Revolusi Mental Antonio Conte

Foto: @SpursOfficial

Tolok ukur sukses pelatih Tottenham sekarang ini adalah keberhasilan melucuti candu atas Harry Kane. Itu dulu. Setelah beres, silakan kembali berekspektasi mendapatkan trofi.

Antonio Conte tak pernah membayangkan Stadion Ljudski Vrt bakal menjadi neraka pertamanya. Di kandang NS Mura itu Tottenham Hotspur tersungkur. Ironisnya lagi, Mura hanyalah klub asal Slovenia yang baru mencicipi tur Eropa pertamanya musim ini.

Segalanya sudah berantakan saat laga masih berumur 11 menit. Tottenham tertinggal sudah satu gol. Ryan Sessegnon juga dikartu merah di pertengahan babak pertama. Kemudian 18 menit selepas Tottenham menyamakan kedudukan, Mura malah mencetak gol keduanya. Keok sudah mereka. Sementara bagi Mura, itu menjadi kemenangan perdananya di Europa Conference League.

“Ini adalah hasil buruk. Sejujurnya, aku tak berharap ini akan terjadi,” kata Conte terbata-bata. Ia kemudian menambahkan poin yang lebih penting bahwa Tottenham masih butuh kesabaran untuk menaikkan levelnya di berbagai sektor. Mereka masih berada di bawah level klub-klub top. Conte bukan omong kosong. Perlahan ia mengakrabkan kembali Tottenham dengan kemenangan kendati itu membutuhkan pengorbanan ekstra dari segenap pemain.



Label pelatih killer sudah lama menancap di Conte. Giorgio Chiellini, dalam autobiografinya, menuliskan bahwa kekuatan terbesar Conte adalah "reset". Saat Conte mengambil alih sebuah tim, dia akan menjadikan tim itu seratus persen miliknya. Conte bakal membuat tim tersebut melakukan apa yang dia mau sampai ke detail terkecil. Siapapun yang tak menuruti perkataannya akan “dibunuh”. Pun Tiemoue Bakayoko, salah satu mantan pemain Conte di Chelsea. Bakayoko mengungkapkan bahwa terkadang dia harus berusaha lebih keras dalam latihan dibanding saat pertandingan.

Begitulah Conte. Dia menginginkan para pemainnya agar mampu bermain dengan intensitas tinggi. Itulah sebabnya dia menggantungkan potongan-potongan kertas berisi instruksi diet di sekitar tempat latihan. Dengan asupan makanan yang terjaga, kondisi para pemain juga bisa lebih prima. Suplemen Rhodiola Rosea salah satunya—yang menurut penelitian dapat mengurangi kelelahan fisik dan mental.

Revolusi SDM Conte ini berhasil mengangkat Tottenham dari kubangan. Sepuluh poin mereka caplok dari empat pertandingan. The Lilywhites pun naik empat setrip ke peringkat lima. Hanya berjarak 2 angka dari West Ham di posisi empat. Jangan lupa kalau Tottenham masih menyimpan satu pertandingan sisa.

Conte sukses membangun pertahanan yang kokoh dan ketajaman dalam satu paket. Rata-rata gol Totteham di tiga laga terakhir mencapai 2,3. Sebuah peningkatan signifikan bila dibanding dengan rezim Nuno Espirito Santo yang hanya 0,81 gol per laga. Sementara di dua pertandingan terbaru, Tottenham sukses mengukir clean sheet. Torehan itu menjadi yang pertama setelah 4 bulan terakhir.

Perbedaan paling kentara Conte dengan Nuno terletak pada cara pandang mereka terhadap penguasaan bola. Nuno menganggap bahwa semakin lama timnya menguasai bola, semakin besar pula kemungkinan untuk menciptakan lebih banyak serangan. Sementara Conte cenderung menyoroti kualitas para pemainnya saat menguasai bola. Peduli setan soal persentase.

Maklumat Conte itu tertuang jelas dalam tiga kemenangan beruntunnya di Premier League. Kendati menang, Tottenham justru memiliki persentase penguasaan bola yang lebih sedikit daripada lawan-lawannya (43% vs Leeds, 47% vs Brentford, dan 41% vs Norwich). Bila ditarik mundur, Conte juga melakukan hal serupa saat membawa Chelsea juara di musim 2016/17. Rata-rata penguasaan bola per laga The Blues musim itu hanya 54% atau peringkat keenam di Premier League.


Conte tak bisa dijauh-jauhkan dari formasi tiga beknya. Menyoal dia memfungsikan wing-back sebagai komponen penting dalam tim, baik itu dalam bertahan maupun menyerang. Sergio Reguilon menjadi proyeksi utamanya di musim ini.

Pada awal kedatangannya, Conte langsung menginstruksikan Reguilon untuk lebih aktif membantu striker dalam mencetak gol dan memberikan assist. Ajakan ini disambutnya dengan antusias. Reguilon sampai berkonsultasi dengan Achraf Hakimi, eks rekan setimnya di Madrid yang juga mantan pemain Conte semasa membesut Inter. Eks Sevilla itu juga menonton video permainan Chelsea dan Inter demi menyerap kemauan Conte.

Dari segi formasi, apa yang dilakukan Conte di Tottenham sebenarnya cukup identik dengan Chelsea. Ia mengadopsi formasi dasar 3-4-2-1 atau 3-4-3, bukan 3-5-2 yang intens ia pakai saat menukangi Inter. Perbedaan paling mendasar kedua format ini terletak pada keberadaan winger

Nah, intensitas Reguilon dalam melakukan overload lalu merembet kepada Son Heung-Min—yang mengisi pos winger kiri Tottenham. Dengan tambahan pemain di tepi sepertiga area lawan (overload), kans Son untuk berekspansi ke half space menjadi lebih tinggi.

Sebelas-dua belas dengan sinergi Marcos Alonso dan Eden Hazard lima tahun silam. Lagipula, secara karakteristik, Son memiliki tipikal permainan seperti Hazard. Ia sama bagusnya sebagai kreator dan penyelesai peluang. Itulah mengapa akhirnya Son berhasil menuntaskan paceklik golnya di empat laga Premier League. Tak tanggung-tanggung, sudah 2 gol dan satu assist dibuatnya dalam dua pertandingan terkahir.

Khusus Reguilon, tanya saja kepada para manajer FPL soal peningkatan potensinya pasca-kedatangan Conte. Sebelum mengalami cedera saat melawan Norwich, Reguilon mengemas rata-rata 8,6 poin per laga (hasil dari poin gol, assist, dan nirbobobol). Jumlah itu dua kali lipat dari rerata poinnya di era Nuno.

[Baca Juga: Jempol untuk Reguilon]

Bila kamu ingin melihat kualitas juru taktik, lihatlah dari plan B-nya. Mereka yang genius adalah pelatih yang mampu memiliki rencana cadangan yang tak kalah ampuhnya dengan plan awal. Conte sudah membuktikan itu bersama Tottenham di laga versus Norwich.

Reguilon mengalami cedera dan harus meninggalkan lapangan. Memang, Conte memasukkan Sessegnon sebagai gantinya. Namun, untuk peran ofensif, ia mengalokasikannya kepada Ben Davies yang mengisi pos bek tengah kiri. Ini bukan opsi spontan. Davies sudah digembleng Conte soal keterlibatannya dalam aksi serang. Davies sudah dipasang sebagai bek tengah kiri dalam mode 11 vs 11 di hari pertama latihan.

“Peran semua pemain sangat jelas sekarang. Latihan yang kami lakukan dalam seminggu membuatnya cukup mudah ketika tampil di pertandingan. Seluruh detail (peran) tercakup,” ucap Davies soal Conte dalam wawancaranya dengan The Athletic.

Hasilnya impresif. Davies menginisiasi dua gol Tottenham ke gawang Norwich. Pertama, lewat sundulan yang dia teruskan kepada Davinson Sanchez. Kedua, melalui umpan satu dua dengan Oliver Skipp yang kemudian diakhiri Son.


Moncernya Lucas Moura menjadi salah satu bukti kesuksesan Conte membenahi Tottenham. Kini winger Brasil itu tak lagi sekadar pemain pengganti, tetapi menjadi variasi serangan di kanan tepi. Conte memfungsikan betul spesialisasi Moura dalam melakukan dribel. Sebagaimana yang ditacatat Whoscored, mantan pemain Paris Saint-Germain itu mengemas rata-rata 3 dribel per laga. Torehan yang hanya bisa dikalahkan Adama Traore dan Allan Saint-Maximin.

Sedikit berbeda dengan Son yang didapuk sebagai goal getter, Conte menggunakan Moura untuk melakukan penetrasi. Ini juga yang membuat serangan sayap Tottenham menjadi lebih bervariasi. Ketika mereka kesulitan menembus sisi kiri pertahanan lawan, di situlah Moura memainkan perannya. Dengan kemampuan olah bolanya, ia melakukan cutting-inside demi membiaskan barisan bek lawan. Gol cantiknya ke gawang Norwich akhir pekan lalu menjadi sampelnya.

Well, sebenarnya masih ada satu sektor lagi yang belum sepenuhnya diaktifkan Conte, yakni wing-back kanan. Tottenham masih memiliki Emerson Royal dan Matt Doherty yang mafhum urusan serang-menyerang. Dua musim bersama Real Betis, Emerson sukses mengoleksi 4 gol dan 10 assist. Lebih-lebih Doherty yang berhasil menorehkan masing-masing 16 gol dan assist selama empat musim terakhirnya di Wolverhampton Wanderers.

***

Oh, ya, Harry Kane belum kami sebut sekalipun. Entah apa yang membuat kami melupakan raja gol Tottenham sejak tujuh tahun lalu. Bila bisa berkilah, kami meletakkan kontribusinya yang begitu minim sebagai alasannya. Tapi, ya sudahlah. Justru bagus kalau akhirnya Tottenham bisa melucuti ketergantungannya kepada Kane.