya pressing mereka berdua beradu, siapa yang akan bisa memenangkan laga?
Well, Liverpool dan City sebenarnya punya gaya pressing yang hampir mirip. Kedua tim akan langsung menekan setiap opsi umpan saat lawan sedang melakukan build-up--bahkan ketika bola masih berada di kaki kiper.
Bek tengah yang biasanya jadi opsi umpan utama dari kiper pasti akan dikunci pemain depan. Pun begitu dengan holding midfielder lawan, sudah pasti akan mendapat tekanan yang sama. Pada laga vs Chelsea lalu, misalnya, City fokus mematikan Jorginho yang merupakan konduktor serangan tim.
Hal tersebut dilakukan supaya mereka bisa mendapatkan bola kembali secepat mungkin. Itu dilakukan via merebut bola dengan melakukan aksi defensif atau membiarkan lawan melepaskan umpan lambung langsung ke depan. Kebetulan kedua tim sama-sama lihai soal memenangi second ball.
Pada laga nanti, para holding midfielder, Fabinho di Liverpool dan Rodri/Fernandinho di City, pasti akan mendapatkan tekanan saat kedua tim melakukan build-up. Dengan itu, kunci pertandingan lantas bergantung kepada siapa yang bisa lolos dari tekanan lawan dengan baik.
Nah, soal meloloskan diri dari serangan lawan ini, Liverpool dan City punya cara berbeda. Liverpool lebih suka mem-by-pass build-up dengan melepaskan umpan lambung langsung ke lini depan. Bukan kebetulan pula kalau sejauh ini The Reds merupakan tim dengan catatan umpan lambung sukses terbanyak (470) di Premier League.
Adalah Van Dijk yang biasanya jadi aktor untuk soal ini. Ia rerata melepaskan 9,67 umpan lambung sukses per 90 menit. Tak cuma diagonal, umpan lambung yang ia lepaskan juga acap mengarah lurus ke area kiri, area di mana Sadio Mane berada. Tengok saja peta umpannya yang dihimpun Twenty3 ini.
Jika umpan panjang itu berhasil sampai di kaki pemain depan, Liverpool akan berada di situasi yang menguntungkan. Ini karena pemain depan mereka tinggal berhadapan dengan empat pemain belakang City. Dan ruang di belakang empat pemain itu juga kosong.
Pekan lalu, Liverpool mendapat gol dari skema seperti ini saat menghadapi Brentford. Saat itu, yang melepas umpan adalah Fabinho. Memang ia sudah berada di area tengah lapangan, tapi gol itu menunjukkan bahwa Liverpool memang punya kapabilitas untuk menyerang ruang di belakang pemain bertahan lawan.
Untuk City, cara yang acap mereka lakukan untuk lolos dari tekanan lawan adalah dengan memperbanyak opsi umpan. Mereka akan melakukan overload di area-area yang akan dijadikan jalur serangan. Dari situ, aliran bola diharapkan tetap lancar.
Selain itu, City juga pandai melakukan switch-play cepat. Bola bisa berpindah dari kiri ke kanan, atau sebaliknya, dengan cepat. Terlebih, catatan akurasi umpan pendek (kurang dari 13 meter) dan medium (13-27 meter) City adalah yang terbaik di Premier League.
Aliran serangan City sendiri lebih banyak bertumpu di sebelah kiri, tempat Jack Grealish dan, biasanya, Joao Cancelo berada. Kebetulan pula, dua sosok itu merupakan pemain City dengan jumlah sentuhan terbanyak di sepertiga akhir area lawan. Grealish dengan total 244 sentuhan, Cancelo dengan 188.
City bisa kembali memaksimalkan mereka karena kebetulan, full-back kanan Liverpool, Trent Alexander-Arnold, akan absen karena cedera. Grealish dan Cancelo akan berhadapan dengan James Milner. Oke, Milner memang sedang punya performa luar biasa. Namun, ia belum pernah mendapati musuh seintimidatif Grealish & Cancelo.
Jika ternyata kinerja Milner luar biasa di laga tersebut dan ia, juga Jordan Henderson, bisa menetralisir serangan dari sisi kiri City, Liverpool bisa berharap untuk mengakhiri laga dengan tak kebobolan sama sekali. Sebab, itulah yang dilakukan Paris Saint-Germain saat mengalahkan City tengah pekan lalu.
Selain itu, laga tersebut juga membuktikan bahwa City masih rentan menghadapi serangan balik, terutama yang cepat dan terstruktur dengan baik. Silakan putar ulang gol Lionel Messi di babak kedua untuk melihatnya. Liverpool jelas punya kapasitas untuk melakukan itu.
Sadio Mane, Mohamed Salah, dan Diogo Jota atau Roberto Firmino amat bisa diandalkan untuk urusan ini. Pun Liverpool bisa memanfaatkan Curtis Jones yang bisa melancarkan progresivitas cepat dari lini kedua. Opsi untuk menghukum City via serangan balik amat terbuka.
Namun, City juga punya opsi serangan alternatif, yakni via Gabriel Jesus. Sejak ditempatkan sebagai pemain sayap kanan, Jesus mencatatkan rerata 0,71 angka harapan peluang (xG) plus harapan assist (xA) per 90 menit. Artinya, ia bisa mendapatkan dan menciptakan peluang berkualitas dengan sama baik.
Mengingat area kiri Liverpool jadi tempat tiga gol Brentford bermula pada akhir pekan lalu, bukan tak mungkin City bisa mengulangi hal yang sama di laga nanti. Sekarang tinggal bagaimana Andy Robertson dan gelandang kiri Liverpool tampil lebih defensif dan agresif dalam menjaga areanya.
Melihat kondisi kedua tim, laga nanti punya potensi berjalan dengan alot, terutama jika kedua tim tak mampu lepas dari pressing lawan melalui cara-cara yang tertulis di atas. Kalau sudah begitu, laga kedua tim biasanya akan ditentukan lewat kesalahan-kesalahan individu atau bola mati seperti sepakan penalti.
Sebab, inilah duel timnya Juergen Klopp vs timnya Pep Guardiola. Duel timnya dua pelatih idealis yang punya sistem matang dan sulit ditaklukkan lawan. Kebetulan kedua pelatih juga saling melemparkan pujian sebelum laga ini berlangsung.
Mungkin, itu karena mereka tau bahwa sulit menemukan siapa yang lebih baik saat sistem yang mereka terapkan berjalan dengan lancar di lapangan.