Setumpuk Masalah Liverpool

Foto: Twitter @LFC.

Apa saja masalah yang membuat Liverpool jadi melempem seperti saat ini? Benarkah ketiadaan Virgil van Dijk jadi faktor utamanya? Kami coba mengulasnya.

Liverpool gagal meraih kemenangan dalam empat laga Premier League terakhir mereka. Buruknya lagi, empat laga itu dilalui tanpa pernah menciptakan satu gol pun. Dalam sejarahnya sebagai Manajer Liverpool, Juergen Klopp, sama sekali belum pernah merasakan ini.

Dan kalau kita mau melihat Liverpool secara general, hal buruk seperti ini terakhir kali datang menerpa mereka pada Mei 2000. Kala itu The Reds masih diasuh oleh Gérard Houllier. Roy Hodgson sebenarnya pernah membawa Liverpool melalui empat laga tanpa kemenangan di Premier League, tapi bedanya dia bisa membawa anak asuhnya mencetak gol.

Memang terasa aneh melihat Liverpool-nya Klopp tak berhasil mencetak gol. Sebab, dalam tiga musim terakhir, Liverpool selalu tajam. Musim lalu, misalnya, dari 19 pertandingan mereka berhasil mencetak 48 gol. Sementara musim ini, dari jumlah pertandingan yang sama, Mohamed Salah cs. cuma mampu menciptakan 37 gol.

Kita tahu musim ini adalah musim yang tidak ideal bagi semua klub dan khusus untuk Liverpool, mereka diterpa badai cedera yang luar biasa. Namun, apakah hanya cedera yang jadi pokok permasalahannya? Well, cederanya beberapa pilar memang sangat berpengaruh besar pada penampilan Liverpool.

Namun, masalah mereka lebih dari itu. Cedera hanyalah pangkal dari sekian banyak masalah. Lantas apa saja? Kami mencoba menganalisisnya.

Butuh "Deep-Lying Playmaker" dalam Sosok Van Dijk

Kami tidak bercanda. Sebelum ada Thiago, pemain yang berperan sebagai deep-lying playmaker di kubu Liverpool adalah Virgil van Dijk. Seorang bek tengah. Ini tentu saja tak lepas dari kebiasaan seorang Van Dijk melepaskan umpan-umpan lambung dari lini belakang menuju lini depan.

Umpan-umpan lambung itu membuat Liverpool sering mem-by-pass lini tengah, sehingga bola bisa sampai lini depan dengan lebih cepat. Dan Van Dijk pun tak sembarang melakukan umpan lambung. Dia benar-benar tahu harus mengumpan ke mana. Pemain berpaspor Belanda itu punya insting yang bagus dalam melihat siapa yang kosong dan siap menerima umpannya.

Per Opta, di musim lalu Van Dijk mencatatkan 5,4 umpan lambung sukses per 90 menit. Anda juga bisa melihat grafis dari Twenty3Sports ini untuk mengetahui banyaknya umpan-umpan lambung (dari lini belakang ke depan) yang dilepaskan Van Dijk pada musim lalu. Bahkan, dua di antaranya langsung menghasilkan peluang.

Grafis: Twenty3

Absennya Van Dijk membuat Liverpool kehilangan umpan-umpan lambung itu. Fabinho dan Joel Matip sebagai bek tengah utama saat ini tak gemar melakukan apa yang acap dilakukan Van Dijk. Terlebih, angka umpan lambung sukses yang dicatatkan mereka juga tak sebagus Van Dijk (Fabinho 4,1/90, Matip 1,9/90).

Grafis: Twenty3

Tidak adanya umpan-umpan lambung yang dilepaskan Van Dijk juga membuat rata-rata Liverpool menguasai bola (dari merebut bola/kiper melakukan build-up hingga melepaskan tembakan/bola terebut) menjadi lebih lama. Seperti yang kami tuliskan pekan lalu, musim ini waktu penguasaan bola Liverpool melonjak jadi 27,2 detik ketimbang 24,7 detik musim lalu.

Semakin lamanya waktu menguasai bola sebelum melepaskan tembakan artinya juga membuat lawan punya waktu lebih banyak untuk mundur ke belakang dan merapatkan jarak. Jadinya Liverpool sering lebih inferior dalam hal jumlah pemain ketika sudah sampai di area sepertiga akhir lawan.

Dengan adanya umpan lambung yang dilepaskan dari lini belakang langsung ke depan, pemain depan Liverpool masih bisa mengimbangi jumlah pemain belakang lawan. Apalagi jika Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson sudah dalam posisi tinggi untuk membantu serangan. Liverpool bisa lebih superior dalam jumlah pemain dan itu akan membuat mereka lebih leluasa dalam menyerang.

Full-back yang Tak Seleluasa Dulu

Ini masih berkaitan dengan ketiadaan umpan-umpan lambung Van Dijk. Mantan pemain Southampton itu acap melepaskan umpan lambung diagonal. Dari sisi kiri belakang (area posnya sebagai bek tengah kiri) ke sisi kanan depan Liverpool. Di sisi kanan itu, biasanya ada Trent Alexander-Arnold yang menyambut umpannya.

via GIPHY

Seperti yang sudah kami jelaskan di poin pertama, umpan lambung yang dilepaskan Van Dijk sering membuat Liverpool tak inferior dalam jumlah pemain di sepertiga akhir lawan. Itu membuat Alexander-Arnold sering tak terkawal atau hanya diawasi satu pemain lawan saja.

Situasi itu membuat dia lebih leluasa melepaskan umpan silang ke area kotak penalti. Selain itu, situasi di kotak penalti lawan juga belum crowded. Situasi inilah yang acap menyebabkan Alexander-Arnold bisa menciptakan banyak sekali peluang pada musim lalu (dan tentu saja akhirnya bisa berbuah assist).

Kami juga pernah membahas khusus tentang ketidakluasaan Alexander-Arnold di musim ini pada artikel berikut: [Harap Maklum kalau Jumlah Assist Alexander-Arnold Menurun].

Selain itu, tanpa adanya umpan lambung, Liverpool jadi melakukan build-up melalui umpan-umpan pendek. Situasi tersebut membuat para full-back seperti Alexander-Arnold dan Robertson kudu berposisi lebih dalam dari biasanya untuk memastikan rekan-rekannya punya opsi umpan. Sebagai contoh, tengoklah heatmaps Alexander-Arnold kala menghadapi United ini:

Heatmaps TAA vs Manchester United. Grafis: WhoScored

Seperti yang dijabarkan Michael Cox dalam tulisannya di The Athletic, Alexander-Arnold jadi lebih banyak menyentuh bola di area tengah musim ini, ketimbang di area kanan lapangan sebagaimana musim-musim sebelumnya. Dan situasi itu juga membuat Robertson tak bisa naik terlalu tinggi. Intensitas serangan dari full-back pun tak semasif biasanya.

Bola Mati Tak Lagi Bikin Ngeri

Musim lalu, Liverpool mencetak 17 gol dari bola mati. Angka itu merupakan yang terbaik di Premier League. Sementara musim ini, dari 19 penampilan, klub yang bermarkas di Anfield itu baru menciptakan enam gol saja dari situasi bola mati. Liverpool tak lagi jadi yang terbaik dalam situasi itu. Mereka tak lebih baik dari tim-tim seperti Southampton, Aston Villa, dan Everton.

Alasan pertama dari catatan buruk itu, balik lagi, adalah absennya Van Dijk. Biasanya dia adalah sosok pertama yang jadi sasaran bola mati yang dilepaskan Alexander-Arnold atau Robertson. Musim lalu, Van Dijk berhasil mencetak lima gol di Liverpool dan dia adalah top-skorer keempat klub.

Musim ini, tanpa adanya dia, tak ada lagi sosok yang bisa diandalkan untuk menyambut bola-bola mati. Memang masih ada Matip yang sudah mencetak satu gol musim ini, tapi dia lebih sering absen. Sementara Fabinho, jika masih ada Van Dijk, bukanlah sosok yang berada di dalam kotak penalti saat situasi bola mati tiba.

Menurunnya jumlah gol Liverpool dalam situasi bola mati inilah yang menyebabkan mereka buntu jika situasi open play pampat. Dan bukan kebetulan pula bahwa musim ini Liverpool cuma memenangi 13,8 duel udara per 90 menit dan catatan itu adalah yang terburuk ketiga di Premier League. Sekadar memperkuat konteks: Liverpool memenangi 17,6 duel udara per 90 menit di musim lalu.

Buang-buang Peluang di Luar Kotak Penalti

Liverpool bukanlah tim yang punya kebiasaan melepaskan banyak tembakan dari luar kotak penalti. Musim lalu, secara total, mereka melepaskan 178 tembakan dari luar kotak penalti. Angka itu hanya menempatkan mereka di urutan delapan paling banyak. Masih kalah banyak jika dibanding Manchester United, City, Chelsea, atau Tottenham.

Toh, masuk akal jika begitu. Liverpool adalah tim yang sangat buas di kotak penalti lawan, bukan di luar. Musim lalu, Liverpool menciptakan 72 gol di dalam kotak penalti lawan (terbanyak kedua), berbanding 12 di luar kotak penalti.

Total Tembakan Luar Kotak Penalti Liverpool Musim Lalu. Grafis: WhoScored

Masalahnya, musim ini, Liverpool jadi tim dengan jumlah tembakan dari luar kotak penalti terbanyak di Premier League. Dari 19 pertandingan, mereka sudah melepaskan 108 tembakan dari luar kotak. Lalu, berapa yang jadi gol? Sayangnya, hanya 3 saja.

Sementara itu, angka tembakan per 90 menit yang dilepaskan para pemain Liverpool di dalam kotak penalti justru menurun. Musim ini mereka hanya mencatatkan 9,4 tembakan per 90 menit, berbanding musim lalu yakni 9,9 tembakan per 90 menit. Liverpool jelas harus lebih buas di dalam kotak.

Meski, seperti di artikel kami sebelumnya, tak bisa diabaikan juga bahwa penerapan low-block oleh lawan yang dihadapi membuat Liverpool lebih kesulitan melakukan banyak aksi di dalam kotak penalti (karena untuk masuk pun sulit).

Kehadiran Jordan Henderson

Statistik assist dan gol Jordan Henderson memang tidak spesial. Namun, kehadirannya di lapangan sangat berpengaruh besar untuk Liverpool. Dengan adanya sang kapten di lini tengah, rasio kemenangan Liverpool membesar.

Sejak Klopp jadi manajer, Liverpool punya 66% rasio kemenangan jika Henderson ada di lapangan. Bandingkan ketika mantan pemain Sunderland itu absen, di mana Liverpool cuma punya rasio 55% kemenangan. 

Atau, silakan tengok susunan pemain Liverpool saat kalah dari Burnley akhir pekan lalu, ketika dihajar Aston Villa 2-7, atau saat mereka ditaklukkan Watford 0-3 musim lalu. Satu hal yang sama dari tiga kekalahan itu adalah tidak hadirnya Henderson di lapangan.

Selain aspek kepemimpinannya yang bagus, di mana dia bisa menyemangati dan mengomandoi rekan-rekannya untuk tampil lebih berapi-api lagi, kehadiran Henderson di lini tengah juga berpengaruh positif pada aspek taktikal.

Sejak musim 2018/19, Henderson adalah gelandang Liverpool dengan catatan umpan ke dalam kotak penalti terbanyak nomor dua setelah Shaqiri. Selain itu, Henderson juga jadi gelandang yang paham betul pentingnya bergerak secara vertikal, di mana dia sering melakukan dribel vertikal untuk membuka ruang bagi rekan-rekannya.

Dalam aspek defensif, kehadiran Henderson yang sejak musim lalu rutin mengisi pos gelandang tengah kanan juga bisa menjadi pelindung buat Alexander-Arnold. Sang full-back tak perlu takut naik setinggi mungkin karena ada Henderson yang siap mengover ruang yang ditinggalkan.

***

Musim ini, Liverpool punya banyak masalah dan pangkalnya memang cedera yang diderita para pilar inti mereka. Jika ingin kembali ke dalam persaingan memperebutkan gelar juara, Juergen Klopp jelas harus segera menemukan solusi dari masalah-masalah ini.

Sebab, Van Dijk kemungkinan masih akan absen hingga akhir musim dan tampaknya mereka tak akan kedatangan bek baru. Kini Klopp perlu memaksimalkan skuad yang ada agar solusi-solusi bisa muncul dan Liverpool dapat tampil mengerikan lagi.