Roma vs AC Milan: Sisi Tepi Jadi Kunci

Foto: @TheoHernandez

Mampukah Roma membayar kegagalan sebelumnya atau justru Milan yang kembali berjaya di Olimpico dini hari nanti?

Bagi AC Milan, Olimpico lebih terlihat seperti arena sukaria ketimbang neraka. Cuma sekali mereka takluk sejak tiga tahun ke belakang. Dalam lawatan terakhirnya, Milan sukses mempermalukan AS Roma 2-1. Gol-gol Franck Kessie dan Alexis Saelemaekers hanya mampu dibalas sebiji, via Jordan Veretout.

So, mampukah Roma membayar kegagalan sebelumnya, atau justru Milan yang kembali berjaya di Olimpico dini hari nanti?

Dalam konferensi pers jelang laga, Jose Mourinho menepis kritik soal keburukan-keburukan timya, mulai dari kekalahan dari Verona, Lazio, dan Juventus di pentas liga. Yang terbaru sekaligus paling menyakitkan: dilibas 1-6 dari klub Norwegia, Bodoe/Glimt, di ajang Europa Conference League.

“Setelah kekalahan melawan Verona serta Lazio, kemudian hasil memalukan di Bodoe/Glimt, para penggemar masih datang ke stadion. Tentu saja itu karena semangat yang mereka miliki untuk klub ini dan juga spirit dari para pemain. Itu adalah sesuatu yang tidak akan berubah," ucap Mourinho.

Apa yang berusaha diperlihatkan Mourinho adalah determinasi. Ia ingin menunjukkan bahwa Roma-nya adalah Roma yang atraktif. Bukan sekadar tim pasif yang minim agresivitas. 

Label pelatih defensif memang melekat dengan Mourinho. Namun, bukan kemudian Roma intens dengan permainan bertahan dan minim upaya. Nyatanya Giallorossi menjadi tim Serie A dengan rata-rata tembakan per laga tertinggi. Mereka mengukir 17,1 shots, meninggalkan Inter Milan di posisi kedua dengan 15,5.

Namun, perkara penyelesaian akhir, ceritanya lain. Agresivitas yang besar tak melulu menjamin banyak gol. Kualitas dari penyelesaian akhir menjadi dasarnya. Understat mencatat Roma mengalami defisit xG 0,30. Adalah Tammy Abraham yang paling kentara. Ia cuma mampu mencetak 2 gol dari total 4,45 harapan gol. FYI, eks Chelsea itu relatif sering membuang peluang. Di musim ini saja sudah 3 kali tembakannya membentur tiang gawang sekaligus yang terbanyak di Serie A.

Untungnya, Abraham bukan tipe poacher klasik dengan tugas mencetak gol saja. Ia mampu bermain melebar dan rela menjemput bola ke lini tengah. Ini sekaligus memberikan ruang ofensif untuk para secondline macam Lorenzo Pellegrini, Jordan Veretout, dan Henrikh Mkhitaryan.

Pellegrini yang paling menonjol di antara ketiganya. Cara bermain Pellegrini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gelandang serang kebanyakan, mengalirkan bola ke penyerang. Jika ada yang berbeda, mungkin bisa dilihat dari cukup seringnya ia masuk ke dalam kotak penalti untuk menjadi opsi lain dalam mencetak gol.

Dominannya keterlibatan Pellegrini dalam aksi ofensif tertuang dari rerata tembakannya yang mencapai 3,9 di tiap pertandingan. Angka itu menjadi yang tertinggi kedua di Serie A setelah Ciro Immobile. Penyelesaian akhir Pellegrini pun ciamik. Lima lesakan dibuatnya dari angka harapan gol yang “cuma” 2,67.

Nah, Pellegrini bisa menjadi tumpuan Mourinho di laga nanti. Pertukaran posisinya dengan Abraham berpotensi membuat pertahanan Milan kewalahan. FC Porto dan Verona adalah dua klub terakhir yang berhasil mengeksploitasi area sentral Milan. 


Kubu Milan sedang mendapatkan angin segar. Theo Hernandez dan Brahim Díaz sudah bisa kembali bergabung dengan skuad. Ini jelas menjadi keuntungan bagi Stefano Pioli. Keduanya adalah kreator penting di tim.

Diaz sejauh ini bisa melanjutkan peran Hakan Calhanoglu sebagai gelandang inisiator. Ia dilegalkan untuk bergerak ke depan membantu penyerang utama selain memprakarsai peluang. Dalam situasi lainnya, Diaz bisa bergotong-royong dengan Hernandez dan Rafael Leao untuk melancarkan serangan dari sisi kiri yang menjadi titik konsenstrasi ofensif Milan. Whoscored mencatat 38% serangan mereka musim ini berasal dari sana.

Dari garis belakang, Hernandez kerap melakukan overlap dan mengokupasi posisi Leao serta Brahim Diaz. Di situlah ia berperan sebagai penyalur serangan. Catatannya impresif. Sudah 3 assist yang dibuat full-back Prancis itu. Sementara Diaz dan Leao bisa dibilang sebagai alternatif goalgetter dari lini kedua. Mereka sukses mengumpulkan 7 gol bila dikalkulasi. Ini sekaligus menepis ketergantungan Milan terhadap Zlatan Ibrahimovic.

Overall, apa yang membuat Rossoneri tak terkalahkan sejauh ini adalah luasnya opsi pencetak gol. Selain dari dua penyerang mereka, Ibrahimovic dan Olivier Giroud. Davide Calabria dan Sandro Tonali misalnya, keduanya sudah menceploskan masing-masing sepasang gol di Serie A. Kombinasi serangan dari sisi kiri, plus striker jangkung dan lini kedua yang tajam bakal menjadi senjata utama Milan nanti.

Pasalnya, Roma cenderung rapuh di tepi kanan. Dua kali mereka kecolongan gol yang diawali crossing dari sana, saat melawan Juventus di giornata 8 dan Cagliari pekan lalu. Intensitas Rick Karsdorp dalam melakukan overlap meninggalkan celah di sisi kanan. Area itulah yang berpeluang dieksploitasi Milan nanti.


Namun, tak menutup kemungkinan juga kalau Mourinho mencanangkan garis pertahanan rendah, seperti yang dilakukannya saat bermain imbang dengan Napoli dua minggu lalu. Formula itu terbukti manjur dalam meredam agresivitas Partenopei. Cuma satu big chance yang mereka hasilkan dari 11 percobaan.

Karsdorp dan Matias Vina bermain lebih dalam guna meredam serangan sayap Lorenzo Insgine dkk. Pun dengan Bryan Cristante dan Veretout. Keduanya aktif melindungi back-four dan menyerahkan porsi serangan kepada Nicolo Zaniolo di sisi kanan.

Pertahanan low block Mourinho itu bisa menyulitkan Milan yang relatif mengandalkan serangan balik. Sudah lima gol mereka hasilkan dengan metode tersebut, erbanyak di antara kontestan Serie A.

Bila ada kemungkinan gol tercipta, lesakan Milan akan lahir dari crossing di sisi kiri dan mengandalkan Ibrahimovic atau Giroud sebagai targetnya. Set-piece juga menjadi medium ideal buat Milan jika melihat gol mereka yang sudah-sudah.

Namun, jangan lupa, Roma juga jago untuk urusan bola mati. Nyaris seperempat gol mereka di Serie A musim ini lahir melalui skema semacam ini.