Romantisme Akut Manchester United-Cristiano Ronaldo

Foto: Twitter @ManUtd.

Transfer Cristiano Ronaldo ke Manchester United lebih besar pada aspek sentimental ketimbang permainan. Meski begitu, bukan berarti transfer ini nihil keuntungan.

Meski bukan yang paling krusial, tak bisa ditampik bahwa transfer Cristiano Ronaldo ke Manchester United bisa menghadirkan keuntungan tersendiri.

Bagi United, Ronaldo adalah memori masa lampau yang sulit untuk usang. Kaki-kaki lincah pemuda Madeira tersebut masih terekam dengan jelas. Ia tidak hanya menggoyang jatuh para pemain belakang lawan, tetapi juga berderap-derap dengan tegas di dasar mimpi para pendukung ‘Iblis Merah’.

Bahwa Ronaldo tidak mencapai puncak di United, melainkan di Real Madrid, kita sulit untuk membantahnya. Bersama Los Blancos, Ronaldo berubah menjadi salah satu predator paling subur yang pernah ada. Namun, biar bagaimanapun, United adalah tempat ia pertama kali memijak untuk melompat ke tatanan yang lebih tinggi.

Ronaldo datang ke Manchester sebagai pemuda kurus yang bahkan berbahasa Inggris dengan lancar saja belum bisa. Ketika Gary Neville meminta ikut dalam sebuah sesi wawancara selepas pertandingan—karena Ronaldo menjadi pemain terbaik pada laga tersebut—ia berlaku bak bocah yang mendadak diseret kakaknya ke hadapan orang tua yang sedang melotot.

“Gary, aku tidak bisa Bahasa Inggris,” kata Ronaldo, seolah setengah memohon supaya ia tidak perlu ikut sesi wawancara itu.

“Kau bisa. Kemarilah,” jawab Neville sekenanya.

Dari momen naif seperti itu, Ronaldo bertumbuh. Awalnya, ia adalah seorang winger lincah yang doyan betul mengelabui lawan dengan trik segudang. Ia kemudian menjadi dewasa dan perlahan-lahan tampil lebih efisien. Perkara efisiensi itu juga yang membuatnya menjadi pencetak gol yang getol di kemudian hari.

Menurut cerita yang dituturkan oleh penulis buku ‘Fergie’s Fledglings’ dan ‘Too Good to Go Down’, Wayne S. Barton, suatu ketika sebelum musim kompetisi dimulai, Ronaldo duduk dan berbincang-bincang dengan pelatih tim utama United, Rene Meulensteen. Dari obrolan dengan Meulensteen itu, sudut pandang Ronaldo akan permainan sepak bola berubah.

Sudah sejak lama Meulensteen dan Sir Alex Ferguson, manajer legendaris United itu, percaya bahwa Ronaldo bisa menjadi pencetak gol yang ulung. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila saban musim, Ferguson selalu memberinya target khusus untuk urusan gol.

Supaya memuluskan kiprah Ronaldo dalam urusan mencetak gol, Meulensteen meniupkan kalimat sakti ke dalam benak si pemain: “Stop trying to score the perfect goal, start trying to score every goal.

Lantas, kita melihat bahwa Ronaldo mulai mencetak gol dengan berbagai cara. Dari sepakan tepat di depan gawang, sontekan dengan tumit, hingga tendangan jarak jauh. Memang, ia masih acap mencetak gol ajaib—seperti gol tendangan bebasnya ke gawang Arsenal pada Liga Champions 2008/09—, tetapi Ronaldo paham bahwa gol yang seperti apa pun, asalkan sah, tetap saja bakal membawa keuntungan untuk timnya.

Maka, jangan heran apabila Ronaldo, terutama selepas hengkang dari United, adalah urusan gol, gol, dan gol melulu. Setelah “hanya” mencetak total 33 gol dari seluruh kompetisi pada musim perdananya bersama Madrid, ia menggila. Pada delapan musim setelah itu, torehan terkecil golnya dalam semusim adalah 42, yang ia torehkan pada musim 2016/17.

Apa yang menjadi pencapaian luar biasa untuk seorang penyerang dalam satu musim, buat Ronaldo adalah pencapaian paling minim. Pada musim 2020/21, ia mencetak 29 gol di Serie A. Catatan tersebut menjadikannya pencetak gol terbanyak kompetisi, unggul 5 gol atas Romelu Lukaku yang berada di urutan kedua.

Bagi pemain mana pun, mencetak 29-30 gol dalam semusim pada sebuah kompetisi liga adalah pencapaian yang bagus. Namun, bagi Ronaldo—yang pada beberapa musim sebelumnya pernah mencetak lebih dari 30, atau bahkan 40, gol—pencapaian tersebut sekadar masuk kategori ‘oke’. Terlebih, ia masih melakukannya pada usia 36 tahun.

Pada sepak bola modern yang tak lagi cuma berbicara soal kualitas dan kebintangan seorang pemain, tetapi juga fungsi dan guna, Ronaldo masih bisa menemukan tempatnya. Ketika ia “pulang” ke United pada pengujung Agustus 2021, Ronaldo paham bahwa ia tempatnya berada di antara pertautan romantisme dan calon pencetak gol utama United.

Setelah ia hengkang pada 2009, para pendukung tak pernah berhenti menyanyikan namanya di tribune. Bertahun-tahun setelahnya, namanya acap keluar-masuk rumor bursa transfer, rata-rata menyebutkan soal kemungkinan kepulangannya ke United. Sekalipun ia besar dan bergelimang gelar di tempat lain, para suporter ‘Iblis Merah’ masih menganggapnya sebagai salah satu dari mereka.

Keterikatan kuat para pendukung United terhadap Ronaldo, tentu saja, tak selalu berbalas. Ketika muncul kabar bahwa Ronaldo mempertimbangkan untuk bergabung dengan Manchester City, coba hitung berapa banyak para pendukung United yang kecewa. Beruntung buat mereka, Ferguson—beserta beberapa eks pemain United—meyakinkan Ronaldo untuk menampik City dan kembali ke United.

Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa Ronaldo berikan untuk United? Dari sisi kebutuhan skuad, sesungguhnya transfer Ronaldo bukanlah yang paling krusial. Mereka masih memiliki lubang di lini tengah karena ketiadaan holding midfielder yang mumpuni. United memang masih memiliki Nemanja Matic yang bisa memainkan peran tersebut, tetapi gelandang asal Serbia itu tak lagi memiliki mobilitas yang sama seperti masa primanya.

Di luar itu, kebutuhan United akan seorang pencetak gol sesungguhnya tidak terlalu urgent. Musim kemarin di Premier League, United masih bisa mencetak 73 gol, yang mana menempatkan mereka di posisi kedua di bawah City (83 gol). Selain itu, The Red Devils masih memiliki sejumlah pemain yang bisa memaksimalkan peluang sekecil (dan sejelek) apa pun.

Per catatan Understat, pada 2020/21, Bruno Fernandes sukses mencetak 18 gol dari xG (expected goals) yang hanya 16,02. Di belakang Bruno, ada Marcus Rashford yang mencetak 11 gol dari xG hanya sebesar 9,58. Pada 2021/22, yang baru berjalan tiga pekan, mereka memiliki Bruno dan Mason Greenwood yang sama-sama sudah mencetak 3 gol dari xG dengan jumlah yang sama: 1,03.

Melihat statistik tersebut, United sesungguhnya masih bisa mendapatkan gol meskipun angka harapan gol terbilang kecil atau kualitas peluang mereka terbilang jelek. Yang jadi persoalan adalah bagaimana mengkreasikan peluang untuk mendapatkan gol. Di sinilah, persoalan di lini tengah tersebut mestinya mereka tambal di bursa transfer. Alasannya jelas: Demi struktur bangunan serangan yang lebih ideal.

Lantas, apakah kedatangan Ronaldo betul-betul tidak mendatangkan guna? Well, melihat kinerja Ronaldo dalam urusan mencetak gol, dia masih bisa menjadi seorang pencetak gol utama atau menjadi game-changer. Persoalannya, tentu saja, bagaimana caranya bola sampai ke Ronaldo.

Melihat heatmap pada musim penuh terakhirnya bersama Juventus, Ronaldo juga masih cukup rajin bergerak manakala timnya membangun serangan. Biasanya, ia beroperasi di sisi kiri lapangan atau di dalam dan sekitaran area kotak penalti. Ia, menurut catatan The Athletic, tak segan untuk turun ke second line dan menerima operan—yang artinya ia juga bisa membantu build-up serangan.

Heatmap Ronaldo pada musim 2020/21 bersama Juventus di Serie A. Sumber: Sofascore.

Meski begitu, The Athletic juga menggarisbawahi bahwa jenis-jenis operan Ronaldo biasanya lebih pendek dan cenderung “main aman”. Namun, jika ia dikelilingi oleh pemain-pemain yang lebih kreatif, semestinya ini bukan persoalan buat United karena artinya ada pemain lain yang bisa memberikan jenis operan yang lebih kreatif.

Problem terakhir, yang rasanya juga patut untuk disinggung, adalah minimnya kontribusi defensif Ronaldo ketika timnya tidak sedang menguasai bola. Para pendukung Juventus tentu paham bahwa imobilitas Ronaldo dalam situasi defensif (dan tidak sedang menguasai bola) adalah salah satu hal yang mengganjal tim mereka dari segi taktik.

Menurut catatan Fbref, Ronaldo rata-rata cuma melakukan 3,4 pressures per 90 menit di final-third dan 2,5 pressures per 90 menit di middle-third. Ini bakal jadi persoalan apabila United ingin segera merebut bola kembali dari lawan di area-area tersebut. Sebagai pembanding, striker seperti Harry Kane rata-rata melakukan 5,29 pressures per 90 menit di final-third dan 5,37 pressures per 90 menit di middle-third.

Ronaldo, pada akhirnya, adalah sebuah transfer yang lebih besar di aspek sentimental, tetapi meninggalkan cukup banyak pertanyaan di aspek permainan. Walaupun demikian, tak bisa ditampik bahwa kedatangannya juga menghadirkan beberapa aspek positif.

Keberadaan bintang Portugal itu di ruang ganti dan lapangan latihan adalah sesuatu yang bisa membuat siapa pun, terutama para pemain muda United, gumun. Ia adalah sosok besar yang pengalamannya bisa ditularkan kepada siapa pun di dalam tim.

Kamu sudah lihat video Raphael Varane memberikan instruksi (atau malah mungkin mengajari) Aaron Wan-Bissaka tepat sebelum laga Wolves vs United dimulai? Boleh jadi, Ronaldo bakal memberikan pengaruh serupa kepada pemain United lainnya.