Saelemaekers Bukan Sekadar Anak Muda Nekad

Foto: Instagram @alexis.saelemaekers.

Saelemaekers belum menjadi pemain dengan segudang pengalaman. Sebagian orang menyebutnya sebagai anak muda modal nekad, tetapi sebagian lagi menyebutnya potensi yang tak boleh disia-siakan Milan.

Alexis Saelemaekers tiba di AC Milan pada 2020 dengan mata berbinar-binar. Katanya, klub ini selalu menjadi impiannya sejak kanak. Bermain di posisi yang sama dengan Cafu merupakan salah satu hal yang paling disukainya ketika sampai di Milan.

Namun, Milan yang dibelanya berbeda dengan Milan yang dikenangnya dulu. Milan yang sekarang adalah Milan yang bangun dari tidur panjang. Mereka tetap menghentak, menghajar lawan-lawan, dan menyulut kebanggan bagi siapa pun yang mendukung, tetapi kaki mereka belum kuat benar. Sesekali masih terhuyung, sesekali tetap terjerembap. Keraguan apakah Milan bisa kembali berjaya seperti satu dekade lalu pun belum benar-benar pergi dari San Siro.

Untuk bisa bertahan di tengah kondisi yang tak menentu seperti di Milan, Saelemaekers membutuhkan orang lain yang bisa membantunya agar kakinya tetap berdiri tegak. Orang tersebut tidak akan mengelus-elus kepalanya sambil terus menerus berkata bahwa ia sudah melakukan pekerjaan yang baik. 

Orang itu ada untuk membentaknya ketika jalannya mulai macam-macam, orang seperti itu ada untuk menunjukkannya bahwa tidak ada satu manusia lembek pun yang dapat bertahan hidup di atas lapangan bola. Ia bisa mendongak kepadanya ketika segala sesuatu membuatnya merasa kecil. Ia mesti merunduk ketika orang itu menempeleng tengkuknya yang mulai tegar. Bagi Saeleamaekers, orang itu adalah Zlatan Ibrahimovic.

"Saya tidak pernah memiliki rekan setim seperti Ibra. Berlatih dengannya setiap hari itu tidak mudah karena ia selalu menunjukkan mentalitas yang luar biasa. Dia benar-benar gila. Ibra selalu ingin semua orang bisa mengeluarkan yang terbaik dari diri mereka sendiri. Ia berteriak dan mendorong Anda untuk melampaui batas," papar Saelemaekers kepada Tuttosport.

Zlatan, anak imigran Bosnia, memiliki ayah seorang pemabuk dan ibu tukang bersih-bersih, tahu bagaimana mempertahankan segala yang ia miliki sejak kanak. Ia melewati masa remajanya sebagai atlet taekwondo dan pencuri sepeda sekaligus. Ia menjalani hari-hari sebagai pesepak bola dengan pujian dan petisi yang menuntutnya untuk segera meninggalkan tim. 

Maka ketika sepak bola ada dalam genggaman tangannya, itulah yang dijaganya dengan sekuat mungkin. Jangan heran jika ia masih dapat mencetak gol dengan tendangan salto saat berusia 39 tahun. Tak perlu sebal melihatnya yang ikut perang urat leher menyemangati teman-temannya yang bertanding dari bangku penonton saat tim medis belum mengizinkannya turun arena akibat cedera.

Zlatan menutup kuping rapat-rapat terhadap segala macam omongan yang dianggapnya tak penting. Sejak dulu, ia diplot sebagai penyerang murni. Di Milan, Inter, PSG, United, dan LA Galaxy, ia bermain sebagai pemain nomor 9. Tugasnya sederhana, berdiri di garis terdepan, menahan bola, dan menyelesaikan peluang.

Perannya mungkin tidak se-catchy striker modern lainnya. Zlatan terbiasa dicemooh para suporter karena dianggap malas-malasan saat bermain. Sebelum menginjak usia sekarang pun ia bukan pemain yang terlibat banyak dalam permainan tim saat tidak memegang bola. Alih-alih membantah, Zlatan menjelaskan mengapa bermain seperti itu. Katanya, sebagai seorang penyerang murni, ia perlu menyimpan tenaga untuk mencetak gol. Kelelahan bakal membuatnya tak fokus dan tak tajam.

Segendang sepenarian dengan Zlatan, Saelemaekers berhadapan dengan keraguan banyak orang. Ia tiba di Milan saat usianya masih 21 tahun. Orang-orang tak familiar dengan namanya karena sebelumnya, ia berlaga di Anderlecht. Ketika itu keputusan Paolo Maldini dan tim scouting Milan dipertanyakan. Bagaimana bisa merekrut anak bau kencur untuk bergabung dengan skuad yang ingin bangun dari tidur panjang?

Milan benar-benar belajar dari kesalahan transfer yang mereka lakukan pada 2017/18. Jorjoran menghabiskan uang hingga 200 juta euro di bursa transfer justru menjadi kunci yang membukakan pintu bagi hari-hari apes. Meski sudah mendatangkan Andre Silva, Andrea Conti, Leonardo Bonucci, Hakan Calhanoglu, Lucas Biglia, hingga Ricardo Rodriguez, Milan hanya menutup liga di posisi enam. Tentu saja itu tidak menjadi satu-satunya kenyataan pahit yang mesti dikunyah Milan. 

Budget transfer yang menggila membuat Milan diberi sanksi larangan tampil di Liga Europa 2019/20 oleh Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Penyebabnya, Milan dipandang melanggar aturan Financial Fair Play (FFP).

Perubahan langkah Milan di bursa transfer mulai terlihat pada 2018/19. setelah menjual pemain yang tak menunjukkan kapabilitasnya, Milan mulai berinvestasi dengan mendatangkan pemain-pemain muda potensial seperti Mattia Caldara, Samu Castillejo, Krzysztof Piatek, serta Lucas Paqueta. Mereka juga mampu mendatangkan Pepe Reina dan Alen Halilovic secara gratis.

Pun pada 2019/20, ketika di pertengahan musim dunia mulai dikacaubalaukan oleh pandemi, strategi transfer Milan masih bisa dibilang cerdik. Selain memulangkan Zlatan Ibrahimovic secara gratis, mereka juga lebih fokus membeli talenta-talenta muda macam Rafael Leao, Theo Hernandez, serta Ismael Bennacer. Dengan perhitungan macam itu pula Milan pada akhirnya meminjam Saelemaekers dari Anderlecht.

Saelemaekers akan selalu menempatkan Anderlecht dalam kotak spesial di hidupnya. Di tempat itulah ia melakoni hari-harinya sebagai pemain muda. Klub itu pula yang menyodorkannya kontrak pertama sebagai pemain profesional pada 2017. Musim 2018/19 merupakan titimangsa baru bagi kehidupan Saelemaekers. Ia tampil apik dan mendapat tempat di skuad utama Anderlecht. 

Siapa yang menyangka performanya bisa tertangkap mata dan memikat Paolo Maldini beserta tim scouting Milan? Dari situ dimulailah kisah Saelemaekers bersama Milan. Tak melulu gemerlap, tetapi selalu sepadan untuknya.

Perhitungan Maldini dan timnya tidak luput. Meski sempat angin-anginan di awal musim bersama Milan, Saelemaekers tumbuh menjadi winger tangguh. Ia matang, tetapi tidak meninggalkan darah mudanya. Saelemaekers tampil meledak-ledak. Lihatlah gayanya saat merayakan gol kawan-kawannya. Ketika melangkah memasuki atau meninggalkan arena, Saelemaekers sering tertangkap kamera menepuk-nepuk emblem Milan yang melekat di jersinya. Lihat pula tingkah tengilnya yang membuat Maurizio Sarri dikartu merah wasit.

Ciri permainan Saelemaekers yang paling mencolok adalah keberaniannya untuk bermain direct. Ia sangat suka menggiring bola, mengambil alih permainan, dan mencari peluang untuk maju. Tak jarang, Saelemaekers tampil dengan nekad dan terlihat seperti sedang membahayakan kawan-kawannya. Dia bermain dengan intensitas tinggi yang membuatnya pernah dijadikan kandidat untuk berlaga sebagai bek sayap.

Permainan direct dan terkesan meledak-ledak ini dipandang dengan sistem bermain Milan yang dibangun oleh Stefano Pioli. Meski tidak termasuk tim yang cepat, Milan di era Pioli tidak gemar melakoni laga dengan banyak (rerata) umpan dalam rangkaian serangan. Itulah sebabnya, bahkan di laga sepenting Liga Champions, Milan bermain direct dan vertikal saat menyerang. Lihatlah bagaimana mereka membangun serangan di laga melawan Liverpool dan Atletico Madrid.

Untuk dapat mengimbangi permainan Saelemaekers, Milan membutuhkan pemain yang dapat menjaganya. Kabar baiknya, Milan diperkuat oleh Davide Calabria yang tidak hanya piawai membangun serangan dari area belakang. Pun dengan keberadaan Rade Krunic yang bisa diandalkan untuk menjaga kedalaman serta memutus alur serangan lawan ketika rekan-rekannya naik untuk membangun serangan. 

Milan sebenarnya memiliki Franck Kessie yang memang difokuskan sebagai gelandang yang mengurus pertahanan. Sayangnya, Kessie belakangan justru tampil angot-angotan. Pada laga teranyar melawan Atalanta, misalnya. Ia memang merupakan salah satu pemain yang gigih melepas tekel. Namun, Kessie juga menjadi pemain Milan yang paling sering didribel lawan. Pada duel itu, ia tiga kali dikelabui oleh dribel penggawa Atalanta.

Saelemaekers juga berhasil membentuk dirinya menjadi pemain yang terlibat dalam serangan Milan. Mengutip statistik FBref, aksi ofensif Saelemaekers yang bisa menghasilkan tembakan (SCA) meningkat: Dari rerata 3,29 pada 2020/21 menjadi 4,21 per pertandingan pada 2021/22. Perlu dicatat pula bahwa angka pertama didapat dari 32 laga liga, sedangkan pada musim ini 7 pertandingan liga. 

Dari situ pula terlihat bahwa ada potensi peningkatan (jika konsisten hingga akhir musim) aksi ofensif Saelemaekers. Tak heran jika sekarang Pioli begitu memercayakan pos sayap kanan padanya. Tujuannya tak lain demi menjaga daya ledak sisi tepi.

Saelemaekers mungkin belum menjadi pemain dengan segudang pengalaman. Sebagian orang menyebutnya sebagai anak muda modal nekad. Sebagian lagi menyebutnya sebagai pemain aji mumpung, tetapi sebagian lagi menyebutnya potensi yang tak boleh disia-siakan Milan.