Romantika Milan dan Gianluigi Donnarumma

Foto: Twitter @gigiodonna1.

Milan dan Donnarumma sulit berkompromi soal gaji. Kini keduanya kembali ke situasi yang sama seperti empat tahun lalu, transaksi mereka kembali buntu. Lalu, Milan harus bagaimana?

Gawang Gianluigi Donnarumma dihamburi uang saat Tim Nasional Italia berhadapan dengan Denmark pada ajang Euro U-21. Jumlahnya berjibun, tak cuma satu-dua lembar.

Wasit pun terpaksa menghentikan pertandingan untuk sementara supaya uang-uang itu bisa disingkirkan. Uang-uang itu memang bukanlah uang asli, melainkan simbol ejekan untuknya.

Pertengahan 2017 itu memang jadi salah satu momen terburuk dalam karier Donnarumma. Dia dicap sebagai pemuda yang hanya mengincar fulus dan mengobral arti loyalitas.

Donnarumma menolak perpanjangan kontrak yang telah disodorkan oleh manajemen AC Milan. Kontraknya waktu itu tinggal tersisa semusim. Artinya, bila dia memutuskan untuk menetap sepanjang periode 2017/2018, ia bisa pergi dengan gratis pada musim panas 2018.

Milan jelas merugi. Itulah mengapa sekelompok fans Rossoneri begitu marah kepadanya.

Situasinya makin rumit karena agen Donnarumma, Mino Raiola, cerewet di depan media. Dia mengatakan Milan terlalu brutal dalam proses perpanjangan kontrak dengan kliennya. Milan mengelak dan menuding Raiola balik. Milan menyebut Raiola sebagai biang kerok masalah ini.

Sebulan saga transfer itu berkelindan, Donnarumma akhirnya memutuskan teken kontrak anyar. Milan menaikkan gajinya menjadi 6 juta euro per tahun dengan kontrak hingga 2021. Tak cuma itu, mereka juga kudu merekrut kakaknya, Antonio Donnarumma, dari Asteras Tripoli.

Ini lucu, karena Milan sebenarnya tak butuh-butuh amat. Sampai sekarang Antonio tak pernah sekalipun dimainkan.

Namun, bukan Raiola kalau tidak bertingkah. Dia memaksa Milan kembali ke situasi yang sama seperti 4 tahun silam. Transaksi kontrak Donnarumma buntu. Milan belum mengiyakan permintaan gaji 10 juta euro yang dimintanya.

Penolakan itu masuk akal karena kondisi finansial Milan juga tak bisa dibilang sedang bagus. Tak ada pemain mereka yang gajinya menyentuh dua digit. Yang paling tinggi, ya, Donnarumma dengan 6 juta euro.

Menurut laporan Sportekz, Zlatan Ibrahimovic dan Simon Kjaer menjadi pemain dengan gaji termahal kedua Milan dengan 4 juta euro per tahun. Setelahnya, ada Alessio Romagnoli dan Samu Castillejo dengan upah 3,5 juta euro per tahun.

So, haruskah Milan mempertahankan Donnarumma?

***

Ada yang menarik di gawang Milan pada TIM Trophy 2015. Bukan Diego Lopez, bukan pula Christian Abbiati yang jadi palang pintu terakhir, melainkan remaja 16 tahun dengan tinggi 197 sentimeter. Dia adalah Donnarumma.

Nasib Milan ada di tangannya. Kala itu gerombolan Sinisa Mihajlovic diadang Sassuolo di partai puncak. Duel berjalan sama kuat sampai akhirnya adu penalti jadi penentu. Di sanalah Donnarumma mempertontonkan bakatnya kepada dunia.

Dua penalti Sassuolo ia tepis. Tak main-main, sepakan yang ia gagalkan adalah milik Domenico Berardi dan Francesco Acerbi, dua pemain yang menjadi tulang punggung I Neroverdi saat itu.

Para pemain Milan bersorak kegirangan. Bukan karena keberhasilan merengkuh TIM Trophy, tetapi soal perayaan lainnya. Perayaan itu adalah kelahiran jagoan baru mereka: Donnarumma.

Mihajlovic mengambil langkah berani saat menjamu Sassuolo pada pekan kesembilan Serie A. Dia mendaftarkan Donnarumma di starting XI -- menyisihkan Lopez dan Abbiati.

Betul bahwa Donnarumma jadi penyelamat versus Sassuolo dua bulan sebelumnya. Namun, kondisinya pada pertandingan Serie A itu jelas berbeda. TIM Trophy adalah turnamen pramusim yang sifatnya cuma pemanasan, sementara Serie A adalah kompetisi sungguhan. 

Apalagi, Sassuolo sedang on-fire waktu itu. Mereka mengumpulkan 15 poin dan duduk di posisi kelima. Sedangkan, Milan waktu itu tersendat di urutan sebelas.

Perjudian? Bisa jadi. Namun, kalah atau menang tak ada bedanya buat Mihajlovic. Milan telanjur bersengkarut dengan hasil buruk. Mereka tak pernah menang pada tiga laga sebelum menghadapi Sassuolo.

Putaran dadu itu justru berpihak ke Mihajlovic. Milan menang 2-1 atas Sassuolo. Sementara Donnarumma tak hanya jadi katalis positif buat timnya. Dia juga mencatatkan rekor debut sebagai kiper termuda kedua dalam sejarah sepak bola Italia dengan umur 16 tahun dan 242 hari.

Setelahnya, kita tahu bahwa Donnarumma bukan cuma menjadi jimat peruntungan Mihajlovic. Dia adalah masa depan Milan.

Donnarumma berhasil mencatatkan 10 clean sheet dari 30 pertandingan pada Serie A edisi 2015/16. Angka itu membawanya masuk dalam empat besar di bawah Gianluigi Buffon, Samir Handanovic, dan Albano Bizzarri. Ketiga kiper itu jauh lebih senior dan mencatatkan pertandingan lebih banyak dibanding Donnarumma.

Catatan ajaib Donnarumma berlanjut semusim berselang. Dia menyamai catatan nirbobol Buffon di angka 12. Hanya kiper AS Roma, Wojciech Szczesny, yang berhasil melampaui Donnarumma dengan 14 clean sheet.

Meski begitu, untuk jumlah penyelamatan, Donnarumma masih lebih baik dari keduanya. Total 144 saves ia catatkan--jauh meninggalkan Szczesny dengan 116. Buffon lebih rendah lagi karena cuma mengemas 67 penyelamatan.

Catatan Buffon sangat bisa dimaklumi karena Juventus memang punya pertahanan yang kokoh dan jarang diserang. Mereka punya trio bek terbaik Italia saat itu: Giorgio Chiellini, Leonardo Bonucci, dan Andrea Barzagli.

Selain ketiganya, Juventus masih memiliki Medhi Benatia, Alex Sandro, dan Dani Alves. Jadi, ya, jangan heran kalau Buffon tidak sibuk-sibuk amat.

Lain soal dengan Donnarumma. Bek di depannya "cuma" sekaliber Gabriel Paletta, Cristian Zapata, Gustavo Gomez, dan Romagnoli. Kebobolan 45 gol saja sudah alhamdulillah buat Milan di musim itu.

Bila dikalkulasi lima musim ke belakang, Donnarumma rata-rata mencetatkan 101 saves dan 12 clean sheet per musimnya. Ini sebuah angka yang fantastis untuk kiper yang baru berumur 20 tahun.

Sementara pada musim ini, Donnarumma masih jadi jagoan. Dia memimpin daftar clean sheet Serie A pada angka 8. Handanovic menguntit di belakangnya dengan 7 nirbobol. Namun, jumlah penyelmatan Handanovic tak sebanyak Donnarumma--10 saves lebih sedikit.

Sudah tentu keberhasilan Milan menjadi capolista tak bisa dijauhkan dari peran Donnarumma. Berulangkali dia melakukan tepisan penting yang membuat Milan meraup poin.

Ambil contoh saat melawan Bologna dua pekan lalu. Donnarumma tercatat menorehkan 4 saves, termasuk penyelamatan satu lawan satu versus Nicolas Domínguez dan sundulan Roberto Soriano di pengujung laga.

Andai tak ada Donnarumma di Renato Dall'Ara, Milan bakal kehilangan poin dan disalip Inter. Itu baru sampel satu pertandingan, belum laga-laga lainnya.

Faktanya, Milan tak mampu tampil sempurna minus Donnarumma. Ciprian Tatarusanu masih kurang meyakinkan buat menjadi penggantinya. Kiper Rumania itu gagal mengangkat performa Milan. Saat dia tampil, Rossoneri hanya bisa imbang 3-3 dengan Roma dan disingkirkan Inter dari Coppa Italia.

Donnaruma adalah aset sekaligus ikon terbaik Milan. Itu tak bisa dimungkiri. Konsistensinya sejak 2015/16 sampai kini nyaris tak tertandingi.

Kubu Donnarumma juga bisa berargumen bahwa 10 juta euro adalah upah yang lumrah untuk para kiper elite. Sebut saja Jan Oblak (Atletico Madrid) Manuel Neuer (Bayern Muenchen), dan David De Gea (Manchester United) yang gajinya berkisar segituan.

Apalagi untuk sosok istimewa macam Donnarumma, kiper yang sudah mengenyam banyak pengalaman di usia dini. Perlu diingat, pada umurnya yang baru 21 tahun, dia sudah mencicipi lebih dari 200 laga bersama Milan di ajang resmi. Donnarumma juga masih memegang rekor sebagai kiper debutan termuda dalam Timnas Italia.

Tentu saja, bagi Milan, ini adalah persoalan dilematis. Di satu sisi, mempertahankan Donnarumma adalah sesuatu yang krusial. Di sisi lain, persoalan finansial di tengah pandemi juga bukan problem bohong-bohongan.