Raphinha si Kutu Loncat

Foto: @LUFC

Raphinha memang baru 24 tahun, tetapi sudah pernah bermain di Portugal, Prancis, dan kini Inggris. Dengan penampilan yang terus menanjak, kesempatan pindah ke klub yang lebih besar terbuka lebar.

Carilah arti 'kutu loncat' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Anda akan menemukan tiga definisi berbeda.

Pertama: hama berwarna oranye kehijau-hijauan, berukuran kecil, dan hidup dengan cara mengisap cairan tanaman yang masih muda, terutama lamtoro gung.

Kedua: ki (kiasan, red) orang yang menggantungkan hidupnya dengan menumpang dari satu orang ke orang lain

Ketiga: ki (kiasan, red) orang yang berpindah-pindah pekerjaan.

Dengan ketiga definisi itu, stigma yang lekat dengan kata 'kutu loncat' kebanyakan buruk atau negatif. Definisi pertama menjelaskan bahwa kutu loncat (dalam hal ini binatang) merupakan hama. Hama tentu saja buruk. Definisi kedua menyebut kata 'kutu loncat' sebagai sebutan buat orang yang hidupnya cuma numpang kepada banyak orang. Ini juga negatif.

Nah, definisi ketiga ini yang sebenarnya bisa diperdebatkan. Sebagian orang mungkin merasa bahwa sering pindah pekerjaan itu adalah sebuah hal yang tak bagus. Orang yang melakukannya acap dicap tak loyal, tak setia, tak teguh pada pendirian, dsb. Apa iya?

Saya pribadi, sih, tak setuju. Bukan karena saya juga melakukan itu dan bisa dapat cap demikian pula, tetapi karena rasanya itu bukan hal yang buruk. Bagaimana jika dia pindah demi mengembangkan diri untuk tujuan yang lebih baik lagi? Bagaimana jika dia pindah demi eskalasi karier yang bisa membuat keluarganya hidup lebih layak? Bagaimana jika dia pindah demi mewujudkan cita-cita?

Tak ada yang negatif dari itu semua. Rasanya, tak hanya saya yang setuju akan hal itu. Pria bernama lengkap Raphael Dias Belloli juga begitu.

***

Raphael Dias Belloli, atau yang akrab kita kenal dengan Raphinha, baru berusia 24 tahun. Namun, jika menengok CV-nya Anda bisa menemukan ada empat klub berbeda. Dan asal tahu saja, pria berpaspor Brasil itu baru mulai bertanding sebagai pemain senior pada 2016. Lima tahun lalu.

Karier Raphinha tumbuh dari satu klub ke klub lainnya. Laiknya kutu loncat, dia gemar berpindah-pindah tempat. Semua bermula saat dia bermain bersama Avai di kompetisi Copa Sao Paolo, salah satu kompetisi usia dini paling beken di Brasil. Turnamen itu adalah tempat para pencari bakat berkumpul untuk coba menemukan talenta-talenta baru Brasil.

Di antara banyak pencari bakat itu, muncul satu nama tenar. Dia adalah Deco de Souza, legenda FC Porto dan Barcelona. Deco saat itu baru saja punya agensi pencari bakat bernama D20 Sports. Di Brasil itu, dia mencari pemain muda untuk ditawarkan kepada klub-klub Eropa, terutama Portugal.

Raphinha merupakan salah satu pemain yang membuat Deco kepincut. Sang pemuda memang bermain gemilang sepanjang turnamen dan membuat para pencari bakat tak bisa memalingkan pandangan darinya. Tawaran untuk pindah ke Eropa pun datang selepas turnamen.

Raphinha diinformasikan bahwa ada klub Portugal bernama Vitoria Guimaraes yang mau merekrutnya. Awalnya Raphinha ragu. Akan tetapi, kondisi keuangan buruk yang sedang menimpa klubnya, Avai, membuat dia tak punya banyak pilihan. Dia menerima tawaran itu dan perjalanannya di Eropa pun dimulai.

Foto: Vitoria Guimaraes

Di Portugal, Raphinha awalnya ditempatkan di tim B-nya Vitoria Guimaraes. Enam bulan bermain di sana, dia langsung bisa mencuri perhatian. Pelatihnya kala itu, Vitor Campelos, menyebutnya langsung bermain brilian sejak awal. Dia merupakan salah satu yang paling menonjol dalam tim. Karenanya, tak mengherankan jika dia cuma berada enam bulan di tim B.

Pada musim 2016/17, Raphinha sudah menembus tim senior Vitoria Guimaraes. Bahkan dia sudah jadi andalan tim. Pada musim pertamanya, dia mampu menciptakan empat gol dan enam assist dari total 32 penampilan di Liga NOS. Semusim berselang, dia masih bertahan dan penampilannya terus meroket.

Pada musim 2017/18 itu, Raphinha mampu menciptakan 15 gol dan 5 assist dalam 32 penampilan. Talentanya diperbincangkan seantero Portugal. Apalagi di musim itu dia juga sudah mencicipi kompetisi antarklub Eropa karena Vitoria main di Liga Europa. Tak heran jika pada musim panas 2018, dia diboyong oleh klub raksasa Portugal, Sporting CP.

Di Sporting, dia bermain dengan rekan-rekan yang lebih tenar dan berpengalaman. Sebut saja salah satunya adalah Bruno Fernandes, andalan Manchester United sekarang. Kendati bermain di antara para bintang (untuk ukuran Liga NOS) tentu, Raphinha tetap berkilau. Pria kelahiran Porto Alegre itu mampu memberikan kontribusi lima gol dan lima assist di seluruh kompetisi.

Nah, kebiasaan Raphinha pindah klub mulai terlihat di sini karena dia cuma semusim berada di Sporting. Pada musim panas 2019, dia menerima tawaran klub Prancis, Rennes. Kala itu Rennes menebus Raphinha dari Sporting dengan banderol 21 juta euro. Nilai itu menjadikannya sebagai pemain termahal sepanjang sejarah klub.

Di liga yang benar-benar baru, Raphinha tak kehilangan pendarnya. Dia sukses jadi salah satu kunci keberhasilan Rennes finis di posisi tiga Ligue 1 pada musim 2019/20. Raphinha mencatatkan tujuh gol dan lima assist di semua kompetisi. Permainannya juga makin matang. Dia mulai tahu kapan harus melakukan dribel untuk melewati lawan dan kapan harus melepaskan umpan. Aksi individunya tak berlebihan.

Sebagai pemain andalan, Raphinha jelas ingin dipertahankan klub. Terlebih Rennes akan main di Liga Champions pada musim 2020/21 ini. Namun, tawaran dari Leeds United membuat keyakinan Raphinha goyah. Pelatih dan rekan-rekannya berusaha sekuat tenaga meyakinkan. Namun, mimpi Raphinha terlalu besar untuk ditunda.

Sejak kecil dia punya mimpi untuk bisa bermain di Premier League dan saat itu mimpi sudah ada di depan mata. Di deadline day, dia memutuskan bergabung bersama Leeds United. Raphinha menyingkirkan kesempatan bermain di Liga Champions, kompetisi yang jadi mimpi banyak pesepak bola.

Klub asuhan Marcelo Bielsa itu, uniknya, menebus Raphinha dengan harga 20 juta euro saja (meski terdapat klausul bonus) atau satu juta euro lebih murah dari harga Rennes membelinya dari Sporting. Kini mimpi Raphinha sudah terwujud. Di klub baru ini, pendar 'si kutu loncat' juga tetap berkilau.

Hingga pekan ke-25 Premier League, dia mampu mencatatkan empat gol dan lima assist. Di Leeds, dia juga muncul sebagai sumber kreativitas tim. Sejauh ini Raphinha punya catatan 2,3 umpan kunci per 90 menit dan 5,29 expected assist (xA). Dua catatan itu adalah yang terbaik di kubu Leeds.

Di Premier League, catatan umpan kunci Raphinha itu adalah yang terbaik kelima di antara pemain sayap atau gelandang serang yang ada di Premier League. Catatan dia lebih baik dari nama-nama seperti Riyad Mahrez, Ross Barkley, Bukayo Saka, atau bahkan Sadio Mane.

Selain itu, Raphinha cuma kehilangan bola 1,4 kali per 90 menit musim ini. Dibanding pemain-pemain sayap yang juga eksplosif seperti Marcus Rashford, Jack Grealish, Richarlison, Adama Traore, hingga Raheem Sterling, catatan Raphinha adalah yang terbaik. Dia memang dari Brasil, tapi tak lebay dalam mempertontonkan olah bola.

Terlebih Raphinha juga bermain di bawah arahan Bielsa yang terkenal begitu sistemis. Semua harus efektif dan sesuai takarannya. Itu pula yang kemudian membuat penempatan posisi dan pengambilan keputusan dalam dirinya menjadi semakin baik.  Selain itu, dia pandai menemukan ruang kosong buat rekan-rekannya.

Foto: Youtube Leeds

Dalam laga vs Arsenal 14 Februari lalu, misalnya. Selain mencatatkan assist lewat sepak pojok, Raphinha juga mampu menjadi awal keberhasilan Leeds menciptakan gol kedua yang dicetak Helder Costa. Kala itu dengan cerdik Raphinha melepaskan umpan yang membuat Tyler Roberts mampu mencatat assist.

***

Tabiat 'kutu loncat' dalam diri Raphinha tampaknya akan terbukti lagi musim panas nanti. Kemungkinan besar dia akan pindah klub lagi. Kabar menyebut bahwa pria 24 tahun itu tengah diincar klub-klub besar Eropa, dengan dua yang paling getol adalah Liverpool dan Manchester United.

Dengan kemampuan yang sudah teruji dalam bermain di tim yang gemar melakukan pressing, Raphinha adalah dambaan bagi klub-klub seperti Liverpool dan United. Belum lagi dia juga punya catatan 0,9 tembakan dari luar kotak penalti per 90 menit. Kalau dikomparasikan dengan para penggawa Liverpool, catatan Raphinha lebih oke ketimbang yang dibuat Mohamed Salah dan Sadio Mane.

Belum lagi dengan catatan 1,8 tembakan per 90 menit di dalam kotak penalti. Kalau mau dibandingkan dengan para pemain Manchester United, angka itu lebih baik daripada yang diukir Bruno Fernandes dan Marcus Rashford. Dengan expected goal contribution (xGC) per 90 menit menyentuh angka 0,51, Raphinha memang layak jadi pemain idaman.

Raphinha mungkin punya mimpi masa kecil untuk bisa bermain di klub sebesar Liverpool atau United. Jika kelak dia pindah klub lagi untuk mewujudkan mimpinya, itu semua tak salah 'kan?