Semarai Callum Hudson-Odoi

Instagram @calteck10

Hudson-Odoi kembali mencuat bersama Chelsea di bawah kepelatihan Thomas Tuchel. Bukan, ia bukan lagi menjadi pemain sayap, melainkan bek sayap. Bahasa taktisnya: Wing-back.

[Setelah final], saya langsung menelepon ibu dan ayah saya. Mereka berteriak, saya juga berteriak. Rasanya sulit dipercaya.”

Callum Hudson-Odoi masih sangat muda saat diwawancarai Independent. Dia menggambarkan perasaannya saat berhasil membawa Inggris juara Piala Dunia U-17 2017 di India. Gelar tersebut spesial bukan main. Tak cuma untuk dirinya, tetapi kepada seluruh umat bola di Inggris. Itu merupakan titel pertama mereka di turnamen berusia 36 tahun tersebut.

Namun, titel itu tak serta-merta membuat segala urusannya lancar. Hudson-Odoi masih harus menaikkan kualitas agar naik kelas. Bentuk nyatanya adalah dengan membangun eksistensi di Premier League, bermain reguler bersama Chelsea.

Wis, seenggaknya itu dulu yang harus dia wujudkan. Ia menyusul jejak rekan-rekan seperjuangannya macam Jadon Sancho, Phil Foden, dan Emile Smith Rowe yang sekarang jadi bintang di klub kondang. Kalau gagal, bukan mustahil dia terbuang ke klub lain, seperti Angel Gomes dan Rhian Brewster, dua wonderkid yang ditendang Manchester United dan Liverpool.

***

"Itu bukan persoalan besar," ucap Thomas Tuchel selepas pertandingan.

Pelatih anyar Chelsea itu memang lagi jadi perbincangan di sepak bola Inggris. Selain dari form The Blues yang menanjak, ya, gara-gara keputusannya menarik keluar Hudson-Odoi versus Southampton.

Di laga itu Hudson-Odoi baru masuk menggantikan Tammy Abraham pasca-rehat. Namun, Tuchel menukarnya dengan Hakim Ziyech setengah jam berselang.

Situasi semacam itu lumayan unik. Umumnya pemain pengganti masuk sebagai opsi sang pelatih. Sudah alternatif masih diganti. Lain soal kalau cedera. Saking langkanya, Hudson-Odoi menjadi pemain pertama Premier League 2020/21 yang masuk sebagai pemain pengganti dan ditarik keluar di laga yang sama.

Tuchel beralasan bahwa Hudson-Odoi tak cukup energik di lapangan. Nantinya hal itu akan membuat skema counter-pressing anak asuhnya terhambat.

Bukannya gimana-gimana, counter-pressing adalah diferensiasi Tuchel dari Frank Lampard. Sistem intens merebut bola lawan secara terstruktur inilah yang membuat pertahanan Chelsea lebih solid.

Hudson-Odoi kebagian tugas ini. Apalagi, sekarang Tuchel menggeser posisinya dari pos winger ke wing-back. Makin besar pula perannya untuk merebut bola dari lawan.

Apakah itu berarti Hudson-Odoi gagal menunaikan tugas dari Tuchel? Oh, enggak juga. Tuchel sudah menjawab bahwa itu bukan menjadi problem signifikan.

***

Tuchel adalah pelatih yang hobi memodifikasi posisi para pemainnya, mirip-mirip Pep Guardiola. Dia pernah menggeser posisi Raphael Guerreiro dari full-back menjadi gelandang semasa menukangi Borussia Dortmund. Pun demikian dengan Marquinhos. Bek Paris Saint-Germain itu kerap mengisi pos gelandang bertahan di rezim Tuchel.

"Aku melakukannya hanya jika kulihat potensi dalam diri seorang pemain. Pada saat yang sama hal itu bisa digunakan untuk membantu tim," jelas Tuchel.

Tuchel bukanlah pelatih yang berpatok pada satu format dasar dalam timnya. Dia bisa mengubah skema mainnya, tergantung pakem lawan. Itulah mengapa Tuchel kerap membongkar-pasang spot pemain. Apalagi kalau timnya tak punya stok pemain mumpuni di pos yang dia inginkan atau ada penumpukan pemain di sektor yang sama.

Di Dortmund adalah contohnya. Arsitek 47 tahun itu sampai memakai 8 formasi berbeda di sepanjang Bundesliga 2016/17. Kala itu dia kerap memasang Guerreiro sebagai gelandang tengah. Pertama, karena sayap Portugal itu memang punya olah bola ciamik dan punya kemampuan menyerang dan bertahan yang oke. Kedua, karena sudah ada Marcel Schmelzer yang ngepos di pos full-back kiri.

Pun demikian dengan Marquinhos di PSG. Posisinya didorong ke depan karena Les Parisiens butuh amunisi tambahan di pos gelandang bertahan. 

Musim 2018/19, PSG berkonflik dengan Adrien Rabiot. Mereka sudah berkomitmen untuk tidak memainkan gelandang kriwil itu seperti pada periode sebelumnya. Praktis tinggal Marco Verratti pilihan reguler sejak awal musim. Sementara Leandro Paredes baru didatangkan di musim dingin.

Dengan kata lain, Tuchel memang punya alasan kuat untuk mengubah posisi natural pemainnya. Penyebabnya adalah skema dasar permainannya yang fluktuatif.


Di Chelsea ini Tuchel melakukan perubahan gaya main. Dia memakai pakem tiga bek, berbeda dengan Lampard yang mengusung wadah 4-3-3. Lebih seringnya, sih, Tuchel mengadopsi pakem dasar 3-4-2-1.

Perombakan format ini praktis memengaruhi starting line-up Chelsea. Marcos Alonso, Antonio Ruediger, dan Andreas Christensen mulai intens tampil. Jorginho dan Mateo Kovacic mengisi area sentral secara reguler. Hudson-Odoi ditugaskan mengisi pos wing-back kanan, sebagai penantang Reece James.

Lucunya, Tuchel tak mengetahui bahwa Hudson-Odoi nihil pengalaman main sebagai bek sayap. Menurutnya yang terpenting adalah kemampuannya dalam memberikan daya serang dari sisi tepi.

Hudson-Odoi menyumbang banyak kontribusi atas keberhasilan Chelsea menjuarai Liga Europa edisi 2018/19. Dia memproduksi 4 gol dan 2 assist dalam 9 pertandingan. Jika dirata-rata, Hudson-Odoi cuma butuh 69,5 menit untuk menyumbang gol atau assist saat manggung di sana.

Kombinasi dribel dan umpan kunci jadi nilai jualnya. Atribut itu identik dengan seorang winger-lah. Menyitat data Whoscored, Hudson-Odoi rata-rata melakukan 3,3 dribel di setiap pementasannya di Liga Europa dua musim kemarin. Hanya Eden Hazard dan Ruben Loftus-Cheek yang mampu mengalahkan catatannya.

Kuantitas umpan kunci Hudson-Odoi juga tak buruk: 1,7 bila dirata-rata per laga. Angka itu membuatnya nangkring di peringkat keempat di antara para pemain Chelsea.

Jika kurang yakin, silakan tengok dedikasinya di Premier League musim lalu. Total 5 assist sukses dibuat Hudson-Odoi. Hebatnya lagi, itu dicetaknya dengan durasi main yang cuma 852 menit. Sebagai komparasi, Mason Mount mencatatkan jumlah assist yang sama, tetapi dengan menit main sebanyak 2.875.

Sialnya, kompetisi internal para winger Chelsea terbilang ketat. Dua musim lalu Hudson-Odoi harus bersaing dengan Eden Hazard, Willian, dan Pedro Rodriguez. Sekarang makin ribet lagi karena Christian Pulisic, Hakim Ziyech, dan Kai Havertz yang jadi kompetitornya.

Makanya, kehadiran Tuchel di sisi lain bisa membantu Hudson-Odoi untuk menemukan tempat utama di Chelsea walau dia harus beralih menjadi wing-back.


Tuchel melakoni debutnya di Chelsea saat meladeni Wolverhampton Wanderers. Ya, saat itu pula dia langsung menurunkan Hudson-Odoi sebagai wing-back kanan. Performanya terbilang lumayan, baik itu soal aksi bertahan maupun menyerang.

Hudson-Odoi berhasil mencatatkan dua umpan kunci plus satu tembakan tepat sasaran, termasuk sepakan kaki kanannya, yang sialnya, masih bisa ditepis Rui Patricio. Kemudian dari aksi defensif, tercatat ada 3 tekel yang dia buat. Jumlah itu terbanyak bersama Cesar Azpilicueta, Jorginho, dan Kovacic.

Sementara aksi teraktual Hudson-Odoi, ya, saat Chelsea memenangi babak 16 besar leg pertama Liga Champions lawan Atletico Madrid. Apa yang ditunjukkannya juga mengesankan karena sukses meredam Thomas Lemar, salah satu titik serangan Atletico. Dihitung-hitung Hudson-Odoi berhasil mengemas dua tekel sukses. Lagi-lagi angka itu menjadi yang tertinggi, setara dengan Azpilicueta.

Secara garis besar, Hudson-Odoi sudah memuaskan Tuchel bab pertahanan. Hanya kemampuan duel udara yang perlu ditingkatkannya, demikian kata dia. Rasio Hudson-Odoi untuk memenangi perang udara sangat minim, cuma mencapai 0,1 per laga. Bandingkan dengan James dan Ben Chillwell mengemas masing-masing 1,6 kemenangan di tiap pertandingan.

Lain cerita soal aksi ofensif. Dari 6 laga Premier League di bawah Tuchel, Hudson-Odoi sukses mengumpulkan 9 umpan kunci atau 1,5 bila dirata-rata. Dalam rentang waktu itu pula sebiji assist dia ukir. Untuk ini lebih kepada buruknya penyelesaian akhir Chelsea.

Kalau melihat progres Hudson-Odoi dan rekam jejak Tuchel, harusnya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Hudson-Odoi sudah mampu membuktikan kapasitasnya semenjak remaja.

Pun dengan Tuchel, jelas bukan pelatih ecek-ecek. Pria Jerman itu tahu apa yang dia mau dan dia butuhkan dalam membangun timnya. Delapan laga tak terkalahkan di lintas ajang jadi bukti betapa gacornya Tuchel dan ingat, ada peran besar Hudson-Odoi di sana.