Raphael Varane: Jack of All Trades yang Man United Butuhkan

Foto: Instagram @raphaelvarane.

Raphael Varane memandang, seorang bek tengah modern harus berkemampuan komplet. Lantas, ia memodeli dirinya sendiri untuk menjadi seorang bek tengah yang ideal di matanya.

Apa yang bisa kamu tawarkan kepada orang yang sudah memiliki segala-galanya?

Raphael Varane mulanya cuma memiliki awal yang sederhana. Sepak bola yang ia kenal sekarang dulunya hanya permainan di halaman belakang dengan ayahnya, Gaston, sebagai lawan sekaligus gurunya.

Gaston adalah imigran asal Martinique. Yang ia wariskan kepada sang anak lebih dari sekadar darah, tetapi juga pengalaman. Mula-mula, ia mengajarkan rugby—olahraga yang ia sukai—sebelum perlahan-lahan menuntun Varane kecil untuk mengolah bola.

Dari Gaston, Varane memahami bahwa sebelum bola yang ia bawa dengan kakinya dipergunakan sebagai senjata, ia terlebih dulu harus bisa melindunginya. Teknik-teknik dasar yang Gaston ajarkan kepada Varane pertama-tama adalah bagaimana supaya si kulit bulat bisa ia pertahankan sebaik-baiknya.

Dari situ, Varane belajar bagaimana caranya menjadi seorang bek yang komplet. Tubuhnya memang tinggi besar, tetapi sulit untuk membanding-bandingkan Varane dengan karang-karang yang ogah basa-basi seperti Nemanja Vidic dan Jaap Stam.

Varane bukanlah arketipe bek tengah no-nonsense yang acap bermain lugas dengan mengedepankan duel fisik. Namun, bukan berarti ia juga menepikan kekuatan fisik untuk mempertahankan wilayah kawalannya.

Pada suatu hari di 2019, ia duduk dan berbincang dengan Tom Williams dari Bleacher Report. Perbincangan mereka meliputi beberapa hal, mulai dari keluhan Varane akan waktu tidurnya yang kurang karena anaknya, Ruben, kerap terjaga hingga dini hari sampai form-nya pada tahun itu.

Namun, yang paling menarik adalah ketika Varane berbicara soal masa depan pos bek tengah. Menurut Varane, berbicara soal bek tengah tak lagi berbicara soal aspek defensif semata. Baginya, seorang bek tengah mestilah salah satu orang dengan kemampuan paling komplet di lapangan.

Ia tak lagi bicara soal tekel atau mengawal pemain depan belaka, ia bertutur soal bagaimana seorang bek tengah semestinya menjadi sebuah pusat. Ia tak hanya menjadi tulang punggung timnya, tetapi juga urat nadi sekaligus.

Seorang bek tengah modern, menurut penjelasan Varane, semestinya adalah seorang jack of all trades; ia yang serba-bisa dan menguasai bermacam-macam kecakapan.

“Suatu ketika, (pembicaraan tentang) bek tengah cuma soal siapa libero dan siapa stopper. Kini, seorang bek tengah harus lebih komplet.”—Raphael Varane

Varane menggambarkan dirinya sebagai seorang bek tengah kontemporer. Ia tak hanya berbadan tinggi dan kokoh serta bisa berduel fisik, tetapi juga jeli membaca arah permainan dan juga piawai ketika timnya mengharuskannya jadi pangkal bangunan serangan.

Ia lantas menyebut Virgil van Dijk sebagai salah satu contoh bek tengah modern yang komplet. Di Liverpool, Van Dijk melakukan semuanya: Kerja-kerja defensif, melepas umpan panjang dari belakang untuk memulai serangan, hingga memberi komando kepada rekan-rekannya.

Keduanya sama-sama tak cuma mengandalkan tinggi badan dan tubuh kokoh, tetapi juga composure (ketenangan). Jika bek tengah kokoh selalu diibaratkan sebagai karang, bek-bek model Varane dan Van Dijk lebih mirip sistem pertahanan canggih yang tak sekadar memiliki radar, melainkan juga rudal siap tembak.

Bukan kebetulan juga, calon partner Varane di Manchester United kelak, Harry Maguire, punya kemampuan relatif komplet. Maguire, kendatipun cukup senang berduel, adalah bek tengah yang piawai melakukan dribel atau mendistribusikan bola secara langsung ke depan.

Dengan dua kemampuan tersebut, Maguire tak hanya berguna untuk aspek-aspek defensif, tetapi juga ofensif. Ia bisa dipergunakan timnya untuk breaking the lines (mendobrak lini). Lewat kemampuannya ini, Maguire menjadi salah satu penampil terbaik di Euro 2020—ia bahkan masuk ke dalam team of the tournament karenanya.

Melihat kompletnya Varane, dan juga Maguire yang jauh dari label bek tengah kuno, United mendapatkan pasangan palang pintu yang menarik. Keduanya tidak berlaku seperti pasangan bek tengah ortodoks yang lebih mirip good cop dan bad cop: Yang satu biasanya menggunakan otak, yang lainnya mengandalkan fisik.

Baik Varane maupun Maguire adalah bek yang gemar melepaskan progressive passes alias operan progresif. Operan ini dimaksudkan untuk melakukan progresi serangan, supaya bola bisa sesegera mungkin mendekati gawang lawan.

Per catatan Fbref, Varane rata-rata melepaskan 2,51 progressive passes per 90 menit pada La Liga 2020/21. Tak hanya itu, ia juga piawai melepaskan operan ke sepertiga akhir lapangan (passes into final third) dengan torehan rata-rata 3,46 per 90 menit.

Statistik operan Varane selama di Real Madrid pada La Liga 2020/21. Sumber: Fbref.

Maguire tidak jauh berbeda. Hanya saja, bek internasional Inggris ini jauh lebih banyak melepaskan operan ke sepertiga akhir lapangan ketimbang Varane. Maguire rata-rata melepaskan 3,07 progressive passes per 90 menit dan 5,73 operan ke sepertiga akhir lapangan per 90 menit.

Statistik operan Maguire bersama United pada Premier League 2020/21. Sumber: Fbref.

Yang menarik, Varane justru memiliki persentase kesuksesan dribel yang lebih baik ketimbang Maguire. Di La Liga, sepanjang musim 2020/21, Varane rata-rata melakukan percobaan dribel sebanyak 0,32 kali per 90 menit dengan rata-rata 0,20 sukses. Persentase keberhasilannya mencapai 61,5%.

Maguire, sementara itu, rata-rata melakukan percobaan dribel sebanyak 0,38 kali dengan rata-rata 0,18 sukses. Persentase keberhasilannya hanya 46,2%.

Bagi United, yang memang bermain dengan pola direct, memiliki dua bek tengah yang piawai melepaskan operan langsung ke depan adalah sebuah kecocokan. Bahkan, bek tengah lainnya, Victor Lindeloef, juga cakap pada atribut yang serupa. Persoalannya, Lindeloef acap kerepotan ketika harus berduel fisik, berbeda dengan Maguire dan Varane.

Andai berhadapan dengan lawan yang bermain amat rapat, baik Varane maupun Maguire bisa diandalkan untuk melepaskan operan panjang (long ball). Untuk urusan ini, Varane lebih unggul. Musim kemarin, persentase keberhasilannya melepaskan operan panjang mencapai 82,6%. Sedangkan Maguire hanya 79,1%.

Namun, untuk urusan operan pendek ataupun operan medium, baik Varane maupun Maguire sama-sama menorehkan persentase keberhasilan di atas 90%. Maka, perkara tentang bek tengah yang nyaman menguasai bola sampai di sini sudah selesai.

Jangan heran juga apabila garis pertahanan United bakal sedikit lebih naik ketika Varane dan Maguire berpasangan. Kebetulan, menurut laporan ESPNFC, sang pelatih, Ole Gunnar Solskjaer, memang berniat untuk memainkan taktik yang lebih ofensif pada musim 2021/22.

Per catatan Markrstats, garis pertahanan United merupakan yang kelima tertinggi di Premier League sepanjang 2020/21. Mereka hanya kalah dari Manchester City, Liverpool, Chelsea, dan Brighton & Hove Albion.

Grafis seberapa tinggi rata-rata garis pertahanan klub-klub Premier League pada 2020/21. Sumber: Twitter @markrstats.

Rata-rata garis pertahanan United, jika diukur, berjarak 39,2 meter dari gawang sendiri. Bandingkan dengan City yang memiliki jarak rata-rata 43,2 meter dari gawang sendiri. United mencapai catatan tersebut dengan memainkan Maguire dan Lindeloef sebagai pasangan bek tengah pada mayoritas pertandingan di Premier League.

Maguire rata-rata menyentuh bola sebanyak 36,6 kali per 90 menit di area middle third, sedangkan Lindeloef 33,53 kali per 90 menit di area yang sama. Varane? 37,02 kali per 90 menit selama berlaga di La Liga musim kemarin.

Asalkan memiliki seorang gelandang bertahan yang piawai dalam mengemban role sebagai holding midfielder, memiliki duet bek tengah yang cukup rajin naik hingga ke tengah lapangan semestinya bukanlah sebuah problem.

***

Varane datang sebagai orang yang tidak perlu lagi membuktikan apa-apa. Ketika kita berbicara bahwa dia adalah sosok yang komplet dan sudah memiliki segala-galanya, kita tidak sedang berbicara soal kemampuannya saja, tetapi juga pencapaian yang pernah ia dapatkan.

Koleksi trofi Varane lengkap. Trofi juara liga, ia punya tiga; trofi Liga Champions, ia mengoleksi empat; trofi domestik lainnya di Spanyol, ia sudah mendapatkan empat. Ini belum ditambah dengan trofi-trofi Piala Super UEFA, Piala Dunia Antarklub, dan—yang paling besar—Piala Dunia.

Varane memang tidak akan jadi pemain pertama yang pernah memenangi Piala Dunia di skuad United saat ini. Sudah ada Juan Mata dan Paul Pogba yang juga pernah mengangkat trofi itu. Namun, ingat ini: Gelar juara Liga Champions Varane bahkan lebih banyak ketimbang United sebagai sebuah klub.

Jadi, apa yang bisa United berikan untuk orang yang sudah memiliki segala-galanya? Tantangan, mungkin saja. Namun, mari kita anggap begini saja: Varane adalah raksasa lemah lembut yang tidak pernah merasa kenyang. Yang bisa United lakukan adalah mencari apa lagi yang bisa ia lahap.