Sang Sersan

Sergej Milinkovic-Savic merayakan gol ke gawang Inter. (Instagram/@sergej___21)

Sergej Milinkovic-Savic punya segalanya. Kuat, cerdas, punya teknik bagus, dan bermental baja. Dia adalah sersan lini tengah yang mampu mengomando unit kecilnya dengan sangat baik. Di Lazio, tak ada yang bisa menggantikannya.

Jika ada satu hal yang paling dibenci oleh Sergej Milinkovic-Savic, itu adalah berlari. "Dia dulu suka bersembunyi di balik pohon untuk mencuri satu putaran lari," kenang pelatih masa kecilnya, Milan Kosanovic, dalam sebuah wawancara dengan First Time Finish.

Keengganan Sergej untuk berlari itu tidak wajar, apalagi mengingat kedua orang tuanya, Nikola Milinkovic dan Milana Savic, merupakan atlet profesional. Nikola seorang pesepak bola, Milana seorang pebasket. Keduanya bertemu saat sama-sama berkiprah di Spanyol. Di negeri itu pulalah Sergej dan adik laki-lakinya, Vanja, dilahirkan.

Masa kecil Sergej dan Vanja banyak dihabiskan dengan berpindah-pindah tempat tinggal karena tuntutan pekerjaan sang ayah. Dari Spanyol, ke Portugal, lalu ke Austria, sebelum akhirnya pulang ke tanah air mereka, Serbia, pada 2005. Ketika keluarga Milinkovic-Savic kembali ke Serbia, mereka punya satu anggota baru, seorang bayi perempuan bernama Jana yang kini telah menjadi pebasket seperti ibunya.

Sergej sendiri sudah mencintai bola sejak masih balita. Dia sudah dimasukkan ke akademi Sporting di Portugal saat berumur enam tahun. Ketika ayahnya pindah ke Austria untuk memperkuat Grazer, Sergej (dan Vanja) juga ikut bermain di akademi milik klub tersebut.

Ketika keluarganya kembali ke Serbia, Sergej melanjutkan pendidikan sepak bolanya bersama Vojvodina. Tujuh tahun lamanya Sergej bermain untuk tim akademi Vojvodina dan sejak awal bakat besarnya sudah diakui oleh sang pelatih, Kosanovic. Meskipun malas berlari dan sering terlihat "malas dan terlalu santai", Sergej punya teknik olah bola yang sulit ditandingi. Itulah mengapa, sesi latihan yang disukai oleh Sergej kecil adalah latihan-latihan yang melibatkan bola.

Kehebatan teknis ini pada akhirnya berpengaruh pada mentalitas Sergej. Dia tumbuh menjadi pemain yang penuh percaya diri dan acap menunjukkan trik-trik brilian dalam mengumpan, menggiring bola, maupun mencetak gol. Namun, bukan itu yang membuat Sergej tumbuh menjadi pemain terbaik di akademi Vojvodina. Sergej menjadi yang terbaik karena kecepatan dan kemauan kuatnya dalam belajar.

Meski mengakui kehebatan teknik Sergej, Kosanovic menilai itu semua tidak akan selalu terpakai dalam kompetisi sepak bola level teratas. Kosanovic pun mengajarkan kepada Sergej bagaimana caranya memainkan sepak bola dengan lebih sederhana dan efektif. Ini dilakukan Kosanovic bukan untuk mengekang Sergej. Sebaliknya, ini adalah cara supaya Sergej menjadi pemain yang lebih berguna untuk tim.

Berkat bimbingan Kosanovic itu, Sergej menjelma jadi pemain yang komplet. Tak cuma punya teknik bagus, Sergej juga kuat, cerdas, dan punya visi luar biasa bagus. "Dia bisa melihat segalanya setengah detik lebih cepat dari pemain lain," kata Kosanovic.

Selain dari Kosanovic, bimbingan dari orang tua juga sangat berpengaruh bagi karier Sergej. Nikola dan Milana adalah atlet profesional. Mereka tahu persis apa yang dirasakan oleh Sergej pada masa remajanya. Mereka paham bahwa tumbuh menjadi seorang atlet bukan perkara sepele. Dari pengalaman itulah mereka mengajarkan kepada Sergej (dan kedua adiknya) bagaimana seharusnya bersikap.

Sergej sendiri, sedari kecil, sudah dikenal memiliki mental baja. Dia selalu ingin menang dan sanggup melupakan kesalahan yang dia buat dalam waktu singkat. Sebagai seorang atlet, melupakan kesalahan dalam waktu singkat adalah hal krusial karena, dengan demikian, dia tidak akan larut dalam rasa bersalah dan selalu bisa fokus menghadapi apa yang ada di depannya.

Perpaduan dari semua itu mengantarkan Sergej ke jenjang karier yang lebih tinggi. Pada 2014, klub Belgia, Genk, yang pernah mengorbitkan Kevin de Bruyne dan Kalidou Koulibaly datang memanggil. Sergej, yang waktu itu sudah jadi bagian dari skuad U-21 Serbia, tak berpikir dua kali. Bertolaklah dia ke Belgia untuk menyongsong masa depannya.

Apa yang dilakukan Sergej di Vojvodina itu kembali dia lakukan di Genk. Maka, tak butuh waktu lama sebelum raksasa Italia, Lazio, menaruh minat kepada dirinya. Pada 2015, dengan biaya transfer 18 juta euro, Sergej diangkut ke Stadio Olimpico. Hanya dalam setahun, nilai transfer Sergej naik 18 kali lipat.

Sejak pertama kali berkostum Lazio, Sergej sudah menunjukkan bahwa dia pantas dihargai mahal. Pada musim pertamanya, Sergej memang tidak selalu dimainkan karena harus bersaing dengan nama-nama seperti Stefano Mauri, Lucas Biglia, dan Marco Parolo. Namun, hambatan itu tak bertahan lama. Sejak 2016 sampai sekarang, Sergej praktis tak tergantikan di lini tengan Biancocelesti.

Bahwa Sergej adalah pemain yang komplet, itu tidak cuma terlihat saat dia masih muda. Sampai kini pun dia masih terlihat demikian. Kekuatan fisiknya memungkinkan Sergej untuk membantu pertahanan sekaligus menjadi target man, kehebatan tekniknya membuat dia leluasa memainkan peran sebagai mezzala, dan kecerdasannya membuat Sergej piawai juga beroperasi di belakang penyerang.

Di lapangan, dengan postur yang menjulang tinggi, Sergej selalu tampak dominan. Inilah mengapa para suporter Lazio menjulukinya "Il Sergente" alias "Sang Sersan". Sergej mampu mengomando unit kecilnya dengan sangat, sangat baik. Kontribusi langsungnya untuk Lazio pun tidak perlu lagi diragukan. Selama tujuh musim, Sergej telah bermain 259 kali untuk Lazio dengan catatan 50 gol dan 41 assist.

Berkat Sergej, Lazio mampu menjadi juara Coppa Italia. Berkat Sergej, Lazio bisa kembali ke Liga Champions. Berkat Sergej, lini tengah Lazio menjadi salah satu yang terbaik di Serie A. Berkat Sergej, Lazio menjadi tim yang begitu menyebalkan untuk dihadapi. Berkat Sergej, Lazio kembali disegani.

Kemampuan Sergej ini bukannya tidak tercium oleh raksasa-raksasa Eropa lain. Juventus, Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan banyak klub lain pernah dikabarkan meminati jasa Sergej. Akan tetapi, Sergej sendiri tampak belum ingin meninggalkan Lazio. Sergej yang menjadi nomad pada masa kecil seperti menemukan rumah di klub ibu kota Italia tersebut. Lagipula, Presiden Lazio, Claudio Lotito, juga tidak punya keinginan menjual pemain andalannya.

Musim ini, di bawah komando Maurizio Sarri, Sergej masih menjadi salah satu tumpuan utama tim. Bahkan, Sarri secara tersirat sudah menyebut bahwa Sergej adalah gelandang nomor satunya. Eks pelatih Chelsea itu mengatakan bahwa dia tak bisa memainkan Sergej dan Luis Alberto secara bersamaan, dan Sergej-lah yang dalam beberapa laga terakhir selalu dimainkan Sarri sejak menit awal.

Di Serie A musim ini Sergej sudah dimainkan 9 kali dan dia berhasil mengemas 3 gol serta 3 assist. Salah satu gol Sergej itu tercipta dalam Derby della Capitale untuk mengantarkan Lazio menang 3-2 atas Roma. Dalam gol tersebut, terlihat betul bagaimana kecerdasan Sergej dalam melakukan pergerakan tanpa bola berpadu dengan kekuatan fisik untuk berduel udara dan kehebatan teknik dalam menyundul bola.

Boleh dikatakan, musim ini Sergej merupakan salah satu pemain terbaik Lazio. Akan tetapi, Gli Aquilotti sendiri saat ini sedang tidak baik-baik saja. Mereka sudah menelan tiga kekalahan dan terseok-seok di peringkat kedelapan klasemen. Bahkan, dalam pertandingan pekan ke-9 melawan Hellas Verona, Lazio menelan kekalahan telak 1-4.

Tentu saja, buruknya performa Lazio belakangan tak bisa diatribusikan kepada Sergej seorang. Transformasi dari era Simone Inzaghi ke Sarri tidak berjalan mulus. Lazio yang terbiasa mengandalkan transisi kini diperintahkan untuk bermain lebih proaktif dan itu menimbulkan kekacauan di sana-sini.

Oleh karena itu, Lazio masih harus seringkali bertumpu pada kehebatan individual. Ciro Immobile sampai sekarang masih menjadi pemain terpenting yang acap menyelamatkan Lazio dari hasil memalukan. Namun, Immobile tidak sendiri. Di belakangnya, ada Sersan Sergej yang juga siap memberikan segalanya.