Reece James: To Infinity... And Beyond!

Foto: @reecejames_24.

Reece James tampil gemilang dan melewati batas-batas yang biasa dilakukan seorang bek sayap biasa. Musim ini, ia jadi pencetak gol terbanyak Chelsea.

Silakan buka statistik pencetak gol Chelsea di Premier League musim ini melalui situs apa saja. Jika merasa terkejut, itu wajar belaka sebab dia adalah pemain yang posisinya relatif jauh dari mulut gawang. Namanya Reece James, seorang bek sayap kanan.

Dari tujuh laga Premier League yang sudah ia jalani bersama Chelsea, James mampu mencetak empat gol, unggul satu gol dari Romelu Lukaku dan dua gol dari Timo Werner yang notabene penyerang. Catatannya makin terlihat gemilang jika ditambah dengan assist-nya yang kini berjumlah tiga.

Walau begitu, sang ayah yang bernama Nigel James sama sekali tak terkejut mengingat apa yang sudah anaknya lakukan. Nigel berkisah bahwa sejak bocah, Reece James terbiasa memaksakan diri untuk melampaui apa yang sudah ada pada dirinya sendiri. Nigel-lah yang memicu semuanya.

Hampir setiap hari di kebun belakang rumah mereka, Nigel kerap memberikan sejumlah tantangan. Jika dilakukan dengan baik, ia akan menghadiahkan sejumlah poundsterling kepada anaknya. Hadiah itu akan terus berlipat tiap kali James berhasil melewatinya.

“Jika kamu tidak tahu standar yang harus kamu tetapkan sendiri, tidak mungkin mereka akan meningkat. Pada akhirnya mereka mampu memaksakan diri untuk menjadi pemain yang jauh lebih baik lagi,” kenang Nigel, dilansir The Guardian.

“Saya melakukannya sebagai sebuah pekerjaan. Sementara itu, mereka datang ke tempat pelatihan dengan saya sehingga situasinya kurang lebih bakal seperti: ‘Jika kamu ingin menjadi ahli di bidang ini, inilah yang harus kamu lakukan,’” kata Nigel lagi.

Nigel menggunakan ‘mereka’ karena memang bukan cuma Reece James. Dua anaknya yang lain, Joshua dan Lauren, juga belajar banyak dari dirinya. Joshua pernah bermain untuk Fulham dan Reading, sedangkan Lauren yang sama spesialnya dengan James adalah penggawa tim wanita Chelsea.

Pada pengujung 2020, baik James maupun Lauren sama-sama mendapat panggilan Timnas Inggris. Kondisi itu membuat mereka menjadi saudara laki-laki dan perempuan sedarah pertama yang memperkuat tim Tiga Singa — meski Lauren butuh waktu lebih lama untuk menjalani debut.

Bagi Nigel, sementara itu, tak ada hal lain kecuali perasaan senang bukan kepalang atas kondisi tersebut. Nigel sendiri dulunya juga seorang pesepakbola yang pernah bermain untuk Southampton. Cedera parah akibat kecelakaan sepeda motor sayangnya memaksa dia pensiun dini.

Bukannya menyerah, Nigel justru terus menempuh jalan sepak bola meski sebagai pembina pemain muda. Program pelatihan Nigel James Elite pun berdiri. Sembari menjalankan program tersebut, Nigel senantiasa mendorong anak-anaknya untuk terus melampaui batas masing-masing.

Bukan kebetulan jika Lauren sering berlatih bersama tim laki-laki. James tak berbeda. Ia kerap bermain bersama kawan-kawan kakaknya yang jelas lebih tua. Catatan musim ini, terutama jumlah golnya yang sungguh tak biasa untuk seorang bek sayap, jadi bukti lain bahwa ia ingin selalu melampaui diri.

Tak berlebihan jika selalu pujian yang keluar dari mulut para pelatih yang pernah bekerja bersamanya, termasuk Thomas Tuchel selaku juru taktik Chelsea pada musim ini. Lebih jauh, Tuchel jugalah yang membuat kemampuan James makin termaksimalkan.

“Dia memberi saya banyak nasihat kepelatihan, tentang situasi permainan, juga soal bagaimana dan di mana saya bisa meningkatkan kualitas. Pada beberapa kesempatan, saya diperlihatkan cuplikan pertandingan dan juga berkonsultasi secara langsung,” kata James suatu kali.

Di Chelsea, eks pelatih Borussia Dortmund itu kerap menerapkan skema dasar tiga bek dengan berbagai macam turunan. Mulai dari 3–4–2–1 hingga 3–4–1–2. Sebagaimana banyak formasi tiga bek lain, dua wing-back memegang peranan yang teramat penting.

Ini bukan cuma soal menjaga kelebaran. Menurut Tuchel, wing-back dalam skema bermainnya punya peran penting dalam aspek ofensif. Pertama, guna mengisi ruang yang ditinggalkan dua winger yang bergerak menuju half-space. Kedua, untuk menciptakan situasi overload di lini serang.

Gamblangnya, makin banyak pemain di area pertahanan lawan, makin banyak momen bahaya yang bisa mereka ciptakan. Namun, sekali lagi, ini bukan hanya soal menjaga kelebaran. Pasalnya, pergerakan mereka tak terbatas di tepi saja, tetapi juga turut aktif mengisi kotak penalti.

Simak saja statistik sentuhan para bek sayap Chelsea musim ini. Menyitat Fbref, Reece James tercatat sebagai pemain Chelsea dengan sentuhan terbanyak keempat di kotak penalti, yakni 28 kali. Ben Chilwell selaku bek sayap kiri, sementara itu, ada di urutan keenam dengan 25 sentuhan.

Keberadaan mereka makin menonjol jika melihat statistik sentuhan di final third. James ada di urutan pertama dengan 200 sentuhan. Tepat setelah namanya ada Chilwell yang punya 180 sentuhan. Bahkan bek sayap kiri lainnya, Marcos Alonso, ada di urutan kelima dengan 160 sentuhan.

Kondisi tersebut membuktikan bahwa syarat utama sistem wing-back yang Tuchel inginkan sudah berjalan sebagaimana mestinya. Siapapun bek sayap yang diturunkan, mereka sudah mampu untuk setidaknya banyak beroperasi dan menyentuh bola di kotak penalti.

“Saya tidak akan menyebut mereka bek. Tentu mereka harus bertahan di beberapa momen, tetapi mereka lebih bebas menyerang dan memiliki cara yang lebih pendek ke kotak lawan daripada sebagai full-back. Kami membawa mereka ke kotak penalti untuk meningkatkan ancaman gol,” jelas Tuchel.

Di sisi lain, cairnya pergerakan para pemain depan Chelsea juga jadi alasan mengapa angka-angka itu bisa muncul. Karena Mason Mount kerap bergerak dari lini kedua, misalnya, James maupun Chilwell jadi memiliki ruang untuk mereka maksimalkan di kotak penalti.

Masuk akal jika sejak Kai Havertz rutin diturunkan sebagai penyerang tengah, jumlah gol yang berasal dari bek sayap Chelsea makin meningkat. Pasalnya, Havertz yang memang bukan penyerang murni berperan sebagai false nine dan kerap bergerak ke berbagai isi untuk membuka ruang.

Salah satu contohnya adalah pertandingan kontra Newcastle United yang berujung kemenangan 3–0. Heatmap pertandingan itu menunjukkan Havertz tak begitu sering berada di kotak penalti. James dan Chilwell lantas memanfaatkannya untuk sering merangsek ke depan.

Pada akhirnya, James mencetak dua gol, bahkan bisa saja menjadi hattrick jika Jorginho mengizinkannya mengambil penalti. Total sudah empat gol yang ia bikin di Premier League, sebuah berkah bagi Chelsea yang musim ini masih bermasalah dengan ketajaman para penyerang mereka.

“Kami mengancam di tiang pertama dengan Kai, di tengah dengan Ross [Barkley], dan di tiang kedua dengan Ruben [Loftus-Cheek]. Dengan begini kami bisa mencetak gol di tiang jauh. Inilah mengapa striker kami berkorban demi menciptakan ruang dan peluang bagi pemain lain,” tutur Tuchel.

Pendekatan demikian mirip dengan yang Julian Nagelsmann lakukan di RB Leipzig. Pasca ditinggal Timo Werner, ia tak punya penyerang tajam. Nagelsmann lantas menugaskan Yussuf Poulsen sebagai pembuka ruang sembari memaksimalkan peran bek sayap Angelino untuk mencetak gol.

Walau begitu, hal tersebut tak bakal berjalan lancar jika para pemain yang menjalankannya tak punya kemampuan mumpuni, terutama Reece James yang amat menonjol musim ini. Empat gol yang dibukukan, misalnya, jadi bukti bahwa ia punya penyelesaian akhir dengan kualitas tinggi.

Untuk menggambarkan kemampuan anak asuhanya itu, Tuchel sampai berkata, “Reece tidak perlu latihan menembak, ia menembak bagai kuda!” Atau silakan tengok kembali dua golnya ke gawang Newcastle untuk melihat betapa bagusnya teknik penyelesaian akhir James.


“Penyelesaian akhirnya fantastis — melawan Arsenal, melawan Norwich City, melawan Newcastle United. Dengan Chilly (Chilwell), dia berusaha untuk mengambil sedikit lebih banyak risiko. Dia merasa sedikit lebih bebas untuk berada di area ofensif,” puji Tuchel.

Barangkali itu termasuk salah satu kemampuannya yang masih tersisa saat masih menjadi penyerang bertahun-tahun lalu. “Ketika masih muda, posisi saya bukanlah bek sayap kanan. Dulunya saya adalah seorang striker,” kenang pemain berusia 21 tahun tersebut.

Yang perlu dicatat, seorang bek pada dasarnya memiliki peran utama sebagai pemutus serangan lawan. James sama sekali tak buruk pada aspek ini. Ia mencatatkan rata-rata 1 tekel sukses, 0,3 intersep, dan 0,5 clearance per laga. Meski begitu, memang ada beberapa titik yang masih jadi kekurangan.

Salah satunya, yang juga pernah dikritik eks pemain Liverpool dan Tottenham Hostpur, Jamie Redknapp, adalah soal transisi dari menyerang ke bertahan. Pada momen seperti itu, beberapa kali James telat mundur untuk mengantisipasi pergerakan pemain yang berujung peluang bagi lawan.

Hal tersebut jadi salah satu aspek yang mesti James benahi ke depannya. Mengingat masa kecilnya yang terbiasa melakukan segala sesuatu sembari melampaui batas-batas kemampuannya sendiri, mestinya hal tersebut bukanlah perkara rumit.

To infinity and beyond. Menuju tak terbatas dan melampauinya.