Satu Laga untuk Selamanya

Foto: Twitter @SaudiNT.

Kemenangan di laga pembuka tidak menjamin apa pun untuk Arab Saudi. Meski demikian, kemenangan atas Argentina di Piala Dunia 2022 ini pantas dirayakan karena ditopang oleh garis pertahanan tinggi, permainan direct, dan kepiawaian penjaga gawang.

Arab Saudi menertawakan nasib, menjungkirbalikkan nama besar, dan mengguncang Piala Dunia lewat kemenangan atas Argentina.

Nasib buruk adalah musuh yang licik. Ia gemar mengangkat hingga langit ketujuh, lalu menjatuhkan kita dari ketinggian tanpa ampun. Kita remuk redam, berjalan terseok sebagai pesakitan di antara mereka yang bersinar. Langkah kita melambat saat orang lain melesat cepat. Kita terjerembap di tengah-tengah mereka yang bersukaria.

Seharusnya keberhasilan menembus Piala Dunia 2022 adalah perjalanan menyenangkan. Namun, nasib buruk ibarat penyamun ulung yang mengintai di tempat-tempat tersembunyi. Arab Saudi masuk ke Grup C bersama Argentina, Meksiko, dan Polandia. Bukankah kita berulang kali merunduk ketika berdiri berdampingan dengan mereka yang menjalani hidup dengan hebat?

Qatar dan Iran lebih dulu merasakannya. Mereka dipermalukan di laga pembuka dan menutup duel dengan kepala tertunduk khas orang-orang kalah. Maka, entah berapa banyak suporter Arab Saudi yang menelan ludah ketika menyadari bahwa sang musuh datang dalam rupa keperkasaan Argentina.

Serupa hidup yang tak punya tugas untuk berjalan dengan baik-baik saja, Piala Dunia tidak harus selalu menjadi kawan yang hangat bagi para kontestan. Arab Saudi menyadarinya, lalu mengerahkan segala daya demi menuliskan cerita manis yang akan dikenang selamanya.

Sialnya, orang-orang berbicara banyak tentang keberuntungan ketika Arab Saudi menang 2-1 atas Argentina di fase grup Piala Dunia 2022. Semua itu tak lebih dari sekadar nasib yang sedang bermurah hati. Tiga gol Argentina yang dianulir wasit akibat offside adalah bukti yang diletakkan di atas meja.

Di atas kertas, duel kedua tim ini memang berbicara demikian. Argentina akan menguasai pertandingan dan menyesaki menit demi menit dengan serangan-serangan membabi buta. Mereka pun memiliki Lionel Messi. Stadion Lusail Iconic bahkan dipenuhi oleh para penggilanya. Hampir semua orang ingin menyaksikan Messi mencetak dan merayakan gol di atas tanah konglomerat.

Arab Saudi bakal bertahan mati-matian, sesekali mengandalkan serangan balik, dan kembali bermain menunggu. Mereka tak punya banyak pilihan. Bagi Arab Saudi, bertahan adalah satu-satunya cara agar kekalahan tak mampir di duel pertama.

Ternyata Argentina versus Arab Saudi tak bisa disimpulkan sedangkal itu. Ada detail-detail yang dipikirkan dan ditumpahkan Herve Renard dalam laga perdana ini. 

Detail itu ibarat rangkaian siasat Syahrazad yang terancam kehilangan nyawa untuk membuat Shahryar menunda hukuman matinya dalam Kisah Seribu Satu Malam. Detail itu adalah kunci untuk membukakan pintu kemenangan yang hampir mustahil.

Garis pertahanan tinggi Arab Saudi menyumbat aliran bola Argentina

Rekam jejak dalam 36 laga tak terkalahkan menjelaskan keberhasilan Lionel Scaloni menerapkan taktik yang begitu lentur. Ia menerapkan formasi dasar 4-3-3, tetapi berubah menjadi 4-4-2 ketika bertahan atau 4-2-4 saat menyerang.

Pada kenyataannya, Argentina bermain sangat buruk saat melawan Arab Saudi. Mereka berlaga (hampir) tanpa progresi, kombinasi, energi, dan jalan keluar. Sementara, Arab Saudi bermain cerdik dengan garis pertahanan tinggi atau high-line. Taktik ini dilakukan demi mempersempit ruang antar-lini sehingga sang superstar tak dapat menerima suplai bola yang cukup dan kepayahan membangun serangan.

Mematikan Messi lebih dari sekadar menghentikan sepak terjang seorang pesohor. Messi begitu krusial dalam perjalanan Argentina merengkuh gelar juara Copa America 2021. Ia terlibat langsung dalam sembilan gol hanya melalui tujuh laga.

Scaloni memberikan lisensi roaming atau bergerak bebas kepada Messi. Dalam Piala Juara CONMEBOL-UEFA, misalnya, kebebasan itu terbukti efektif mengacaukan permainan Italia. Maka dari itu, menutup ruang bagi Messi sama dengan melumpuhkan senjata terbaik Argentina.

Keputusan Renard menerapkan garis pertahanan tinggi bukan respons frustrasi di depan kedigdayaan Argentina. Mereka memang pasukan berani mati, tetapi tidak mau mati dengan bodoh. Taktik garis pertahanan tinggi melawan Argentina memang cukup berisiko. Jika Argentina mampu mengeksekusi skema bola diagonal dengan baik, Arab Saudi bisa saja kebobolan.

Pada awalnya, Argentina merespons dengan baik. Scaloni menginstruksikan agar pemain sayap di kedua sisi berlari ke belakang segera setelah salah satu bek tengah mereka menguasai bola. Ini dilakukan karena permainan high-line cenderung membuka ruang lebar di belakang pertahanan.

Argentina juga berupaya menguasai ruang sebanyak-banyaknya untuk memperkaya opsi umpan. Jika Messi bermain lebih turun, Rodrigo De Paul akan bergerak menggantikannya. Pergerakan Messi diharapkan mampu menarik perhatian para pemain bertahan. Kombinasi ini terlihat meyakinkan. Gol kedua Messi yang sayangnya dianulir karena offside berasal dari skema ini.

Jebakan offside itu seharusnya menjadi alarm tanda waspada bagi Argentina. Setelah lesakan Messi tadi, Argentina kesulitan membangun serangan. Mereka giat melakukan penetrasi dari belakang. Akan tetapi, terutama di babak pertama, Argentina kesulitan melancarkan progresi bola.

Benar bahwa mereka membuat 33 umpan progresif di laga ini. Jumlah itu jauh lebih tinggi dari rerata 25 umpan progresif per laga di Copa America mereka. Akan tetapi, peningkatan umpan progresif baru terjadi setelah Lisandro Martinez masuk di babak kedua.

Umpan progresif berbicara tentang operan-operan ke depan, setidaknya 10 yard dari titik terjauh depan gawang dalam enam umpan terakhir, atau umpan yang diselesaikan ke dalam area penalti. Umpan progresif tidak termasuk operan dari 40% lapangan bertahan penguasaan bola yang dimiliki meski berorientasi pada mencetak gol.

Progresi bola Argentina di babak pertama macet di lapangan tengah. Dua gelandang Argentina, Leandro Paredes dan De Paul, sering turun ke belakang waktu build up serangan. High-line dan kerapatan Arab Saudi mempersulit mereka menemukan target umpan.

Akibatnya, umpan jauh digunakan untuk mengalirkan bola. De Paul tercatat sebagai pemain yang paling sering melakukan manuver ini dengan mencatatkan 12 umpan jauh. 

Crossing adalah alternatif lainnya. Angel di Maria dan Marcos Acuna sampai melepas masing-masing enam crossing alias yang terbanyak di antara semua pemain Argentina. Sayangnya, eksekusinya tidak matang sehingga dari 12 crossing tersebut, hanya dua yang mampu mencapai kotak 18 yard.

Masalah lain yang timbul dari umpan jauh dan crossing adalah offside. Dua gol Lautaro Martinez yang dianulir berawal dari skema ini. Di sepanjang babak pertama, Argentina bahkan terperangkap offside tujuh kali. Pangkal persoalan ini tentu saja efek garis pertahanan tinggi yang digunakan oleh Arab Saudi.

Itu belum ditambah dengan pressing Arab Saudi yang dilakukan dengan kombinasi zonal marking dan man to man defence sehingga membuat Argentina kehilangan penguasaan ruang walau banyak menguasai bola. Kedisiplinan pertahanan skuad asuhan Renard pada akhirnya terangkum dalam 95 aksi bertahan di sepanjang pertandingan.

Dua shot on target, dua gol ala Arab Saudi

Biasanya Arab Saudi memainkan 4-2-3-1 dengan pemain sayap sempit dan bek sayap yang lebar dan cepat. Pasukan Renard menciptakan peluang dengan umpan segitiga yang rumit di area luas dalam sejumlah penampilan. Akan tetapi, mereka berjuang untuk bermain direct ke penyerang saat melawan tim yang kualitas di atas kertasnya lebih tinggi seperti Argentina.

Taktik ini mungkin menghadirkan kelemahan bagi pertahanan Arab Saudi. Namun, risiko tersebut pantas diambil karena permainan direct dapat membuat transisi mereka menjadi lebih efektif.

Gol pertama yang dicetak oleh Saleh Al-Shehri mendefinisikan permainan direct ala Arab Saudi. Begitu berhasil menerima bola, Abdulellah Al-Malki langsung melepas umpan ke Feras Al-Brikan yang berlari berbarengan–dalam jarak yang sangat dekat–dengan Al-Shehri. Ini adalah cara cerdik karena dalam skema serangan direct Arab Saudi, Al-Brikan memang acap menjadi target umpan sehingga berlari bersamaan berpotensi memecah pressing Argentina.

Pressing Argentina menjadi lebih longgar karena tiga orang harus berhadapan dengan dua orang dalam jarak yang begitu rapat. Akibatnya, Al-Shehri mampu melepaskan diri dan melesakkan tembakan langsung ke arah gawang yang tidak mampu dipatahkan Emiliano Martinez.

Statistik Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia Sumber: The Athletic

Permainan efektif adalah karib Arab Saudi. Mereka adalah tim dengan persentase keberhasilan terbesar–41,2%--dalam urusan mengonversi big chances saat Kualifikasi Piala Dunia di zona Asia. Watak demikian terlihat kembali di laga ini. Sebenarnya Arab Saudi hanya melepas dua tembakan mengarah gawang. Namun, keduanya langsung bermuara pada gol.

Efektivitas serangan adalah buah kegigihan lini pressing Arab Saudi yang tidak sering turun dan menjalankan backward pressing sehingga membuat mereka berada di area yang tinggi. Tujuannya adalah menyediakan opsi umpan krusial yang dapat memuluskan serangan balik cepat. Taktik ini sukses menghasilkan gol kedua Arab Saudi yang dicetak oleh Salem Al-Dawsari.

Sang kapten tidak mundur ketika diadang oleh tiga pemain Argentina sekaligus: Di Maria, Nahuel Molina, dan Cristian Romero. Al-Dawsari bahkan terlihat memainkan bola dan memutar badan ketika ditahan Di Maria. 

Manuver tersebut dilakukannya untuk menempatkan diri pada posisi yang superior atas Argentina. Sesaat setelah memutar badan, Al-Dawsari menemukan celah antara Romero dan Molina, lalu beria-ria merayakan keunggulan atas si masyhur Argentina.

Mohammed Al-Owais: Penjaga gawang dan pahlawan Arab Saudi

Buruknya permainan Argentina disebabkan oleh progresi bola yang tersendat. Kondisi ini juga dipicu oleh minimnya kreativitas di lini tengah. Kecenderungan De Paul yang bermain lebih ke pinggir tidak dibarengi dengan naiknya Molina sehingga area tengah jadi kosong. Toh, pergerakan Messi benar-benar dibatasi, sedangkan Di Maria tidak bisa benar-benar diandalkan dalam menginisiasi serangan.

Kurangnya kontribusi Di Maria dalam build up serangan sudah tercium dari performanya bersama Juventus. Di Serie A 2022/23, ia bukan pemain dengan attacking sequence involvement yang mumpuni. 

Secara sederhana, metrik ini mencakup seluruh aksi ofensif, termasuk umpan dan dribel, yang langsung dilakukan saat mulai mengontrol bola atau setelah merebut bola. Jadi, keterlibatan seorang pemain dalam serangan tidak hanya sebatas umpan kunci, assist, dan gol. Attacking sequence involvement terdiri dari tiga unsur: Build up, chances, dan shot.

Kondisi Argentina membaik begitu Lisandro masuk menggantikan Romero pada menit 59. Pertahanan ala Lisandro bergantung pada antisipasi dan pembacaan permainannya. Alih-alih menunggu seorang pemain menyerangnya dengan bola, dia lebih proaktif sehingga mampu memegang kendali situasi. Gaya seperti ini memungkinkan timnya bertahan lebih tinggi sehingga bisa menghasilkan pergantian permainan yang cepat dan mengubah pertahanan menjadi serangan dalam hitungan detik.

Agresivitas Argentina bertambah dengan kehadiran sang penggawa Manchester United. Sejak menit 59 hingga peluit akhir dibunyikan, Argentina membuat 10 tembakan dengan lima di antaranya mengarah ke gawang. Sebelum Lisandro masuk, Argentina hanya membuat lima tembakan dengan satu yang menyasar target.

Meski demikian, bukan berarti Arab Saudi langsung kocar-kacir. Pertahanan tangguh mereka bermuara pada penjagaan kokoh Mohammed Al-Owais. Terlepas dari kegagalan mematahkan penalti Messi, ia berhasil membuat lima penyelamatan. Lewat penampilan briliannya pula, Al-Owais menegaskan bahwa shot-stopper goalkeeper yang terlihat kolot itu belum punah.

*****

Kemenangan atas Argentina tidak menjamin apa pun untuk Arab Saudi. Belum tentu mereka akan melangkah gagah sambil memanggul kemenangan di laga berikutnya dan tidak ada yang bisa memastikan mereka bakal segera terseok.

Namun, ini adalah kemenangan atas Argentina di Piala Dunia. Argentina adalah tanah kelahiran maestro lapangan hijau. Jalan-jalannya yang dipenuhi preman pengganggu bocah yang bermain sepak bola ibarat ruang yang disesaki oleh kepungan pemain lawan. Siapa yang mampu melepaskan diri, dialah yang berhak merasakan nikmatnya menjadi pesohor. Bahkan Diego Maradona dibentuk menjadi legenda dengan cara itu.

Kemenangan di laga pembuka yang bisa saja menjadi satu-satunya hasil manis Arab Saudi tidak akan pernah menjadi lebih besar daripada gelar juara Piala Dunia itu sendiri. Namun, kemenangan ini tetap berbeda. Ia memampukan Arab Saudi menertawakan nasib buruk dan mendiamkan hari-hari yang berjalan mengerikan walau kawan untuk saling memeluk telanjur tumbang diterjang lawan.