Si Serbabisa, Rachmat Irianto

Foto Instagram @RachmatIrianto.

Irianto bermain di pos wingback kanan saat Kualifikasi Piala Asia. Penampilannya di posisi tersebut jauh dari kata mengecewakan.

Bejo Sugiantoro merupakan salah satu palang pintu paling tangguh yang pernah dimiliki Persebaya dan Indonesia. Penampilannya taktis, lugas, dan piawai dalam membaca serangan lawan. Tak cuma itu, Bejo juga acap kali melakukan dribel hingga cukup jauh meninggalkan posnya. Singkat kata, Bejo berani dan cukup oke untuk membantu progresi serangan.

Keberanian dan gayanya yang tak kenal basa-basi itu tak selaras dengan style yang ia kenakan di atas lapangan. Bejo terlihat rapi dengan baju yang lebih sering dimasukkan ke celana. Dirinya juga selalu memperlihatkan muka tenang dan siap untuk melakukan segalanya guna membela Timnya.

Dengan kemampuan relatif komplet itu—cakap dalam bertahan dan membantu serangan—, Bejo pun langganan masuk Timnas.Transfermarkt menyebut, Bejo melakoni debut sejak tahun 1997 dan mentas 48 kali untuk 'Garuda' di semua kompetisi.

Salah satu caps-nya ia torehkan di Piala Asia 2000. Bejo mentas kala Timnas Indonesia bertemu Korea Selatan pada laga terakhir babak grup. Sayang, Indonesia menyerah dengan skor 0-3 dan gagal melaju ke babak berikutnya.

Sepanjang membela Timnas Indonesia, Bejo mengalami pasang dan surut. Pernah, ia mengalami kekecewaan ketika tampil di final Piala AFF 2002—melawan Thailand—di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Laga berlanjut ke adu penalti dan Bejo menjadi salah satu algojo untuk Indonesia. Apes, penalti yang dieksekusinya tak masuk ke gawang. Ia dan Firmansyah gagal bikin gol lewat penalti sehingga Indonesia urung menjadi juara.

Dua tahun usai final yang menyakitkan itu, Bejo tak lagi membela Indonesia. Pemain kelahiran Sidoarjo itu memilih untuk malang melintang di klub besar Indonesia dan akhirnya memutuskan pensiun di tahun 2014.

Kiprah Bejo di dunia sepak bola tak berhenti setelah gantung sepatu; ia memilih menjadi pelatih digeluti agar tetap berkecimpung di dunia kulit bulat. Bejo juga menurunkan bakatnya kepada putranya, Rachmat Irianto. Sampai saat ini, Rian—sapaan Rachmat Irianto—menjadi tulang punggung Timnas dari usia muda hingga senior.

***

Rian memiliki beberapa kemiripian dengan Bejo saat di atas lapangan. Posisi natural keduanya sama, yakni bek tengah. Gaya mainnya juga lugas dan tak banyak kompromi. Bahkan sampai perihal berbusana, Rian cukup rapi dengan selalu memasukkan bajunya ke celananya.

Yang tak kalah penting: Rian dan Bejo juga piawai dalam membantu serangan. Kemampuan dribel dan operannya acap membantu tim keluar dari tekanan lawan.

Sama seperti sang ayah, Rian juga sering dipercaya membela Timnas Indonesia. Pada usianya yang masih menginjak 22 tahun, Rian sudah 20 kali membela Timnas Indonesia di level senior.

Untuk urusan pencapaian, Rian juga sudah menyamai sang Ayah—meski belum melampauinya. Ia sempat membawa Indonesia melaju ke final Piala AFF 2020. Ironisnya, jejak yang ia torehkan pun sama: Indonesia takluk di final dari lawan yang sama, yakni Thailand. Namun, ini tidak serta-merta menghapus catatan individual Rian sebagai pemain.

Salah satu kelebihan Rian adalah kemampuannya bermain di banyak posisi. Bek tengah, gelandang bertahan, bek tepi kiri, bek tepi kanan, dan wingback kanan menjadi posisi yang pernah ia emban. Kemampuan itu juga yang membuat Rian berkembang dengan baik.

Kini, Rian berpeluang membela Indonesia di Piala Asia 2023. Dia dan rekan-rekannya baru saja memastikan tempat di putaran final usai lolos dengan status salah satu runner-up terbaik pada babak kualifikasi ketiga Piala Asia.

Bagaimana penampilan Rian di pada kualifikasi ketiga Piala Asia tersebut?

Berbeda dengan Piala AFF, pada dua laga awal kualifikasi Rian dimainkan sebagai wingback kanan oleh Shin Tae-yong. Posisi tersebut juga pernah ia emban saat Indonesia berlaga melawan Thailand di semifinal SEA Games.

Dalam Kualifikasi Piala Asia, Shin memang mengubah pola permainan menjadi 3-4-3. Pola ini bertujuan untuk mengakomodasi lini sayap yang jadi kekuatan Timnas Indonesia. Dengan formasi tersebut, wingback akan aktif membantu winger yang berada di depannya.

Lini belakang juga cukup kokoh dengan adanya tiga bek yang diberi kebebasan dan mampu memberikan passing yang mumpuni. Nah, pada laga perdana melawan Kuwait, Rian bermain sangat baik.

Memang, Rian tak seagresif dan sesering Arhan untuk melepaskan umpan silang. Namun, Rian acap hadir di dalam kotak penalti dan pergerakannya tak terduga oleh lawan. Kemampuannya untuk muncul dari lini kedua ketika melihat space kosong di area lawan patut diacungi jempol.

Penalti saat melawan Kuwait menjadi buktinya. Rian berlari dari belakang dan mengelabui penjagaan pemain Kuwait. Usai menerima bola, Rian dijegal kiper Kuwait dan menyebabkan Indonesia mendapatkan penalti.

Pada proses gol kedua ke gawang Kuwait, giliran kejeliannya mengisi ruang kosong yang mencuat. Sebelum membobol gawang lawan, ia berdiri tak terkawal dan berhasil menyambar bola sepakan Witan Sulaeman.

Kemampuan menyambar bola rebound sekaligus menemukan celah kosong di pertahanan lawan itu setidaknya menunjukkan dua hal: Pertama, Rian cukup paham mengenai sense of urgency dan timing  ketika timnya tengah menekan lawan; kedua, ya, pemahaman soal pemosisian. Lagi pula, sulit untuk menjadi seorang wingback, yang memiliki tugas untuk membantu pertahanan dan proses serangan tim dengan sama baiknya, ketika tidak paham soal pemosisian.

Kendati cukup apik dalam membantu serangan, sesungguhnya kemampuan bertahan Rian yang lebih baik dari Asnawi-lah yang menjadi alasan ia dipilih oleh Shin. Rian cukup disiplin menjaga winger lawan. Ia juga bisa membantu pemain belakang lainnya dalam mengantisipasi umpan silang.

Ini juga yang membuat Rian sesekali saja agresif menyerang. Sebab, dirinya paham betul soal area yang acap jadi sasaran empuk lawan.

Kans Rian untuk membela Indonesia di Piala Asia tahun depan terbuka lebar. Sebab, kemampuannya bermain di banyak posisi menguntungkan pelatih dalam turnamen yang tak boleh begitu banyak membawa pemain.